Penangguhan Penahanan Chin Star Ditolak [19/08/04]

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Payakumbuh, Sumatra Barat (Sumbar), menolak permohonan penangguhan penahanan Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star, tersangka kasus korupsi dana APBD sebesar Rp600 juta.

Menurut Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Payakumbuh Zulbahri Munir kepada Media, kemarin, penolakan penangguhan penahanan itu dilakukan karena Chin Star dikhawatirkan menghilangkan barang bukti. Selain itu, dia masih diperiksa serta untuk memperlancar proses pemeriksaan anggota Dewan lainnya.

Zulbahri juga mengatakan, surat permohonan penangguhan penahanan yang diajukan keluarga Chin Star itu diterimanya tiga hari lalu. ''Tetapi surat tersebut tidak harus dikabulkan, meski berbagai alasan dikemukakan keluarga Chin Star,'' ujarnya.

Chin Star dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Payakumbuh sebagai tahanan titipan kejaksaan pada 10 Agustus lalu karena diduga mengorupsi dana APBD Kota Payakumbuh tahun anggaran 2000-2002 sebesar Rp600 juta. Korupsi dilakukannya bersama 22 anggota lainnya.

Menurut Zulbahri, modus operandi yang dilakukan Chin Star bersama anggotanya adalah dengan menyusun anggaran untuk DPRD tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD. Mereka menyusun anggaran berdasarkan tata tertib Dewan, sehingga muncul mata anggaran di luar ketentuan, seperti biaya asuransi dan tunjangan perumahan anggota Dewan.

Bantah saksi
Sedangkan dalam sidang lanjutan kasus korupsi oleh 43 anggota DPRD Kota Padang sebesar Rp10,4 miliar yang digelar di Pengadilan Negeri Padang, kemarin, salah seorang terdakwa, Etty Saridin, mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Padang saat proses penyusunan APBD tahun anggaran 2001 dan 2002 tidak pernah mengajukan keberatan atas anggaran yang diusulkan Dewan.

Pernyataan anggota DPRD Kota Padang Periode 1999-2004 itu sekaligus membantah kesaksian Kepala Subbagian Anggaran Pemkot Padang Anharizal yang menyatakan rancangan anggaran dari Dewan datang terlambat. Bahkan, rancangan disertai pesan agar tidak diutak-atik (diubah) oleh pemkot, karena akan dibahas kemudian dalam pembahasan dengan eksekutif.

Dari Bandung dilaporkan, Kejaksaan Tingi (Kejati) Jawa Barat (Jabar), kemungkinan akan mengubah mekanisme pemanggilan terhadap Ketua DPRD Jabar Eka Santosa dalam kasus korupsi dana kaveling senilai Rp33,4 miliar.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jabar Dade Ruskandar, kemarin, mengatakan pihaknya terpaksa mengubah mekanisme pemanggilan terhadap seluruh anggota Dewan yang terkait dengan kasus dana kaveling, termasuk Eka Santosa (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/F-PDIP) dan tersangka Kurdi Moekri (Wakil Ketua dari Fraksi Persatuan Pembangunan/F-PP) karena mereka terpilih menjadi anggota DPR.

Menurut Dade, dengan terpilihnya Eka dan Kurdi sebagai anggota DPR, mereka akan mengakhiri jabatannya sebagai anggota DPRD Jabar pada 30 Agustus 2004. ''Jika pemeriksaan terhadap Eka dan Kurdi dilakukan setelah tanggal 30 Agustus 2004, kejati harus meminta izin kepada presiden, bukan lagi kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri),'' kata Dade.

Sementara itu, Kejari Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), kemarin, memeriksa sembilan orang anggota DPRD Kota Kendari sebagai tersangka kasus korupsi dana rutin sekretariat DPRD tahun anggaran 2003 sebesar Rp1 miliar.

Kesembilan tersangka yang diperiksa adalah Ketua DPRD Kota Kendari Haeruddin Pondiu dan dua wakilnya, Ahmad Haji Hasan dan Arfa Panudarima, serta enam anggota, yakni Laningkata, Yani Muluk, Salahuddin, Hasan Murfin, Thamrin Tehaeron, dan Haskar Hafied. (BH/HR/EM/SG/HM/N-2)

Sumber: Media Indonesia, 19 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan