Pemilukada DKI Jakarta Rawan Korupsi Politik

Menjelang pemungutan suara pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 11 Juli 2012 mendatang, disinyalir telah berkembang praktik korupsi politik. Perlu transparansi pengelolaan dana kampanye setiap pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurkholis Hidayat mengatakan, ada potensi penyalahgunaan anggara publik untuk kepentingan pemenangan calon, terutama incumbent. Dari pemantauan LBH jakarta bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap dokumen APBD Pemprov DKI Jakarta periode 2010-2012, terlihat adanya lonjakan pengeluaran dana hibah dan batuan sosial.

"Ada peningkatan signifikan, bahkan lonjakan, penggunaan dana hibah dan bansos menjelang Pemilukada," ujar Nurkholis dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta,
Selasa (22/5/2012).

Tahun 2010, pemprov DKI Jakarta menyalurkan Rp 479,3 miliar, dan pada tahun berikutnya meningkat hingga hampir dua kali lipat, mencapai Rp 840 miliar. Tahun ini, alokasi anggaran melonjak hingga Rp 1,3 triliun.

Kenaikan alokasi dana hibah dan bansos ini perlu dicurigai, sebab, kata Nurkholis, merujuk pada riset Pemilukada di sejumlah daerah, korupsi politik yang paling sering terjadi adalah penyelewengan dana. Riset ICW dalam Pemilukada Provinsi Banten, misalnya, ditemukan sejumlah modus yang digunakan, diantaranya dana hibah diberikan kepada lembaga fiktif, alamat penerima sama, diberikan kepada lembaga yang dipimpin oleh kroni dan keluarga dekat incumbent, dana disunat, atau penerima tidak jelas.

Aturan penyaluran dana hibah dan bansos sebenarnya telah diatur dalam Permendagri No 32 Tahun 2011. Di DKI Jakarta, aturan itu telah diturunkan menjadi Keputusan Gubernur no 12 Tahun 2012. Namun faktanya, indikasi penyelewengan masih tetap ada.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Ade Irawan, mengatakan, potensi korupsi politik dalam Pemilukada yang wajib diwaspadai adalah dari segi penerimaan. Transparansi pengelolaan dana politik setiap calon harus didorong, agar publik bisa mengontrol. "Jika incumbent berpeluang menggunakan aset daerah, maka calon-calon lain juga perlu diwaspadai karena ada potensi dukungan dari pengusaha atau kelompok yang berkepentingan," tukas Ade.

Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Apung Widadi, menambahkan, sumbangan dari perorangan ataupun lembaga berbadan hukum terhadap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur harus diteliti. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu bertugas meneliti latar belakang penyumbang pasangan calon.

transparansi pendanaan kampanye juga menjadi kewajiban setiap pasangan calon. "Dari enam pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta, hanya ada dua pasangan yang pernah mengumumkan dana kampanyenya, meskipun tidak berkala. Pasangan yang lain tidak perna mempublikasikan," terang Apung.

Untuk mendorong transparansi dana kampanye pasangan calon, besok (23/5/2012), ICW bersama LBH Jakarta akan mengadakan uji informasi publik untuk meminta informasi pendapatan dan pengelolaan dana kampanye setiap pasangan calon. Farodlilah

Silahkan unduh di sini dokumen press release...

Foto: ICW/Dila dan istimewa

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan