Pemerintah Wajib Menanggung Asuransi Kesehatan Masyarakat
Kemampuan masyarakat Indonesia untuk mengakses layanan asuransi kesehatan masih sangat rendah. Tercatat, pemegang polis asuransi berjumlah kurang dari sepertiga warga. "Hanya 28 persen individu di Indonesia terjangkau akses asuransi. Itu pun sudah termasuk asuransi Askeskin dari pemerintah," ujar Ari A Perdana dosen FE UI dan peneliti CSIS, dalam diskusi mengenai kebijakan kesehatan dan jaminan sosial di Indonesia di kantor ICW, Selasa (14/12).
Akses asuransi yang minim, berkorelasi pada rendahnya kualitas layanan kesehatan yang diterima masyarakat. Masyarakat luas, khususnya kau miskin, cenderung tidak mampu membayar biaya kesehatan yang semakin tinggi.
Menurut Ari, seharusnya kaum miskin ini mendapatkan layanan asuransi yang preminya ditangung pemerintah. Jamkesmas, Askeskin, yang diprakarsai pemerintah, menurut kandidat doktor dari Melbourne University itu, wajib disediakan pemerintah sesuai UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Sayangnya, kebijakan didesain tapi manajemen di bawah semrawut," kata Ari.
Kekacauan manajemen itu menjadi titik rawan korupsi. Dengan sedikit trik dan kongkalikong, kartu miskin dengan mudah diberikan kepada seseorang yang sebenarnya mampu. "Sehingga banyak orang yang benar-benar miskin terabaikan, tidak masuk kuota. Akibatnya, pasien miskin ditolak saat hendak mendapatkan perawatan di rumah sakit," ujarnya.
Ari meminta pemerintah mulai memikirkan asuransi berkonsep universal coverage, yang menjangkau jaminan kesehatan bagi setiap penduduk. Konsep ini telah dianut Amerika Serikat, kanada, Australia, Jepang, dan sejumlah negara maju lainnya.
Salah satu kendala terbesar pelaksanaan sistem jaminan kesehatan menyeluruh ini adalah dana besar yang harus disediakan pemerintah. Masalah lain, UU yang sudah terlanjur disahkan itu seakan dibuat tanpa perencanaan matang.
"Langkah ekstrimnya, kita bongkar dari awal. Atau, kalau itu tidak memungkinkan, sementara kita pakai sistem tambal sulam," tandasnya. Farodlilah