Pemerintah Tagih Tunggakan Pajak Migas

Pemerintah tahun ini akan menagih pajak perusahaan minyak dan gas yang memiliki tunggakan. "Tahun ini dikeluarkan surat ketetapan pajak," kata Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Fuad Rahmany di Jakarta kemarin. Surat itu dikeluarkan sebelum institusinya melayangkan tagihan.

Ia membantah terjadi sengketa dengan perusahaan migas. "Tidak ada sengketa, ini masalah antara pemberi kontrak dan kontraktor," ujar Fuad. Munculnya tunggakan pajak itu akibat perbedaan persepsi penghitungan pajak antara kontraktor minyak dan gas dengan pemerintah. "Prosesnya tidak mengikuti Undang-Undang Perpajakan karena kontrak dengan pemerintah."

Kepala Badan Pelaksana Hulu Usaha Minyak dan Gas (BP Migas) R. Priyono mengatakan perbedaan penghitungan pajak itu disebabkan adanya prinsip tax treaty dan royalti pengalihan pengelolaan. Tax treaty adalah perjanjian perpajakan di antara dua negara atau lebih yang bertujuan menghindari pajak berganda dan penggelapan pajak.

Menurut Priyono saat ini tinggal tiga perusahaan yang masih tak sepaham soal penghitungan pajak. Nilai tunggakan pajak ketiga perusahaan tersebut mencapai Rp 1,6 triliun sejak 1991 hingga 2008. Ketiga perusahaan ini sedang menyelesaikan sengketa di pengadilan pajak. Priyono tak bersedia menyebutkan nama perusahaan itu.

Priyono mengatakan ketiga perusahaan itu menggunakan traktat pajak sistem hukum Inggris dengan jumlah pajak yang dibayarkan sebesar 10 persen. Angka tersebut lebih kecil dibanding ketentuan pajak atas bunga, dividen, dan royalti yang berlaku di Indonesia, yaitu 20 persen.

Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Laurens Bahang Dama, meminta pemerintah melakukan negosiasi ulang aturan tax treaty dengan negara lain. "Agar tidak terjadi dispute (sengketa) lagi," ujar politikus Partai Amanat Nasional tersebut.

Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan setidaknya terdapat 14 perusahaan minyak dan gas bumi yang masih mengemplang pajak. Kekurangan bayar pajak, menurut KPK, menunjukkan porsi pendapatan yang didapat pemerintah dari kegiatan migas berkurang.

Adapun data yang dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan 33 perusahaan menunggak pajak senilai US$ 583 juta atau setara dengan Rp 5,2 triliun. Sebagian besar penunggak pajak tersebut adalah perusahaan asing, seperti CNOOC SES Ltd, ConocoPhillips, dan Petrochina International Indonesia Ltd.

Peneliti ICW, Firdaus Ilyas, dalam audit BPKP yang di-review oleh BPK, menyatakan piutang pajak itu masing-masing tunggakan tahun 2008 sebesar US$ 284,2 juta, tunggakan 2009 sebesar US$ 139,4 juta, dan tunggakan 2011 sebesar US$ 159,3 juta. ADITYA BUDIMAN | GUSTIDHA BUDIARTE | DEWI RINA

Sumber: Koran Tempo, 21 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan