Pemerintah Harus Realokasi Anggaran Untuk Penanganan COVID-19

TZ

Sejak meluasnya wabah COVID-19 di Indonesia sejak awal Maret 2020, telah ada sedikitnya 1.414 orang yang positif virus dan 122 meninggal dunia per 30 Maret 2020 dengan tingkat kematian sebesar 8,6 persen. Rata-rata per-hari terdapat kurang lebih 100 orang yang positif COVID-19 sejak tanggal 23 Maret 2020. Angka kematian di Indonesia pun juga paling tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Data warga yang terpapar virus COVID-19 akan terus bertambah hingga sekitar 60-70 persen penduduk Indonesia dengan tingkat kematian mencapai 7,5 juta orang meninggal dunia apabila pemerintah tidak melakukan karantina wilayah berdasarkan brief dari KawalCovid19.

Akibat kecerobohan pemerintah dalam merespons kondisi global terkait dengan COVID-19, pemerintah dinilai tidak siap dan gagap dalam menanggulangi persoalan pandemik ini. Hal yang paling terlihat sangat jelas adalah minimnya ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) sehingga mengorbankan nyawa 9 (sembilan) orang tenaga medis. Dengan tidak jelasnya arah pemerintah dalam menanggulangi pandemik ini muncul dua permasalahan.

Pertama, pemerintah tidak transparan dantidak konsisten dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Satu contoh yang nyata adalah ketika pasien COVID-19 asal Cianjur yang meninggal beberapa waktu lalu. Informasi yang diberikan oleh Juru Bicara Gugus Tugas COVID-19 menyatakan bahwa pasien tersebut negatif corona virus. Namun informasi tersebut beberapa waktu kemudian dibantah oleh Gubernur Jawa Barat dan menyatakan bahwa pasien tersebut meninggal karena positif COVID-19.

Kedua, terkait dengan pengalokasian anggaran. Sejak ditetapkannya COVID-19 sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Desember 2019, Indonesia tidak melakukan mitigasi risiko terhadap potensi masuknya virus tersebut dengan cara mere-alokasi anggaran. Padahal re-alokasi anggaran dapat berpengaruh besar apabila Indonesia menerapkan karantina wilayah. Terdapat sejumlah mata anggaran yang dapat dire-alokasi untuk menangani COVID-19.

Misal, pemerintah telah mengeluarkan delapan paket kebijakan insentif stimulus pada dua sektor industri, yakni industri pariwisata dan penerbangan untuk menangkal dampak virus COVID-19. Lima diantaranya insentif untuk industri pariwisata yang nilainya mencapai Rp4,7 triliun, di mana biaya influencer termasuk di dalamnya.

Selain itu terdapat juga anggaran infrastruktur senilai Rp 419,2 triliun yang telah disepakati oleh Badan Anggaran DPR dan pemerintah untuk dimasukkan ke dalam APBN 2020. Selanjutnya anggaran pemindahan ibu kota baru senilai Rp2 triliun yang juga telah ditetapkan dalam APBN 2020. Anggaran lain yang dapat digunakan untuk penanggulangan COVID-19 bisa berasal dari seluruh tunjangan yang diberikan ke anggota DPR dan Menteri sebesar Rp 270 miliar.

Sehingga total anggaran yang dapat dire-alokasi untuk penanggulangan COVID-19 sebesar Rp 425 triliun. Ini belum termasuk anggaran rapat-rapat di setiap instansi dan dinas yang tentunya tidak dimanfaatkan, kunjungan kerja, baik di dalam negeri maupun luar negeri, anggaran makan minum, dan lain sebagainya. Anggaran-anggaran tersebut dapat dialokasikan untuk pembelian APD bagi tenaga kesehatan ataupun membeli alat swab yang lebih akurat agar dapat segera dilakukan tes massal. Atau apabila harus melakukan karantina wilayah, anggaran tersebut dapat dialokasikan sebagai insentif bagi pekerja informal yang tidak mendapatkan penghasilan selama wabah COVID-19 muncul dengan mekanisme Bantuan Langsung Tunai.

Seluruh elemen masyarakat pun saat ini sedang bergerak untuk mengumpulkan dana bagi penanggulangan COVID-19 di Indonesia melalui seluruh kanal daring. Sebagai pemangku tanggung jawab, apabila pemerintah tidak bisa mengambil peran utama selama wabah ini berjangkit, maka negara dapat dianggap gagal menjalankan konstitusi. Apalagi jika respon yang lamban dan terkesan gamang ini telah membuat korban COVID-19 terus berjatuhan.

Selain itu, upaya pengumpulan dana oleh masyarakat perlu juga diikuti dengan tindakan konkret pejabat publik lainnya, seperti anggota DPR, menteri, juga presiden dan wakil presiden. Apabila masyarakat rela untuk menyisihkan uangnya demi membantu penanggulangan wabah ini, seharusnya pejabat publik juga rela memberikan sebagian atau seluruh gajinya demi kemaslahatan rakyat.

Mempertimbangan kondisi yang saat ini sedang terjadi, Indonesia Corruption Watch mendesak agar :
1. Pemerintah harus mempercayakan penanganan COVID-19 kepada kelompok yang memang ahli di bidangnya yaitu tenaga kesehatan. Kondisi ini diperlukan agar setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan analisis tenaga kesehatan, bukan politik.
2. Pemerintah harus segera melakukan re-alokasi anggaran dari berbagai sumber yang ada, seperti pemindahan ibukota, infrastruktur, dan paket kebijakan pariwisata ke penanganan COVID-19 seperti penyediaan APD untuk tenaga kesehatan dan alat uji swab bagi masyarakat.
3. Pemerintah harus segera melakukan pendataan ke setiap orang yang pernah berinteraksi dengan pasien positif dan dilakukan tes secara massal. Juga, pemerintah memberikan informasi jumlah masyarakat yang telah dilakukan tes secara massal. Informasi tersebut harus disampaikan kepada masyarakat setiap Juru Bicara Gugus Tugas menyampaikan perkembangannya.
4. Pejabat publik harus juga turut serta dalam proses penanggulangan COVID-19 dengan cara mendonasikan penghasilannya.

31 Maret 2020
***
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi

photo6060034783066564993_1.jpg

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan