Pemerintah Harus Ambil Alih Saham Newmont
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah segera mengevaluasi kontrak karya perusahaan ekstraktif yang berpotensi merugikan negara. Negara harus mengambil peran lebih besar untuk mengelola industri ekstraktif.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan, selama ini negara menanggung kerugian hingga trilyunan rupiah akibat tidak maksimalnya penerimaan negara dari royalti yang dibayarkan perusahaan ekstraktif. Selain itu, penerimaan negara dari pajak juga seringkali dimanipulasi. Dari hasil kajian ICW terhadap PT Newmont Nusa Tenggara pada tahun 2004-2010, total kerugian negara akibat kekurangan penerimaan royalti adalah sebesar US$ 237,4 juta.
Pemerintah harus melakukan pengawasan lebih ketat, salah satunya dengan cara turut mengelola perusahaan ekstraktif yang mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia. Agar pengawasan lebih maksimal, negara harus memiliki saham dan menempatkan wakil dalam jajaran direksi. Pengambil-alihan saham oleh negara ini bisa dilakukan melalui konsorsium nasional yang melibatkan institusi pusat(BUMN) dan pemerintah daerah (BUMD)."51 persen saham harus dimiliki negara," tukas Firdaus dalam diskusi "Divestasi Saham Newmont" di Jakarta, Jumat (10/6/2011).
Mirwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) menambahkan, kepemilikan negara terhadap saham PT Newmont NTT ini penting, sebab dapat mengoptimalkan peran pengawasan dan kontrol negara untuk kepentingan nasional. Negara juga dapat mengawal agar royalti, pajak dan segala kewajiban perusahaan benar-benar dibayarkan sesuai ketentuan. “Konsorsium diperlukan agar porsi saham pemerintah berada di level mayoritas dan bisa menempatkan orang di jajaran direksi perusahaan tersebut,” ujarnya.
Dengan menempatkan wakil Indonesia di tingkat direksi atau komisaris, negara dapat mengendalikan dan mengetahui lebih detail mengenai hasil produksi tambang dan penerimaan royalti dari PT. NNT. Tentu saja, ada prasyarat khusus untuk wakil negara dalam direksi newmont, yakni harus kompeten dan memiliki integritas.
PT NTT yang beroperasi di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, merupakan tambang tembaga terbesar kedua di Indonesia setelah PT Freeport. Selain tembaga, tambang ini juga mengekstraksi emas dan perak. Dari aspek bisnis, tambang Newmont sangat menjanjikan dan menarik banyak pihak untuk menguasainya. Saat ini komposisi pemegang saham NNT adalah Newmont & Sumitomo (NTP) 49%, Multi Daerah Bersaing (MDB) 24%, Pukuafu Indah (PI) 17,8%, Indonesia Masbaga Investama (IMI) 2,2% dan Pemerintah RI 7% yang kesemuanya berjumlah 51% dan merupakan pengendali atau operator. Farodlilah