Pemerintah Diminta Usut Korupsi Dana Pengungsi Poso

Setelah melaporkan dugaan korupsi dana jatah hidup dan biaya hidup (jadup/bedup) warga pengungsi Poso ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), kembali membeberkan penyelewengan pemanfaatan dana bahan bangunan rumah (BBR) untuk warga pengungsi Poso yang ditaksir mencapai puluhan miliar.

Direktur YTM Palu, Arianto Sangadji, didampingi Manager Kampanye Mahfud Masuara mengatakan pada Pembaruan di Palu, Senin (28/2), dari Rp Rp 28,341 miliar dana BBR yang telah disalurkan pemerintah sejak tahun 2001 untuk membangun 6.298 unit rumah warga pengungsi Poso, diperkirakan Rp 12,596 miliar lebih telah disunat para pejabat birokrasi pemerintah Provinsi Sulteng dan Kabupaten Poso.

Hasil investigasi YTM di 20 desa di Kecamatan Poso Pesisir, Poso Kota dan Lage, ditemukan rata-rata keluarga pengungsi Poso hanya menerima dana BBR sebesar Rp 2,5 juta dari seharusnya Rp 4,5 juta per unit rumah.

Bahkan ada di antara warga yang menerima di bawah Rp 2,5 juta sehingga jika ditelusuri lebih mendalam lagi maka diperkirakan jumlah dana BBR yang ditilep para oknum pejabat di sini bisa melebihi angka Rp 12,596 miliar, ujar Arianto dan Mahfud.

Tidak hanya itu, lanjut Mahfud, Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinkesos) Sulteng diduga telah menggelembungkan (mark up) jumlah pengungsi Poso menjadi 31.326 keluarga, padahal hasil investigasi YTM tidak mencapai angka seperti itu.

Disebutkan, di Kecamatan Poso Kota, jumlah pengungsi Poso dilaporkan Dinkesos Sulteng sudah menerima jadup/bedup hingga Mei 2004 sebanyak 12.316 keluarga. Padahal hasil investigasi YTM jumlah penduduk di Poso Kota tidak lebih dari 6.397 keluarga.

Dengan demikian, kata Mahfud, telah terjadi penggelembungan data pengungsi di Poso Kota sejumlah 5.949 keluarga. Dan akibat mark up tersebut diduga telah dijarah uang negara sekitar Rp 14,672 miliar dengan asumsi (sesuai ketentuan) setiap keluarga berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mendapatkan Rp 1.250.000 dan non PNS sebesar Rp 2.500.000 per keluarga.

Praktik yang sama lanjut Mahfud, juga terjadi di Kecamatan Poso Pesisir. Dinkesos Sulteng melaporkan jumlah pengungsi 9.236 keluarga (telah terima jadub/bedup). Tapi hasil investigasi YTM, jumlah penduduk di Poso Pesisir hanya 5.148 keluarga dan artinya telah terjadi mark up penduduk 4.178 keluarga. Dengan demikian di kecamatan ini diduga telah dikorupsi uang rakyat sekitar Rp 10,445 miliar.

Rp 1,347 Miliar
Begitu pula di Kecamatan Lage, dilaporkan jumlah pengungsi sudah menerima jadub/bedup 3.885 keluarga. Tapi hasil investigasi YTM di kecamatan itu (sebelum kerusuhan) hanya bermukim 3.346 keluarga sehingga diperkirakan telah dikorupsi uang rakyat sekitar Rp 1,347 miliar.

Kami menganggap jumlah uang negara yang diduga telah dikorupsi di Poso masih lebih besar dari data yang kami temukan. Sebab data itu belum termasuk pemotongan hak-hak pengungsi baik dana jadub/bedup, BBR hingga anggaran pemulangan pengungsi, katanya.

Atas dugaan praktik korupsi tersebut, YTM Palu mendesak aparat penegak hukum agar memeriksa Andi Asikin Suyuti, Kepala Dinkesos Sulteng yang sekarang menjabat Bupati Poso (menggantikan Muin Pusadan yang sudah mengakhiri masa jabatannya).

Asikin menurut Arianto dan Mahfud, dinilai sebagai orang paling bertanggung jawab atas pengelolaan dana BBR, jadub/bedup maupun pemulangan pengungsi Poso pascakerusuhan 2001.

Gubernur Sulteng HA Ponulele, juga harus diperiksa mengingat dana kemanusiaan Poso merupakan dana dekonsentrasi dimana gubernur adalah penanggungjawab di daerah, kata keduanya.

Sebelumnya (Pembaruan 24/2), Dinkesos Sulteng menyatakan total dana kemanusiaan yang telah disalurkan untuk warga pengungsi Poso sejak 2001-2003 Rp 77,680 miliar dana jadub/bedup untuk 31.326 keluarga warga pengungsi Poso. Dan dana BBR Rp 28,341 miliar untuk 6.298 unit rumah.

Kasubdin Program pada Dinas Kesejahteraan Sosial (Kesos) Sulteng, Jufri Total mengatakan total seluruh dana kemanusiaan Poso yang ditangani Dinkesos Sulteng untuk kedua jenis komponen tersebut (jadub/bedup dan BBR) mencapai sekitar Rp 105 miliar lebih. (128)

Sumber: Suara Pembaruan, 1 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan