Pemecatan PNS Koruptor Jalan di Tempat
Pemecatan 1.466 PNS yang menjadi terpidana korupsi berjalan di tempat. Gaji yang berasal dari anggaran milik publik juga terus dibayarkan kepada mereka. Tanpa langkah tegas dari Kemendagri, proses pemecatan yang ditargetkan tuntas bulan April 2019 tidak akan selesai.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah divonis bersalah karena terbukti melakukan korupsi mencapai 2.357 orang. Per September 2018, 98 PNS terpidana korupsi tercatat bekerja di pemerintah pusat dan 2.259 PNS bekerja di pemerintah daerah. Per akhir Januari 2019, 1.466 belum dipecat dari statusnya sebagai PNS.
Lambatnya proses pemecatan menunjukkan ketiadaan komitmen dari Pejabat Pembinaan Kepegawaian (PPK) dari institusi di tingkat pusat dan daerah. Adapun PPK di tingkat pusat adalah menteri, kepala badan, dan instansi lain yang setara. Sedangkan di tingkat daerah PPK adalah Gubernur, Walikota, dan Bupati. PPK di semua tingkatan lalai menjalankan tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Tiga pelanggaran yang dilakukan PPK yaitu:
Pertama, PPK tidak menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU Nomor 5 Tahun 2014) Pasal 87 ayat (4) huruf b yaitu. Kedua, PPK melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP Nomor 11 Tahun 2017) Pasal 250 huruf b.
Ketiga, Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ; Nomor 15 Tahun 2018; Nomor 153/Kep/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan butir Kedua huruf a dan butir Ketiga.
Kemendagri sebagai pihak yang memiliki kewenangan sebagaimana tercantum dalam pasal 373, UU No. 24 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, semestinya berperan aktif dalam merespon lambatnya PPK. Dalam ketentuan tersebut dikatakan bahwa Mendagri memiliki kewenangan konstitusional dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, termasuk dalam hal pemberian sanksi kepada kepala daerah. Apalagi Kemendagri turut menandatangani SKB tentang pemecatan PNS koruptor.
Dalam satu pernyataan yang dilansir di laman media daring, Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan sedang merumuskan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait proses pemecatan PNS Koruptor. Permendagri tersebut mengatur bahwa sekretaris daerah (Sekda) dapat dijatuhi sanksi hingga pemecatan jika tidak memecat PNS terpidana korupsi. Akan tetapi hingga saat ini keberadaan Permendagri tersebut tidak diketahui keberadaannya.
Sementara desakan publik melalui petisi change.org/pecatPNSkoruptor hingga 12 April 2019, telah mencapai lebih dari 779 ribu penanda tangan. Artinya masyarakat menaruh perhatian besar, karena kondisi ini sangat memperihatinkan, tentu akan berdampak pada potensi kerugian negara yang timbul menjadi semakin besar.
Oleh sebab itu, ICW mendesak Kemendagri untuk segera mengambil tiga langkah cepat. Pertama, segera menerbitkan Permendagri yang mengatur pemberian sanksi kepada PPK di tingkat pusat maupun daerah apabila belum memecat PNS terpidana korupsi hingga akhir April 2019. Kedua, pasca dikeluarkannya Permendagri tersebut, Kemendagri juga harus benar-benar memastikan bahwa peraturan yang ia keluarkan ditaati oleh seluruh PPK di tingkat pusat ataupun daerah. Ketiga, Kemendagri harus segera berkoordinasi dengan instansi Kementrian/Lembaga terkait dalam hal ini Kemenpan RB, BKN, dan juga KPK untuk segera mempercepat proses pemecatan PNS terpidana korupsi.
Sejumlah langkah tersebut mendesak untuk segera dilakukan Kemendagri sebagai bagian dari menjaga marwah etika publik yang seharusnya dimiliki oleh lembaga eksekutif selaku pemberi pelayanan publik. Selain itu, hal ini juga upaya agar potensi kerugian negara akibat gaji yang terus dibayarkan kepada PNS terpidana korupsi tidak semakin membengkak.
Indonesia Corruption Watch
12 April 2019