Pembobol BNI dari Gramarindo Susah Dihukum [19/08/04]

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof Dr Bambang Purnomo, Rabu (18/8), dihadirkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai saksi ahli perkara korupsi dana Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan terdakwa lima direktur anak perusahaan Grup Gramarindo. Di antara sejumlah keterangannya, Bambang mengatakan, para terdakwa tersebut hanya sebagai korban dari tindakan aktor intelektual Maria Pauliene Lumowa sebagai bos mereka, dan aktor intelektual pejabat BNI itu sendiri.

Secara teoretis, korban bukan sebagai pelaku atau subyek hukum yang patut diadili, kata Bambang.

Atas pernyataan itu, hakim anggota Yohanes Eter Binti menanggapi, kalau para terdakwa yang mempunyai otoritas sebagai direktur anak perusahaan Grup Gramarindo tersebut sebagai korban, akan susah untuk menghukum para koruptor dalam perkara ini.

Para terdakwa mengambil keputusan bukan semata-mata mendapat pengaruh dari aktor intelektual. Sebagai direktur, para terdakwa memiliki otoritas menerima dana BNI sehingga bukan sebagai korban yang tidak patut dihukum, kata Binti.

Para terdakwa meliputi Ollah Abdullah Agam (Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia), Aprila Widharta (Direktur PT Pan Kifros), Adrian Pandelaki Lumowa (Direktur PT Magnetique Esa Usaha Indonesia), Titik Pristiwanti (Direktur PT Bhinekatama Pasific), dan Richard Kuontul (Direktur PT Metrantara). Dana BNI yang ditransfer ke rekening masing- masing berjumlah sekitar Rp 728,829 miliar.

Sebelum saksi ahli Bambang Purnomo, didengar keterangan saksi lainnya Mieke Hidayah, sebagai kuasa hukum BNI yang pernah menyerahkan surat pernyataan penyerahan 44 sertifikat sebagai aset Gramarindo. Mieke menyerahkan berkas pernyataan tersebut kepada salah satu notaris yang ditunjuk, tetapi saat ini notaris tersebut sudah meninggal.

Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Syamsul Ali tersebut terungkap pihak kejaksaan maupun penyidik kepolisian dari Markas Besar Kepolisian Negara RI selama ini belum melakukan eksekusi terhadap aset-aset Gramarindo yang sebelumnya dinyatakan akan diserahkan kepada BNI. Hal ini mengakibatkan nilai aset Gramarindo yang seharusnya dikembalikan kepada BNI tidak diketahui nilainya.

Menurut penasihat hukum para terdakwa, Soeprijadi, nilai aset Gramarindo yang seharusnya disita itu menjadi sangat penting sebagai barang bukti di persidangan. Nilai pengembalian aset Gramarindo itu seharusnya menutup kerugian negara yang ditimbulkan, kata Soeprijadi.(NAW)

Sumber: Kompas, 19 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan