Pemberian Gratifikasi Harus di Waspadai

Pemberian Gratifikasi Harus di Waspadai

Tidak sedikit koruptor di Indonesia terjerat kasus terkait gratifikasi. Meskipun harus dipahami bahwa tindakan korupsi bukan hanya gratifikasi, akan tetapi meliputi juga tindakan suap, kerugian negara, penyalahgunaan wewenang dan pemerasan. Hal ini harus diwaspadai oleh siapapun baik penyelenggara negara, PNS pusat dan daerah serta pihak swasta atau bahkan pengusaha.

Pengertian gratifikasi secara luas ialah pemberian uang atau hadiah kepada pegawai negeri diluar gaji yang telah ditentukan. Menurut Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, pemberian gratifikasi dilakukan tidak dengan jumlah yang sedikit, namun dapat mencapai ratusan jutan bahkan hingga miliaran rupiah. Karenanya pada ranah pemerintahan atau birokrasi, komitmen perubahan oleh pimpinan sangatlah penting guna menanamkan nilai kepada bawahanya agar tidak korupsi, termasuk salah satunya dengan menerima gratifikasi.

“Hukuman gratifikasi tidaklah sedikit, minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup, karena jumlah yang diterima tidak sedikit dan merugikan negara,” katanya saat ditemui dalam diskuis publik bertema Jakarta Tolak Gratifikasi di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Giri pun menegaskan bahwa yang terpenting jika pegawai negeri disodorkan gratifikasi, mereka harus menolak. Di depan ratusan PNS Pemprov DKI, dirinya menegaskan jika cara tersebut jitu dilakukan. Selain membuat kapok si pemberi gratifikasi, sikap tegas itu juga akan membawa pengaruh positif bagi si penolak. Sekalipun harus diterima, KPK memberikan waktu paling lambat 30 hari untuk dilaporkan.

“Hanya ada di Indonesia pelaporan gratifikasi diberikan waktu selama 30 hari, karenanya gunakan waktu sebaik mungkin karena jika terlambat dan akhirnya ketauan oleh penegak hukum, akan terkena hukuman berat,” ujarnya.

Diapun menegaskan, penolakan gratifikasi dapat dimulai dari pelayanan publik seperti pengurusan surat-surat, baik KTP, Akte, atau Kartu Keluarga (KK). Sikap menolak gratifikasi akan mengembalikan kepercayaan publik kepada PNS DKI, apalagi Pemprov DKI juga sudah memutuskan untuk menaikkan tunjangan.  

“Hal itu bisa dicegah dengan cara memperbanyak cara melaporkan gratifikasi dan pesan moral disetiap sudut ruangan atau kerja PNS. 

"Paling terpenting adalah kalau ada gratifikasi ditolak saja, kalau tidak bisa ditolak terpaksa diterima dan lapor KPK, prinsipnya ditolak. Bayangkan DKI kedepan jika sikap menolak gratifikasi telah meluas di kalangan PNS, pemprov DKI akan menjadi teladan bagi daerah lain,” jelasnya.

Sementara itu, aktifis ICW, Sely Martini mengatakan dalam memberantas korupsi bukan hanya dilakukan dengan memenjarakan koruptor, tetapi juga perlu membangun integritas. Karenanya, jika sikap, perilaku dan sistem tidak diubah maka korupsi akan tetap ada.

“Pasalnya korupsi tidak dilakukan sendirian tetapi bersama-sama. Dan sangat disayangkan mental tersebut dipelihara tanpa ada rasa takut dan malu,” tandasnya.

Terkait perbaikan sistem pelayanan publik yang lebih baik dan bebas dari korupsi, ICW memfasilitasi agar kedepannya suara masyarakat dapat didengar saat mengambil kebijakan. Salah satu yang ditekankan ialah terkait pengadaan. Dari data yang ditangani KPK, 70% kasus yang ditangani diantaranya disebabkan proyek pengadaan yang dimanipulasi. Sedangkan dari data yang dimiliki ICW 60% korupsi yang dilakukan ada pada pengadaan barang dan jasa.

“Ini merugikan banyak pihak, yang lebih terkena imbasnya adalah masyarakat. Seperti kasus di Banten keluarga Gubernur Banten Ratu Atut mendapat 175 proyek senilai Rp 1,148 triliun, dalam hal ini yang sangat dirugikan adalah masyarakat banten dan negara,” papar Sely.

Kepala Inspektorat DKI Jakarta, Lasro Marbun juga ikut bicara, menurutnya pemberian gratifikasi tidak hanya diberikan dalam bentuk uang tetapi dalam bentuk barang dan fasilitas seperti pinjaman bunga, tiket perjalanan wisata, penginapan, dan pemberian cuma-cuma.

“Pihak dalam pemberian gratifikasi itu ada PNS, masyarakat, dan dunia usaha sebagai pemberi. Sedangkan penerima ada PNS, non PNS bahkan korporasi,” ucapnya.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan