Pemberantasan Korupsi; Tunggu Gebrakan Lain Kejaksaan
KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar) dinilai masih belum mampu memperlihatkan kinerja yang bagus dalam penegakan supremasi hukum, khususnya pemberantasan korupsi di Sumbar.
Hal itu diungkapkan Koordinator Forum Peduli Sumatra Barat (FPSB) Adi Surya kepada Media kemarin. Adi menyatakan, sampai sekarang belum terlihat kinerja Kejati Sumbar yang bisa diacungkan jempol dalam penuntasan kasus korupsi, khususnya selama kepemimpinan Antasari Azhar. Sebab, menurutnya, belum satu pun kasus tindak pidana korupsi yang berhasil dituntaskan Antasari di Sumbar.
Artinya, menurut Adi, Antasari dan jajarannya masih perlu bekerja keras dalam banyak hal untuk mengungkap kasus korupsi di Sumbar. Hal itu, lanjut Adi, sesuai dengan Keppres No 5 Tahun 2005 tentang percepatan penuntasan kasus korupsi di Indonesia.
Sampai sekarang masih banyak laporan dari FPSB dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lainnya yang belum ditindaklanjuti oleh kejaksaan.
Seperti laporan tentang adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Limapuluh Kota, indikasi dugaan korupsi dalam pengerjaan Pasar Banto Bukittinggi, ungkapnya.
Kemudian yang mengherankan, menurutnya, tidak adanya pemasukan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari kayu untuk pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Hal itu jelas ada indikasi tindak pidana korupsi, kejaksaan mesti mengusutnya.
Ketidakberesan lain yang diendus FPSB yakni penunjukan langsung (PL) kontraktor dalam pengerjaan suatu proyek. Sesuai dengan Keppres No 80 Tahun 2003, dalam pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan, PL bisa dilakukan jika harga proyek di bawah Rp50 juta.
Kenyataannya, menurut Adi, pihaknya menemukan adanya PL dalam pengerjaan proyek bernilai di atas Rp50 juta.
Dia mengakui, Kejati Sumbar telah menunjukkan prestasi yang patut diacungi jempol dalam menggiring mantan pimpinan dan anggota DPRD Kota Padang dengan hukuman empat tahun penjara.
Tetapi perlu diingat, prestasi yang terlihat sekarang baru itu merupakan pekerjaan kejaksaan sebelum era kepemimpinan Antasari, katanya.
Adi juga menyoroti kejanggalan langkah kejaksaan menangani pelaku kasus illegal logging dengan pasal korupsi. Jelas saja, mereka (kejaksaan) kalah (waktu kasus tersebut dipraperadilankan), sebab illegal logging tidak bisa dianalogikan dengan korupsi, katanya lagi.
Untuk meningkatkan kinerja, Adi menyarankan agar jika kejaksaan kekurangan tenaga dalam penyelidikan/penyidikan kasus-kasus korupsi, mereka merekrut tim-tim ahli guna menolong percepatan penuntasan kasus-kasus tersebut.
Dia juga berharap komisi pengawasan kejaksaan agar bekerja maksimal guna mendorong peningkatan kinerja kejaksaan, termasuk penuntasan kasus-kasus korupsi.
Sementara itu, Ketua Gerakan Pemuda Islam (GPI) Solok M Rasoel, menyatakan masih banyak kasus yang belum terungkap oleh Kejati Sumbar. Misalnya kasus DPRD se-Sumbar yang terkait dengan PP 110, mesti perlu dituntaskan. (Joni Syahputra/B-3)
Sumber: Media Indonesia, 22 Juli 2005