Pemberantasan Korupsi; Hakim Karier "Juara" Bebaskan Terdakwa!
Eksistensi Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta kini tinggal menunggu hari. Desember 2009, pengadilan itu segera berakhir, apalagi jika Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tak kunjung diselesaikan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta, pekan lalu, menyatakan, jika hingga Desember 2009 Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tak juga terbentuk, semua kasus korupsi akan diperiksa di pengadilan negeri (pengadilan umum).
Pertanyaannya, jika nanti kasus korupsi diadili di pengadilan umum, apakah akan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi atau sebaliknya? Dari pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), selama lima tahun terakhir, komitmen pengadilan umum justru dipertanyakan.
Pasalnya, banyak terdakwa kasus korupsi yang diadili pengadilan umum, yang semuanya terdiri atas hakim karier, justru dibebaskan. Ini berbeda dari Pengadilan Tipikor, yang memadukan hakim karier dan hakim ad hoc, yang selama ini tak pernah membebaskan terdakwa korupsi dari hukuman.
Tidak heran jika ICW menjuluki hakim karier sebagai ”juara” membebaskan terdakwa korupsi. Juara karena, dari pantauan ICW di sejumlah pengadilan umum, selama lima tahun terakhir (sejak tahun 2005) jumlah terdakwa kasus korupsi yang bebas di pengadilan umum bukan berkurang, tetapi malah meningkat. Ada kecenderungan pula terdakwa divonis ringan.
Bahkan, dalam semester I tahun 2009, dari 199 perkara dan 222 terdakwa korupsi yang diperiksa dan diputus di pengadilan umum, mulai dari pengadilan negeri (PN), pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung (MA) yang terpantau ICW, 153 terdakwa divonis bebas. Hanya 69 terdakwa yang bersalah.
”Namun, dari yang akhirnya diputus bersalah itu, bisa dikatakan belum memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Masih banyak terdakwa yang divonis di bawah satu tahun penjara,” ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring ICW Illian Deta Arta Sari, Rabu (5/8) di Jakarta.
Dari pengamatan ICW, lima pengadilan yang paling banyak membebaskan terdakwa korupsi adalah PN Makasar dengan 38 terdakwa, MA (13 terdakwa), PN Gresik (9 terdakwa), PN Manado (8 terdakwa), dan PN Solo (8 terdakwa).
Kondisi di pengadilan umum berbanding terbalik dengan Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada semester I-2009, dari 29 perkara dengan 32 terdakwa yang diperiksa dan diputus, tidak ada satu pun yang divonis bebas.
”Semua terdakwa divonis bersalah. Pengadilan Tipikor juga tak pernah menjatuhkan vonis percobaan atau di bawah satu tahun penjara. Rata-rata divonis di atas empat tahun,” kata Febri Diansyah, peneliti ICW.
Pantauan ICW yang menemukan bahwa hakim karier banyak membebaskan terdakwa korupsi tidak membuat kaget ahli hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Muhammad Jamin. ”Karena kinerja peradilan umum tidak maksimal dalam menangani kasus korupsi, Pengadilan Tipikor dibentuk,” katanya.
Namun, diakuinya, banyak faktor yang membuat terdakwa korupsi dibebaskan di pengadilan umum.
Sumber: Kompas, 10 Agustus 2009