Pembaruan Mahkamah Agung Harus Elegan
Komisi Yudisial memastikan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang usulan seleksi ulang 49 hakim agung rampung pada akhir Januari.
Komisi Yudisial memastikan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang usulan seleksi ulang 49 hakim agung rampung pada akhir Januari. Wakil Ketua Komisi Thahir Saimima mengatakan, rapat pleno Komisi pada Kamis lalu menetapkan Chatamar Rasjid, salah satu anggota, sebagai ketua tim perancang Perpu Seleksi Hakim Agung. Setelah selesai, (perpu) disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM, ujar Thahir saat dihubungi kemarin.
Usul seleksi ulang hakim agung masih menimbulkan perdebatan. Kalangan politisi mendukung usul itu. Tapi Ketua Ikatan Hakim Indonesia Djoko Sarwoko menilai usul itu melecehkan Dewan Perwakilan Rakyat dan institusi hakim agung.
Hakim Pengadilan Negeri Medan, Binsar Gultom, meminta Komisi Yudisial sebaiknya tidak menabrak undang-undang. Sebagai hakim, ia setuju dilakukan pembaruan di Mahkamah Agung. Tapi harus dilakukan secara elegan berdasarkan aturan hukum, ujarnya.
Ia menilai Komisi sebaiknya mempelajari dulu semua aturan yang sudah ada, mulai UUD 1945, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Mahkamah Agung, dan Undang-Undang Komisi Yudisial. Jika terbiasa menabrak undang-undang, langkah radikal itu tak akan menyelesaikan masalah, ujarnya.
Menurut dia, jika Komisi Yudisial ingin memperbaiki kinerja hakim agung dan wajah pembaruan peradilan serta Mahkamah Agung, tidaklah mudah dan secara instan seperti membalikkan telapak tangan. Binsar mengatakan, Komisi lebih baik segera memilih calon hakim agung yang muda dan berprestasi.
Undang-Undang Mahkamah Agung, kata dia, mengatakan, jumlah hakim agung di Mahkamah Agung adalah 60 orang, sementara jumlah hakim agung yang ada sebanyak 49. Kenapa Komisi Yudisial tidak berkonsentrasi mencari 11 orang yang terbaik sesuai dengan undang-undang sambil menunggu para hakim agung yang 49 orang itu pensiun, tuturnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, menyatakan bahwa usul perpu itu justru untuk menyelamatkan Mahkamah Agung. Jika ada hakim yang kontra dengan usul ini, pastilah ia hakim hitam, katanya.
Menurut Irawady setelah perpu itu selesai, Komisi Yudisial akan menindaklanjuti dengan mengacu pada Undang-Undang Komisi Yudisial Pasal 13, yang mengatur tentang kewenangan Komisi untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung. SUKMA | ANDRI SETYAWAN
Sumber: Koran tempo, 9 Januari 2006