Pembagian Rp 100.000 Bentuk Lain Politik Uang

Kebijakan pemerintah memberikan uang kepada rakyat miskin sebesar Rp 100.000 per bulan memicu kritik. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida mengkritik mekanisme subsidi semacam itu karena merupakan bentuk lain dari politik uang dan tidak akan menyelesaikan masalah.

Ini bagian dari money politics yang dilakukan pemerintah untuk mendiamkan rakyat sehingga tidak protes, papar Laode ketika ditemui wartawan di Gedung DPD, Selasa (4/10).

Anggota DPD dari Sulawesi Tenggara ini juga menilai, pemberian subsidi langsung tunai sebesar Rp 100.000 setiap bulan kepada rakyat miskin tidak sebanding dengan beban yang harus ditanggung rakyat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang melebihi dari seratus persen. Dia mencontohkan kenaikan harga minyak tanah di pedalaman Buton yang melonjak sampai Rp 5.000 per liter. Belum lagi kenaikan harga kebutuhan pokok dan biaya transportasi.

Dari sisi teori sosial juga keliru karena pemerintah hanya memberi ikan, bukan memberi kail. Yang seharusnya diberikan pemerintah itu bukanlah uang, tetapi pelayanan kepada masyarakat, katanya.

Mengenai tidak terdengar suara DPD, menurut La Ode, hal tersebut disebabkan oleh mayoritas anggota DPD menyetujui kenaikan harga BBM. Sebagian lagi karena banyak anggota DPD yang apatis. Pasalnya, pada Maret lalu yang menolak kenaikan harga BBM lebih dari 50 persen, tetapi tidak digubris.

Sementara di DPR, Sekretaris Fraksi Kebangkitan Bangsa Helmy Faishal Zaini (Jawa Barat VIII) mengatakan, pembicaraan kemungkinan interpelasi tetap dilakukan. Dalam pembicaraan informal, setidaknya 15 anggota F-KB sepakat dengan usulan interpelasi atas kenaikan harga BBM yang keterlaluan dan jauh melampaui kemampuan rakyat itu. Tanpa fraksi menyuruh pun, konstituen di bawah sudah menyuruh mereka, kata Helmy Faishal Zaini.

Helmy menilai, dana kompensasi sebesar Rp 100.000 per bulan untuk keluarga miskin tidak ubahnya money politics, kadeudeuh, untuk membuat rakyat diam. (sut/dik)

Sumber: Kompas, 5 ktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan