Pemanggilan Pejabat Diusulkan tanpa Izin Presiden

Semua penyidikan KPK akan bermuara ke MA.

Advokat senior, Adnan Buyung Nasution, meminta Dewan Perwakilan Rakyat mengamendemen Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menegaskan posisi pejabat negara yang dimintai keterangan dalam proses hukum. Sebaiknya jika jaksa atau penyidik lainnya memanggil bupati, gubernur, anggota parlemen, atau menteri, tidak perlu meminta izin presiden, ujarnya di gedung MPR/DPR kemarin.

Pernyataan Adnan berkaitan dengan kemelut antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Agung berkaitan dengan pemanggilan Ketua MA Bagir Manan sebagai saksi kasus dugaan suap Probosutedjo.

Adnan mengatakan, tindakan Presiden dengan memanggil KPK dan MA bersifat ad hoc. Dengan demikian, kata dia, harus dicarikan penyelesaian permanen untuk kasus seperti ini. Bagaimana kalau presiden atau Ketua DPR yang dipanggil Jaksa Agung? ujarnya.

Nasution mengatakan, pada 1950-an saat masih menjadi jaksa, tidak ada prosedur permintaan izin kepada presiden untuk memeriksa pejabat negara. Mekanisme izin presiden terjadi ketika struktur hierarki kekuasaan lambat-laun berubah menjadi begitu rigid, katanya.

Sebaliknya, jika memang pejabat negara disepakati mempunyai keistimewaan tertentu sehingga prosedur pemeriksaannya memerlukan izin kepala negara, Nasution menyarankan agar hal itu diatur lagi dalam KUHAP.

Advokat lainnya, Todung Mulya Lubis, mendukung usul Nasution. Saya sudah minta soal perizinan itu dihapus sejak para calon presiden berkampanye, katanya. Meski saat ini izin pemeriksaan lebih cepat dikeluarkan presiden, Todung menilai, mekanisme itu menghambat penegakan hukum.

Todung tidak sepakat dilakukan amendemen KUHAP. Izin presiden untuk pemeriksaan pejabat tidak diatur dalam KUHAP, katanya. Jika prosedur izin itu hendak dihapuskan, Todung menyarankan, peraturan yang terkait dengan hak pejabat perlu disempurnakan.

Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Pandjaitan menilai, tindakan Presiden mempertemukan KPK dan MA berlebihan. Keduanya lembaga negara, yang bisa saling berkomunikasi. Tindakan Presiden itu justru bisa mendelegitimasi lembaga peradilan, ujarnya. Trimedya meminta KPK lebih arif. Semua penyidikan KPK akan bermuara ke MA, katanya. WAHYU DHYATMIKA

Sumber: Koran Tempo, 18 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan