Pemanfaatan Fee BPD lewat APBD

KPK Anggap Korupsi jika tanpa Pertanggungjawaban

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang tegas penggunaan fee Bank Pembangunan Daerah (BPD) oleh pemerintah provinsi (pemprov) tanpa lebih dulu dianggarkan dalam APBD. KPK menilai, pemanfaatan uang daerah tanpa pertanggungjawaban sama dengan praktik korupsi.

Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengungkapkan, pihaknya terus menelusuri pemanfaatan aliran dana BPD. ''Prinsip kami, jangan sampai uang-uang itu masuk ke dompet pribadi,'' ujarnya kemarin (16/1).

Menurut dia, uang itu juga tidak boleh digunakan langsung untuk kegiatan atau promosi daerah tanpa disebutkan penganggarannya di APBD. ''Kalau uang daerah, pemanfaatannya harus disebutkan di APBD. Yang pasti, aliran dana itu tidak bisa digunakan langsung,'' ungkapnya. Pemanfaatan uang daerah harus mengacu pada prosedur yang digariskan.

Haryono menambahkan, pelarangan pemanfaatan fee BPD disebabkan banyaknya uang negara yang ditempatkan di bank daerah tersebut. ''Selama ini uang negara itu ditempatkan di BPD. Makanya, kami meminta BI melarang BPD mengalirkan dana lagi,'' ucapnya. Meski begitu, pihaknya juga meminta bank umum menghentikan fee tersebut. Ini mengantisipasi uang negara yang ditempatkan di bank umum.

Dia mengungkapkan, temuan dana di berbagai BPD itu amat jelas. Data jumlah uang didapat dari pemeriksaan KPK di beberapa BPD. ''Jumlahnya tak simpang siur karena kami mendapatkan data dan informasi dari mereka,'' jelasnya.

Sejauh ini, KPK menilai selama 2004-2008 ada aliran fee BPD ke sejumlah pejabat daerah. BPD itu berada di Jatim, Jateng, Jabar Banten, Sumut, DKI Jakarta, dan Kaltim. Nilai aliran dana mencapai Rp 360 miliar. KPK juga akan menjelaskan secara detail jika BPD meminta penjelasan.

Sebelumnya, KPK memberikan tenggat satu semester (enam bulan) kepada para pejabat yang menerima dana supaya segera mengembalikan uang yang mereka terima. KPK juga akan mengawasi kepatuhan para pejabat dalam mengembalikan uang-uang itu ke kas daerah

Kementerian Dalam Negeri menyambut tindakan tegas KPK. Kementerian itu bahkan menurunkan tim untuk mengecek siapa saja kepala daerah yang menerima aliran dana. ''Tim itu berada di bawah koordinasi langsung Dirjen BAKD (Bina Administrasi Keuangan Daerah),'' tegas Kapuspen Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang kemarin (16/1).

Saut mengatakan, hasil investigasi di lapangan itu akan dikomunikasikan ke pihak-pihak terkait. Antara lain, KPK, Bank Indonesia (BI), dan Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah). Menurut dia, pelarangan fee BPD itu merupakan domain BI. Tapi, karena terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah, pihaknya turun tangan. (git/aga/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 17 Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan