Peluang Mengadili Soeharto Terbuka

Presiden setuju untuk tidak mengambil keputusan.

Meskipun Kejaksaan Agung telah mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan, masih ada peluang membawa mantan presiden Soeharto ke meja hijau. Peluang itu ada pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Taufiequrachman Ruki, ketua lembaga itu, kemarin menyatakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lembaganya dapat mengambil alih kasus korupsi dari kejaksaan jika ada hambatan atau campur tangan dari pemerintah, lembaga yudikatif, atau parlemen.

Ruki mengungkapkan kemungkinan itu setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantornya di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Ruki mengaku telah meminta Presiden mengadili Soeharto sesuai dengan amanat Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998. Jangan ada penyelesaian politik dalam masalah ini karena itu masalah hukum, katanya.

Menurut Ruki, Presiden setuju dengan KPK. Karena itu, Presiden tidak mengambil keputusan.

Namun, KPK belum mau melakukan langkah konkret. Kami tidak ingin sikap dan pernyataan yang dikeluarkan KPK nantinya akan dijadikan alat bagi pihak-pihak tertentu, kata Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Ketika ditanyai mengenai perbedaan keputusan Presiden dengan Jaksa Agung yang mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan, Ruki menjawab tidak ada silang pendapat atau perbedaan antara Presiden dan bawahannya.

Peluang mengadili Soeharto juga datang dari Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution. Ia kemarin mengatakan lembaga yang dipimpinnya dapat menelusuri dugaan korupsi Soeharto di luar kasus dugaan korupsi di 12 yayasan yang penuntutannya telah dihentikan oleh kejaksaan. (Kasus) yang lebih besar adalah kebijakan yang saat itu beliau ambil, kata Anwar.

Menurut Anwar, kebijakan bidang hukum dalam penanganan kasus Soeharto belum jelas. Pemeriksaan kekayaan Soeharto, misalnya, hanya ditujukan pada lingkup kecil, yakni yayasan yang dikelola atas namanya saja. Padahal, kata Anwar, pengusutan dugaan korupsi Soeharto mestinya tidak hanya menyangkut yayasan-yayasan itu.

Anwar menyebutkan, banyak potensi penyimpangan pengelolaan keuangan negara pada masa Soeharto yang dapat menjadi celah untuk menjeratnya. Karena dulu (kebijakan) deregulasi, privatisasi, dan debirokratisasi dilakukan (Soeharto) sebagai instrumen korupsi, kata Anwar.

Dia menyayangkan berhentinya proses pengadilan Soeharto karena kini tidak ada lagi dasar hukum bagi negara untuk mengambil aset-aset yayasan itu. AGUS SUPRIYANTO | SUNARIAH | WAHYUDIN FAHMI | RAMIDI

Sumber: Koran Tempo, 17 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan