Pelayanan Publik Kota Bogor Tidak Terganggu

Kejaksaan Negeri Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/3), menahan Wali Kota Bogor Achmad Ru’yat, tersangka kasus dugaan korupsi dana penunjang kegiatan DPRD Kota Bogor tahun 2002 yang merugikan negara Rp 6,1 miliar. Namun, Pemerintah Kota Bogor menjamin pelayanan publik tidak akan terganggu.

”Sudah ada tugas pokok dan fungsi masing-masing. Tentu ada dampak untuk mewakili wali kota yang biasanya dilakukan wakil wali kota, nanti oleh pimpinan satuan kerja perangkat daerah,” ujar Sekretaris Daerah Kota Bogor Bambang Gunawan, menanggapi penahanan Ru’yat.

Menurut dia, selama ini wakil wali kota dominan berperan di bidang pengawasan dan kepegawaian. Setelah Ru’yat ditahan, fungsi tersebut akan langsung ditangani oleh Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bogor. Oleh karena itu, pelayanan masyarakat dan kinerja pemerintahan akan tetap berjalan.

Pada Selasa, sekitar pukul 12.30, Ru’yat memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Bogor. Ia langsung masuk ke ruangan Kepala Seksi Pidana Khusus. Sekitar pukul 13.30, ia keluar lewat pintu belakang, didampingi penasihat hukumnya, langsung masuk ke mobil tahanan Kejaksaan Negeri Bogor untuk dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Paledang di Kota Bogor.

Penahanan itu bersamaan dengan penyerahan berkas, tersangka, serta barang bukti dari jaksa penyidik ke jaksa penuntut. Tiga hari sebelumnya, Kejaksaan Negeri Bogor, secara internal menyatakan berkas perkara kasus Ru’yat lengkap sehingga statusnya naik dari penyidikan menjadi penuntutan.

”Kami menahan Ru’yat dengan pertimbangan nurani, karena rekan-rekannya sudah menjalani, terutama Ketua DPRD Kota Bogor 1999-2004 M Sahid. Malah beliau sudah menerima putusan pengadilan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Bogor A Ghazali Hadari, seusai penahanan Ru’yat.

Menurut dia, M Sahid dituntut penjara empat tahun penjara dan Pengadilan Negeri Bogor juga menjatuhkan vonis empat tahun penjara. Pihaknya juga masih banding terkait dengan putusan pengadilan negeri yang memvonis sekitar 30 anggota DPRD Kota Bogor 1999-2004.

”Sebelum habis masa penahanan 20 hari, kami akan melimpahkan berkasnya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Bandung,” ujarnya.

Kasus dugaan korupsi itu merupakan kelanjutan dari proses hukum terhadap 34 anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 atas kasus serupa. Penggunaan anggaran penunjang kegiatan DPRD tahun 2002 dinilai tumpang tindih sehingga merugikan negara Rp 6,1 miliar.

Saat dimintai tanggapannya ketika menuju mobil tahanan, Ru’yat hanya tersenyum. Sambil bercanda kepada wartawan ia berujar, ”Kapan kita main bola lagi.”

Namun, penasihat hukum Ru’yat, Aldefri Malin Bagindo, menilai alasan penahanan Ru’yat tidak masuk akal. Karena itu, pihaknya menolak menandatangani berita acara penahanan.

Menurut dia, kejaksaan menyebut alasan penahanan karena khawatir melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau menghilangkan barang bukti. Padahal, sebagai pejabat publik, Ru’yat tidak mungkin melarikan diri. Begitu pula, tidak mungkin menghilangkan barang bukti maupun mengulangi perbuatan serupa.

”Kami masih memikirkan apakah akan mengajukan penangguhan penahanan atau mempraperadilankan kejaksaan,” ujarnya.

Demonstrasi
Menjelang penahanan, puluhan simpatisan Ru’yat berunjuk rasa di depan pagar Kejaksaan Negeri Bogor. Massa yang mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Peduli Bogor (Gempur) ini menuntut semua terdakwa kasus dugaan korupsi dana penunjang kegiatan DPRD Kota Bogor tahun 2002 bebas murni. Mereka menilai, ada dalang yang bermain dalam kasus tersebut untuk kepentingan pribadi dan golongan.

Dalam demonstrasi itu simpatisan Ru’yat saling dorong dengan polisi yang berjaga di Kejaksaan Negeri Bogor. Para pengunjuk rasa menjebol pagar, tetapi polisi berhasil mendorong mereka keluar pagar. Polisi akhirnya mengamankan empat pengunjuk rasa yang dinilai menjadi provokator. (GAL)
Sumber: Kompas, 9 Maret 2011
-------------
Wakil Walikota Bogor Ditahan
Terancam penjara empat tahun.

Wakil Wali Kota Bogor Ahmad Ru'yat ditahan atas dugaan korupsi Dana Penunjang Kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor tahun anggaran 2004 senilai Rp 6,5 miliar. Penahanan dilakukan kemarin, setelah tahap penuntutan rampung.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri Bogor selama satu jam. Ia lalu dibawa dengan menggunakan kendaraan tahanan kejaksaan bernomor polisi F-682-A menuju Lembaga Pemasyarakatan Paledang.

''Berbeda dengan pemeriksaan, di tahap penuntutan kami yang punya kewenangan, tidak perlu lagi izin presiden,'' kata Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor A. Ghazali Sadari.

Menurut Ghazali, Ru'yat terancam hukuman penjara empat tahun karena melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Pada 28 Februari lalu, Ru'yat diperiksa pertama kali, tapi langsung pulang. Alasannya saat itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah, Pasal 36 ayat 3, tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan harus mengajukan izin tertulis ke presiden.

Lebih lanjut Ghazali mengatakan penahanan terhadap Ru'yat dilakukan demi rasa keadilan terhadap 42 rekan lainnya yang sudah lebih dulu dipenjara. ''Rasa keadilan juga menjadi pertimbangan,'' katanya.

Ketua DPRD periode 2002-2006 M. Sahid lebih dulu mendekam di Lapas Paledang. Dia divonis empat tahun penjara. Sedangkan 41 anggota Dewan lainnya yang tersandung kasus yang sama diganjar hukuman bervariasi, dari 1 hingga 1,5 tahun penjara.

Namun Kejaksaan Negeri Bogor tengah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung untuk 41 anggota Dewan tersebut. ''Kami upayakan vonis yang dijatuhkan minimal sama dengan M. Sahid, empat tahun penjara,'' kata Ghazali.

Total tersangka perkara ini 44 orang, tapi dua orang meninggal, yakni Rudi Samsudin dan Uhar Komarudin. Mereka terjerat kasus korupsi berjemaah Dana Penunjang Kegiatan DPRD Kota Bogor 2004 senilai Rp 6,5 miliar. Saat itu Ru'yat menjabat Wakil Ketua Dewan periode 2002-2006, dan menjadi yang terakhir disidik kejaksaan.

Sementara itu, Ru'yat, yang mengenakan pakaian yang sama seperti akhir Februari lalu, safari abu-abu, tidak berkomentar banyak. "Saya tidak bisa main bola lagi," katanya, yang didampingi Aldefri Malin Bagindo, kuasa hukumnya.

Pernyataannya pada pemeriksaan pertama adalah menghormati proses hukum. Dan ketika itu, ibu-ibu berpakaian putih menggelar aksi unjuk rasa di halaman Gedung Kejaksaan Kota Bogor, meminta agar Ru'yat dibebaskan. DIKI SUDRAJAT
 
Sumber: Koran Tempo, 9 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan