Pelapor Rekening Jenderal Dianiaya Orang Tak Dikenal

Kapolri Bantah Polisi Terlibat

Aksi kekerasan kembali terjadi setelah mencuatnya dugaan transaksi tidak wajar dalam rekening sejumlah perwira (jenderal) Polri. Setelah pelemparan bom molotov di kantor majalah Tempo Selasa dini hari (6/7), kali ini aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun dianiaya orang tak dikenal.

Tama merupakan peneliti Divisi Investigasi ICW yang melaporkan kasus dugaan rekening mencurigakan milik perwira Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Pembacokan terjadi kemarin (8/7) pada pukul pukul 03.45 di sekitar pertigaan kawasan Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan.

Dia dihajar dengan pukulan dan bacokan, khususnya di bagian kepala. "Kejadiannya tiba-tiba, saat saya dan teman saya pulang dari nonton bola bareng di Kemang," papar Tama, yang kini terbaring di Rumah Sakit Asri, kawasan Duren Tiga, kemarin.

Sepulang dari nonton bareng, tutur dia, dirinya yang berboncengan dengan rekannya, Laode Muammar Khadafi, dipepet dua motor RX King di arah menuju pertigaan Duren Tiga. Bersamaan dengan dua motor tersebut, ada sebuah mobil Toyota Avanza berwarna silver yang ikut melaju di samping Tama.

Tiba-tiba salah satu motor yang dikendarai dua orang asing itu memotong jalan motor Tama. Korban kaget sehingga langsung jatuh tersungkur bersama rekannya. Keduanya terlempar dari motor. Khadafi tergeletak sekitar 10 meter dari Tama. Sementara itu, Tama terseret motor RX King lainnya, yang juga dikendarai dua orang.

Saat itulah Tama dihajar habis-habisan. Empat pengendara motor tersebut mendatangi Tama yang masih mengenakan helm standar. Helm Tama dibuka. Kemudian, pemukulan tersebut terjadi. Tama dipukul berkali-kali dengan benda tumpul. Setelah itu, pelaku membacok kepala Tama beberapa kali. Korban lantas roboh, sedangkan para pengendara motor RX King tersebut langsung melarikan diri. "Waktu buka helm saya, mereka bilang 'Itu dia, itu dia' berulang-ulang," tutur Tama. Kini kepala Tama masih diperban.

Gara-gara pembacokan tersebut, Tama menderita luka memar di bagian belakang kepala dan lengan atas. Aksi itu juga menyisakan tiga luka sayatan yang menganga. Satu sayatan terdapat di bagian depan kepala. Luka tersebut ditutup dengan 12 jahitan. Dua sayatan lain mengenai bagian belakang kepala Tama. Masing-masing ditutup dengan sebelas dan tujuh jahitan. Total, ada 30 jahitan di kepala Tama.

Meski babak belur, Tama masih bisa mengingat sosok dan jumlah penganiaya itu. Menurut dia, mereka berjumlah empat orang. Khusus pembacok dirinya adalah laki-laki berbadan tegap dengan tinggi sekitar 168 sentimeter. Logat bahasa laki-laki tersebut, papar dia, mirip dengan orang dari kawasan Indonesia Timur.

Selain itu, Tama mampu berpikir jernih. Toyota Avanza yang diparkir tidak jauh dari lokasi pemukulan tersebut ikut pergi ketika empat penganiaya tersebut meninggalkannya. Namun, beberapa saat kemudian, Toyota Avanza itu balik ke lokasi kejadian dan mengembalikan helm Tama.

Dari mobil misterius tersebut, keluar satu orang yang kemudian menawarkan bantuan untuk membawa Tama ke rumah sakit terdekat. Namun, Tama menolak tawaran itu. "Firasat saya, Avanza itu adalah komplotan mereka. Kalau saya ikut, bisa habis saya," ucap Tama yang akhirnya dibawa ke RS Asri dengan motor tersebut.

Meski kemarin kondisi korban membaik, ICW memutuskan membawa Tama ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tujuannya, mengecek kemungkinan perdarahan di otak. "Karena Rumah Sakit Asri tidak memiliki alat MRI (magnetic resonance imaging, Red), kami bawa dia ke RSCM yang punya alatnya. Kalau ada apa-apa, ya Tama dirawat di sana. Kalau tidak, dia kembali dirawat di sini," papar Koordinator ICW Danang Widoyoko saat ditemui di Kantor ICW, kawasan Kalibata.

Danang menuturkan, berdasar fakta dan keterangan yang dikumpulkan, tindak kekerasan terhadap Tama bukan kasus kriminal biasa. Penyebabnya adalah masalah personal. Ada beberapa indikasi yang menguatkan dugaan bahwa penganiayaan Tama berkaitan dengan kasus yang kini ditanganinya sebagai aktivis ICW. "Tidak ada barang berharga yang diambil saat pemukulan. Pelaku banyak dan berkelompok. Yang paling penting, hanya Tama yang menjadi sasaran, sementara Khadafi dibiarkan," tegas Danang.

Selain itu, Danang mengungkapkan, sekitar seminggu sebelum kejadian tersebut, beberapa orang asing berseliweran di sekitar Kantor ICW. Tama merasa dikuntit sejak tiga hari lalu. Danang menjelaskan, Kamis pekan lalu, dua orang asing berusaha memasuki Kantor ICW dengan memanjat pagar. "Diteriaki, diam saja. Ketika hendak kami datangi, mereka kabur," ujarnya.

Dia menambahkan, pekan lalu Tama berulang-ulang dihubungi wartawan bernama Roni yang mengaku dari media Kompas. Wartawan asing tersebut minta dilibatkan oleh Tama dalam sebuah investigasi. Ketika diajak bertemu Senin lalu, yang bersangkutan setuju, tapi menolak masuk. "Dia hanya menunggu di luar dengan mobil Toyota Innova yang berwarna hitam. Sampai sore, dia terus di situ dengan mesin mobil dihidupkan," papar dia. Namun, ketika dikonfirmasi kepada Kompas, tidak ada wartawan yang bernama Roni.

Indikasi lain diketahui dari rekan Tama, Khadafi, yang lolos dari penganiayaan. Dia menuturkan, sebelum dirinya dan Tama nonton bareng, empat polisi dari polda mendatangi Tama. Mereka datang dengan pakaian preman pada pukul 20.00 ke Kantor ICW. "Mereka (Tama dan empat polisi polda, Red) berdiskusi. Tapi, saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan," ungkap Khadafi yang juga ditemui di Kantor ICW tersebut.

Merespons penganiayaan tersebut, kemarin sejumlah aktivis dari beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) berkumpul di Kantor ICW. Mereka bersama-sama mengecam kekerasan terhadap Tama. Di antara para aktivis tersebut, tampak Ketua Kontras Usman Hamid, Sekjen TII Teten Masduki, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, serta para aktivis dari Walhi, YLBHI, dan HRWG.

Teten menyebutkan, kekerasan yang dialami Tama merupakan upaya membungkam aktivis antikorupsi. "Ini teror fisik untuk membangun rasa takut di kalangan aktivis antikorupsi. Tapi, kita tegaskan kita tidak takut. Kita akan terus membongkar kasus korupsi," tegasnya.

Senada dengan Teten, Usman juga menegaskan bahwa pelaku sengaja membidik bagian kepala Tama untuk menghancurkan daya pikir yang bersangkutan. Dia mengatakan, tidak hanya teror fisik, tapi juga teror politik yang ingin menghancurkan antikorupsi. Usman pun meyakinkan publik bahwa penganiayaan terhadap Tama berkaitan erat dengan kasus bom molotov di Tempo dan rekening gendut polisi. "Kejadian ini terlalu dekat dengan Tempo dan rekening polisi. Hampir mustahil membantah keterkaitan dengan keduanya," ujarnya.

Di kantor presiden, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri meminta semua pihak tidak langsung menuduh polisi di balik aksi pembacokan aktivis ICW dan pelemparan bom molotov di kantor Tempo. Kapolri sudah memerintahkan Kapolda Metro Jaya menyelidiki aksi kekerasan tersebut.

"Tidak ada. Tidak mungkin. Jangan menuduh dulu. Saya minta. Tolong. Jangan ada masalah ini kemudian menuduh polisi. Tolong, tidak seperti itu. Karena tidak ada kita perintahkan anak buah kita seperti itu. Tolong, jangan langsung tulis tuduh polisi," kata Kapolri seusai mengikuti rapat kabinet paripurna.

Kapolri mengatakan, saat ini pihaknya memeriksa saksi-saksi. "Ini suatu perbuatan tidak terpuji. Sekarang memeriksa saksi-saksi dan kita cari petunjuk lain. Mudah-mudahan segera terungkap untuk yang Duren Tiga (pembacokan aktivis ICW) dan kantor Tempo," kata Kapolri. "Kita tidak ada masalah dengan teman-teman Tempo, teman ICW. Semua sudah clear. Sudah selesai," tegas Kapolri.

Aksi kekerasan terhadap aktivis itu juga menarik perhatian Presiden SBY. Presiden meminta pengungkapan tuntas kasus itu sehingga bisa menghindari adanya pihak lain yang memanfaatkan situasi tersebut. "Saya ingin segera dicari tahu sebabnya. Siapa itu yang melakukan, motifnya apa, tujuannya apa. Demikian juga yang terakhir, kekerasan terhadap aktivis dari sebuah NGO," kata SBY dalam rapat kabinet paripurna.

"Jangan sampai diadu domba satu sama lain. Jangan sampai ada yang mengail di air keruh, mem­bawa ketidaktenteraman kehidupan masyarakat kita," tambah SBY. (ken/fal/sof/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 9 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan