Pelantikan Jefferson Memperolok Demokrasi

Pelantikan Jefferson Rumajar sebagai Wali Kota Tomohon, Sulawesi Utara, merupakan olok-olok demokrasi dengan mengatasnamakan hukum dan undang-undang. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat harus segera mencari jalan keluar agar peristiwa serupa tidak terulang,

”Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus segera direvisi untuk mencegah terulangnya olok-olok demokrasi seperti dalam kasus Jefferson. Syarat utama pejabat publik harus tidak bermasalah,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Akbar Faizal, Minggu (9/1) di Jakarta.

Namun, revisi itu harus diikuti dengan penegakan hukum yang benar. ”Jangan sampai nanti ada calon yang berpotensi menang di pilkada, tetapi beda pendapat dengan kekuasaan tiba-tiba dijadikan tersangka tanpa alasan yang jelas,” kata Akbar.

Jumat (7/1), Jefferson dilantik sebagai Wali Kota Tomohon untuk masa jabatan kedua oleh Gubernur Sulawesi Utara Sarundajang. Jefferson dilantik di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, karena dia menjadi terdakwa perkara korupsi dana APBD Kota Tomohon periode 2006-2008 dengan kerugian negara sekitar Rp 33,4 miliar.

Malik Haramain, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, juga berharap aparat hukum tidak menjadi alat kekuasaan jika kelak ada ketentuan bahwa mereka yang sedang terlibat masalah hukum tidak boleh ikut di pilkada atau bahkan pemilu.

”Sejak dahulu saya setuju bahwa mereka yang telah menjadi tersangka, apalagi terdakwa, tidak boleh maju di pilkada. Kepala daerah yang menjadi tersangka seharusnya juga langsung nonaktif,” tutur Malik.

Ketentuan itu, lanjut Malik, secara hukum mungkin dapat dituding melanggar asas praduga bersalah. Namun, secara politik, hal itu amat dibutuhkan untuk menjaga efektivitas dan legitimasi pemerintahan serta akal sehat demokrasi. (NWO)

Sumber: Kompas, 10 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan