Pejabat Nonpublik Bisa Dipidana Korupsi
Pejabat nonpublik bisa dipidana korupsi, terutama bila korupsi yang dilakukannya terkait dengan kepentingan-kepentingan umum.
Aturan ini mengadopsi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UN Convention Against Corruption/ UNCAC) yang memperluas definisi korupsi tidak hanya yang dilakukan oleh pejabat publik, tetapi juga yang dilakukan oleh pejabat swasta, bahkan pejabat- pejabat organisasi internasional.
Hal ini diungkapkan anggota tim perumus revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Indriyanto Seno Adji, Jumat (20/7).
Kemarin, tim perumus revisi UU Pemberantasan Tipikor kembali mengadakan rapat pembahasan. Hadir dalam pertemuan itu, perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kepolisian, serta kejaksaan.
Indriyanto mencontohkan, suap menyuap di bidang olahraga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tipikor. Ataupun jika pejabat di sebuah rumah sakit melakukan korupsi yang berakibat pada menurunnya pelayanan kepada masyarakat yang datang berobat, bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tipikor yang sedang direvisi ini.
Pembahasan masih belum selesai. Tadi rapatnya tidak terlalu lama. Pembahasan lebih detail akan dilanjutkan dalam rapat berikutnya, kata Indriyanto.
Masukan-masukan lain adalah pengaturan mengenai dana nonbudgeter. Tim perumus mengadopsi UU Pemberantasan Korupsi di Rusia yang telah melarang pengumpulan dan penggunaan dana nonbudgeter ini.
Menurut PPATK, dana nonbudgeter sebenarnya masuk dalam lingkup keuangan negara. Untuk itu, kami merinci dana nonbudgeter yang dipergunakan untuk tujuan lain, misalnya yang mengalir ke partai-partai politik atau DPR, ungkap Indriyanto.
Belajar dari kasus dugaan korupsi dana Departemen Kelautan dan Perikanan dengan terdakwa Rokhmin Dahuri, Indriyanto menegaskan, di dalam revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini tidak hanya bisa memidanakan sang pemberi uang, melainkan juga yang menerima uang.
Bahkan, partai politik juga bisa dikenai. Dan, untuk menghindari error in persona, mengingat modus suap dan korupsi itu sedemikian canggih, maka tidak hanya orang yang menerima uang saja yang dipidana, tetapi pemimpin partai politik juga harus ikut bertanggung jawab.
Ini untuk menghindari error in persona, misalnya uang yang diterima oleh tukang sapu yang disuruh oleh pengurus partai politik. Jangan sampai hanya tukang sapu itu saja yang kena, tetapi pengurus partai politik juga akan kena, ungkap Indriyanto. (VIN)
Sumber: Kompas, 21 Juli 2007