Pejabat Negara; Izin Presiden Hambat Penegakan Hukum
Adanya ketentuan tentang izin pemeriksaan yang harus dikeluarkan presiden bagi penyelenggara negara yang diduga terlibat dalam perkara pidana dianggap tidak efektif.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Ketentuan itu dapat mereka gunakan untuk menghindar dari proses penyelidikan dan penyidikan, kata Adnan T Husodo dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Rabu (14/3).
Menurut Adnan, para penegak hukum pun sering berdalih tidak melanjutkan pemeriksaan atau terhambat memeriksa karena ketiadaan izin tersebut. Kondisi itu tentu memperburuk upaya penegakan hukum terutama jika kasus-kasus itu bersentuhan dengan para penyelenggara negara, khususnya para wakil rakyat dan pejabat negara.
Tidak hanya itu, diskresi yang dilakukan presiden pun dapat terpengaruh karena pasal-pasal dalam kedua undang-undang itu. Adnan berasumsi, seorang presiden dapat saja tidak memberikan izin pemeriksaan karena pejabat negara yang terlibat dalam sebuah kasus berasal dari partai yang sama atau memiliki afiliasi politik.
Advokat senior Todung Mulya Lubis yang dihubungi terpisah mengatakan, baginya izin pemeriksaan itu memang harus dihapuskan, apalagi Indonesia masih dikungkung oleh iklim kolusi dan korupsi.
Namun, di sisi lain, ia menyarankan agar profesionalisme para penegak hukum harus ditingkatkan. Jika tidak, posisi itu akan dimanfaatkan untuk penyalahgunaan kekuasaan. (JOS)
Sumber: Kompas, 16 Maret 2007