PDIP Pakai Dua Jurus Perlawanan; Sutjipto: Ini Penzaliman Politik

Gawat!. Kubu PDIP rupanya mempersiapkan perlawanan dua jurus menyusul pengumuman kejati Bali soal tersangka dugaan korupsi APBD, 5 Januari lalu. Jurus pertama adalah perlawan lewat jalur hukum. Kedua, mereka yakin kasus ini bertendensi politis, sehingga PDIP juga mempersiapkan jurus politik.

Perlawanan hukum diakukan dengan dibentuknya tim adokasi dari tingkat pusat hingga daerah. Sedangkan dari sisi politik PDIP akan bergerak lewat fraksi masing-masing DPRD. Hal ini terungkap dalam pertemuan DPP PDIP dengan 150 kader PDIP Bali dari unsur DPD, DPC dan PAC kemarin.

Pertemuan itu digelar di sekretraiat DPD PDIP Bali, jalan banteng No 1 Denpasar. Yang menarik, pertemuan itu langsung dipimpin Sekjen PDIP Ir Sutjipto, bersama dua tim advokasi hukum DPP PDIP yakni, Gayus Lumbuun SH dan Syarif Bastaman SH.

Menariknya lagi, Gubernur Bali Dewa Made Beratha juga hadir dalam pertemuan itu. Dia bahkan duduk berdampingan dengan Sutjipto, IBP Wesnawa dan Sekretaris DPD PDIP IGA Rai Wirajaya.

Tak jelas disebutkan, apakah kehadiran Dewa Beratha disana dalam kapasitas sebagai gubernur atau selaku kader yang direkrut PDIP. Tapi banyak kader PDIP bilang bahwa kehadiran Beratha saat itu dalam kapasitas sebagai kader banteng.

Selain tokoh partai moncong putih itu, kader PDIP yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Bali juga hadir. Termasuk para bupati. Hanya Bupati Badung, AA Oka Ratmadi dan Wali Kota Denpasar AA Puspayoga yang tak tampak.

Sebagaimana pantauan koran ini, Dewa Berata maupun Wesnawa ternyata kompak tidak menggunakan mobil dinas mewahnya. Dewa Beratha saat itu datang mengendarai Toyota Kijang DK 1091 CA. Sedang Wesnawa menaiki Toyota Kijang tahun 1990-an DK 1027 JK.

Acara nyaris saja tidak diliput wartawan. Pasalnya, Rai Wirajaya (Sekretaris PDIP), awalnya menyatakan pertemuan itu tertutup untuk wartawan. Tapi setelah ditegur Sutjipto, Wirajaya meralat dan menyatakan pertemuan terbuka untuk umum serta bisa diliput secara leluasa oleh pers.

Pertemuan itu tidak lain menyikapi proses hukum pihak Kejati Bali tentang dugaan korupsi APBD yang menimpa hampir semua pentolan PDIP Bali. Tidak main-main, dihadapan kadernya Sutjipto terang-terangan menuding bahwa pengusutan penyimpangan APBD itu lebih kental muatan politiknya ketimbang muatan hukumnya. Proses hukum ini bagian dari upaya pusat kekuasaan untuk melumpuhkan PDIP dengan cara merusak citra partai. Ini jelas penzaliman politik terhadap PDIP, tudingnya serius.

Tetapi dirinya tidak memungkiri bahwa memang ada kader PDIP yang layak diproses dalam kasus ini. Namun katanya, hanya sebagian kecil saja alias tidak semuanya seperti yang diumumkan Kejati. Inilah yang menurut dia sebagai bentuk penzaliman politik. Karena itu kalau disakiti, asah tanduk kalian, teguhkan hati, kuatkan semangat banteng ketaton, demikian Sutjipto menyemangati kader banteng.

Bahkan tanpa tedeng aling-aling Sutjipto menuduh upaya ini sengaja dilakukan pemerintah di bawah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam rangka melanggengkan kekuasannya. SBY menurutnya akan memperkuat legitimasi kekuasaanya dengan mencari kendaraan politik yang berbasis besar. Hasil Munas Golkar adalah jawaban terhadap fenomena ini, ungkapnya.

Bukan hanya itu. Dia juga menduga pemerintah sekarang akan berusaha habis-habisan untuk mendongkel Megawati Soekarnoputri dalam Kongres II PDIP Maret mendatang. Dia melihat ada upaya memisahkan Mega dari massa pendukungnya terutama di Bali, dengan pengungkapan kasus dugaan korupsi APBD ini.

Cara-cara ini menurutnya sama dengan yang dilakukan pemerintahan orde baru diawal pemerintahannya. Tataran sekarang bukan hanya pertarungan politik, tapi sudah memasuki pertempuran ideologi, katanya.

Lho, bukankah langkah politik justru akan menimbulkan instabilitas?. Yang mengguncang stabilitas itu siapa, jangan dibalik dong, tandasnya balik bertanya, saat ditanya usai pertemuan. Artinya apakah PDIP akan melawan dengan pengerahan massa?. Saya tidak komentarai itu, kelitnya sembari berlalu dari kerumunan wartawan. (rid)

Sumber: Radar Bali, 10 Januari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan