PDI-P Nonaktif

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meminta dua anggotanya di Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat tidak aktif dahulu. Sebab, sejumlah fraksi di DPR belum menjalankan keputusan rapat pimpinan DPR, yaitu menarik dan mengganti anggotanya di BK DPR.

”Kami minta klarifikasi dahulu kepada pimpinan DPR, mengapa ada fraksi yang tidak konsisten dengan keputusan rapat pimpinan (rapim) DPR,” kata Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo, Selasa (30/11) di Jakarta.

Menurut Tjahjo, rapim DPR yang diikuti pimpinan fraksi di DPR, Kamis lalu, memutuskan, semua fraksi akan menarik dan mengganti pimpinan serta anggotanya di BK DPR paling lambat Senin, 29 November 2010. Langkah ini untuk menyelesaikan konflik internal di BK DPR.

Namun, Selasa, saat Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menetapkan kembali BK DPR, ternyata hanya 4 dari 11 anggota yang diganti. Fraksi PDI-P mengganti semua anggotanya. M Prakosa menggantikan T Gayus Lumbuun sebagai Ketua BK dan Sri Rahayu menggantikan M Nurdin.

Fraksi Partai Demokrat (F-PD) mengganti seorang dari tiga anggota BK. Darizal Basir digantikan Abdul Gafar Pattape. Fraksi Partai Golkar (F-PG) mengganti satu dari dua anggotanya di BK DPR, yaitu Chairuman Harahap digantikan Edison Betaubun.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), F-Partai Amanat Nasional (PAN), F-Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan F-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak mengganti anggotanya di BK DPR.

Menurut Tjahjo, adalah urusan rumah tangga setiap fraksi jika mereka tak mengganti anggotanya di BK DPR. ”Kami ingin klarifikasi kepada pimpinan DPR, bagaimana nasib keputusan rapim DPR itu?” ujar Tjahjo.

Prakosa juga belum bisa memastikan kapan mulai bekerja sebagai Ketua BK. ”Sesuai perintah fraksi, saya juga akan menunggu dahulu klarifikasi dari pimpinan DPR,” ujarnya.

Konflik di BK DPR menajam sejak Gayus Lumbuun selaku Ketua BK menerima pengaduan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan terkait dugaan pelanggaran etika oleh delapan anggota BK yang berkunjung ke Yunani. Mereka berkunjung ke Turki pula. Gayus menindaklanjuti pengaduan itu. Ia meminta pimpinan fraksi menonaktifkan anggota BK teradu sesuai aturan DPR.

Kedelapan anggota BK yang diadukan itu adalah Chairuman, Darizal, Nudirman, Ali Maschan Moesa, Salim Mengga, Abdul Rozaq Rais, Usman Jafar, dan Anshori Siregar. Enam anggota BK teradu itu dipilih lagi oleh fraksinya menjadi anggota BK DPR.

Taufik Kurniawan menyatakan siap berkoordinasi dengan F-PDIP. Namun, dia menegaskan, pimpinan DPR hanya dalam posisi menerima dan tidak dapat mengintervensi fraksi dalam menentukan anggota di BK DPR.

Lecehkan akal sehat
Secara terpisah, Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia menilai, enam fraksi di DPR melecehkan akal sehat rakyat dengan tak mengganti anggotanya di BK DPR. Enam fraksi itu adalah F-PD, F-PG, F-PKS, F-PAN, F-PPP, dan F-PKB.

”Langkah enam fraksi itu tidak hanya memperburuk citra DPR, tetapi juga menimbulkan pertanyaan, apakah perombakan itu semata karena adanya konflik internal atau ada pengaduan dugaan pelanggaran etika yang dilakukan delapan anggota BK ketika ke Yunani, Oktober lalu?” kata Ray Rangkuti.

Koordinator Indonesia Parliamentary Center Sulastio, secara terpisah di Jakarta, menilai pula, penyelamatan dan penegakan citra BK DPR akan gagal lantaran mayoritas anggotanya adalah wajah lama. Mereka mayoritas juga berstatus teradu.

BK DPR, lanjut Sulastio, juga akan sulit menyelesaikan pengaduan pelanggaran kode etik dari masyarakat. Enam dari 11 anggota BK berstatus teradu. Pimpinan fraksi tak menonaktifkan mereka sesuai aturan BK DPR.

”Keseriusan mayoritas fraksi di DPR patut dipertanyakan,” kata Sulastio di Jakarta, Selasa. Ia mengingatkan, perombakan keanggotaan BK dilakukan untuk menyelamatkan lembaga itu dari konflik internal yang tak kunjung berakhir. Semua fraksi seharusnya menarik anggota lama dan mengganti dengan yang baru.

Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan menduga pimpinan dan mayoritas fraksi di DPR sengaja membiarkan konflik BK berlarut-larut sehingga lembaga itu tak menjadi kuat. (nwo/nta)
Sumber: Kompas, 1 Desemebr 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan