PB NU: Fatwa Tak Salati Koruptor untuk Ulama

Fatwa NU bahwa ulama tak menyalatkan jenazah koruptor masih menjadi polemik. Ketua Umum Tanfidziyah PB NU Said Aqil Siradj menilai, ada anggapan yang salah dari sejumlah pihak selama ini terhadap fatwa tersebut.

Dia menegaskan bahwa NU tidak pernah mengeluarkan fatwa larangan menyalatkan jenazah koruptor yang beragama Islam. "Penegasan ini penting karena banyak yang masih salah paham," ujar Said Aqil kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (21/8).

Secara hukum, lanjut dia, salat jenazah tetap fardu (wajib) kifayah. "Yang difatwakan hanyalah bahwa para ulama atau kiai dianjurkan tidak ikut menyalatkan jenazah koruptor, bukan melarang menyalatinya," tegasnya.

Fatwa tersebut, menurut Said, diharapkan menjadi sanksi sosial agar menjauhi tindak pidana korupsi. "Fatwa itu keluar juga didasari hadis Nabi Muhammad SAW," imbuh alumunus Universitas Ummul Qurro, Makkah, tersebut.

Dia menceritakan, suatu saat Nabi Muhammad memerintahkan para sahabat menyalatkan jenazah seorang sahabat lainnya yang meninggal dalam perang Khaibar. Namun, pada kesempatan itu, justru nabi tidak ikut menyalatkannya. "Sesungguhnya, sahabatmu ini telah melakukan korupsi di jalan Allah," terang Said, mengungkap jawaban Nabi Muhammad atas pilihan sikapnya tersebut.

NU, lanjut dia, hanya mengikuti saran nabi tersebut. Yaitu, ulama tidak ikut menyalatkan koruptor yang meninggal. "Sedangkan, salat jenazahnya tetap harus dilakukan karena hukumnya fardu kifayah. Jadi, biarlah orang lain saja yang menyalatkan," tegasnya.

Fatwa tersebut sebenarnya bukan fatwa baru yang dikeluarkan NU. Imbauan itu sebenarnya sudah dikeluarkan pada Musyawarah Nasional Alim Ulama di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, pada 25-28 Juli 2002. (dyn/c6/tof)
Sumber: Jawa Pos, 23 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan