Pauline Anggap Opera Sabun; Rencana Penayangan Buron Kasus Korupsi
Rencana penayangan koruptor buron di televisi ditanggapi dingin oleh Maria Pauline Lumowa, salah seorang tersangka pembobol BNI Kebayoran Baru senilai Rp 1,3 triliun. Menurut Pauline, penayangan itu tidak efektif.
Mengapa? Menurut dia, tanpa penayangan pun keluarga Pauline sudah tahu siapa-siapa yang menjadi buron dalam kasus BNI. Menurut saya pribadi, bila gambar saya ditayangkan, baik di Indonesia, di luar negeri, bahkan ke luar angkasa sekali pun, tentunya sudah tidak baru lagi, kata Pauline dalam surat elektronik (email)-nya kepada wartawan koran ini di Jakarta kemarin.
Pauline sejak dua tahun terakhir bermukim di Amsterdam, Belanda, untuk menghindari penyidikan kasus BNI oleh tim penyidik Mabes Polri. Meski bersembunyi jauh di lain benua, toh Pauline selalu mengikuti perkembangan proses hukum, termasuk perkembangan kasus BNI dan rencana Kejagung menayangkan buron di televisi. Itu diikuti lewat internet.
Pauline mengatakan, penayangan buron sejatinya pernah dilakukan aparat beberapa tahun lalu. Tetapi, hasilnya nihil. Tak satu pun koruptor bisa dipulangkan. Akhirnya malah tidak jadi…, ungkap perempuan kelahiran Sulut itu.
Pauline menuturkan, bila sekarang hendak diprogramkan lagi, itu tak ubahnya seperti skenario opera sabun. Sejak awal sampai sekarang bagaikan cerita yang nggak nyambung, dari satu episode ke episode lain menjenuhkan, jelas bos Grup Gramarindo itu.
Menurut dia, aparat idealnya mengupayakan berbagai proses pemulangan daripada menayangkan buron di televisi. Aparat diminta untuk mengedepankan pendekatan persuasif sekaligus membenahi proses hukum.
Para buron, termasuk saya, tentu ingin pulang ke tanah air. Tetapi, sekarang saya belum tertarik, mengingat masih ada lubang-lubang hukum. Saya masih prihatin dengan sistem hukum di Indonesia, aku Pauline.
Dia lantas mencontohkan penanganan kasus pembobolan BNI. Dia menilai, penyidik Mabes Polri kurang serius mengungkap fakta sesungguhnya terkait kasus yang diduga merugikan negara Rp 1,3 triliun tersebut. Sampai sekarang perkara yang digelar tidak ada perkembangan yang mampu menembus tembok BNI, jelas Pauline.
Sejumlah kejanggalan itu, antara lain, tidak dibukanya rekening dana recovery Grup Gramarindo di Bank of New York, Bapepam yang tidak pernah membuka laporan tahunan BNI, dan dugaan perlindungan dari lembaga terkait.
Lebih jauh, Pauline menegaskan berbagai sensasi terkait pengungkapan kasus BNI, khususnya soal keengganan polisi membuka alur dana L/C Grup Gramarindo yang dikembalikan di rekening BNI di Bank of New York melalui Cadmuss Pte. Itu nggak pernah diungkap, lantas dibuatlah sensasi seperti (persidangan) pemerasan penyidik, baik (terdakwa) dari Gramarindo maupun BNI, jelas perempuan yang akrab disapa Erry itu.
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh maupun JAM Pidsus Hendarman Supandji sebelumnya menegaskan rencana penayangan buron diperlukan sebagai shock therapy pemulangan mereka dari luar negeri. Kejagung masih menyiapkan draf edaran jaksa agung sebagai dasar penayangan tersebut. Nah, jika kelak edaran tersebut sudah diterbitkan, kejaksaan se-Indonesia diinstruksikan untuk menyerahkan daftar buron untuk dinominasikan penayangannya.
Pauline merupakan satu-satunya buron tersangka kasus pembobolan BNI yang belum menjalani proses hukum karena sedang berada di luar negeri. Pada November 2005, Pauline lewat pengacaranya, O.C. Kaligis, pernah menyurati Kapolri sekaligus menunjukkan iktikad ingin menyerahkan diri dengan kesiapannya bertemu dengan dua penyidik Brigjen Pol Gorries Mere dan Kombespol Benny Mamoto di Belanda. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 11 Agustus 2006