Pasukan Perdamaian; Keberangkatan Diundur, Peluang Tender Terbuka
Pengunduran keberangkatan Pasukan Garuda ke Lebanon, dari semula 28 September 2006 menjadi 24 Oktober 2006, memberi angin segar bagi DPR yang menghendaki transparansi anggaran.
Komisi I DPR menilai, dengan pengunduran keberangkatan itu maka tidak ada alasan lagi bagi Departemen Pertahanan untuk memaksakan membeli 32 panser senilai Rp 287 miliar dari Perancis yang tanpa tender. Dengan pengunduran ini, peluang untuk tender makin besar. Alasan mendesak tak ada lagi, tegas anggota Komisi I dari Fraksi Partai Amanat Nasional Deddy Djamaluddin Malik, Kamis (14/9).
Ini dikatakan menanggapi perubahan jadwal keberangkatan Batalyon Mekanis TNI sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB dalam Kontingen Garuda XXIII-A ke Lebanon hingga Oktober. Perubahan dilakukan karena ada penyesuaian dari markas besar pasukan interim PBB di Lebanon, ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Moh Sunarto dalam siaran pers, Kamis (14/9).
Namun, pemberangkatan akan tetap dilakukan dua tahap. Tim aju (advanced team), yang mestinya berangkat 20 September diundur menjadi 10 Oktober. Sementara tim badan utama (main body), menjadi 24 Oktober.
Menurut Deddy, waktu sebulan cukup untuk melakukan tender. Kalau memang produk panser dari Perancis yang terbaik dan murah, bisa tetap dipilih. Proses tender akan menghindarkan institusi TNI dari tudingan miring. Tapi, kalau Dephan nekat tanpa tender juga silakan. Tapi, itu akan menimbulkan implikasi politik, karena hak budget ada di DPR, tegasnya.
Namun Sekjen Dephan Sjafrie Sjamsoeddin, yang sekarang berada di Perancis sebagai Ketua Tim Indonesia untuk pembelian 32 panser jenis VAB buatan Renault Truck, menyatakan proses pembelian dilakukan terbuka dan melibatkan atase ekonomi dan perdagangan Kedutaan Besar RI.
Pembelian dilakukan langsung antar negara, tanpa melalui pihak ketiga, sehingga harga menjadi jauh lebih murah. Presiden Perancis Jacque Chirac sudah meminta pabrik menurunkan harga jual ke Indonesia, ujar Sjafrie dalam siaran persnya, Kamis. (DWA/SUT)
Sumber: Koran Tempo, 15 September 2006
-----------
Sementara itu . . .
Petinggi Departemen Pertahanan Siap Mundur
Departemen Pertahanan siap mundur apabila ditemukan bukti penyelewengan dana pembelian 32 panser VAB dari Renault Truck, Prancis, lewat penunjukan langsung. Menurut juru bicara Departemen Pertahanan, Brigadir Jenderal Edy Butar Butar, sikap itu ditegaskan setelah sejumlah anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat menyangsikan akuntabilitas dan transparansi pembelian ini.
Departemen Pertahanan siap memberhentikan pelaku yang terbukti melakukan markup, katanya seusai Forum Komunikasi Departemen Pertahanan di Universitas Pancasila, Depok, kemarin. Edy menanggapi sikap menolak penunjukan langsung pembelian panser dari anggota Komisi Pertahanan.
Edy mengatakan keputusan Departemen Pertahanan membeli panser itu diambil karena Angkatan Darat hanya memiliki panser tua. Syarat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, (usia) panser di bawah 10 tahun, katanya. Padahal panser VAB milik Indonesia dibuat pada 1997.
Kemarin sejumlah anggota Komisi Pertahanan DPR masih ngotot mendesak Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono membeli 32 panser Vehicule l'Avant Blinde lewat tender. Menurut anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi PDI Perjuangan, R.K. Sembiring Meliala, Sidang Paripurna DPR pada Selasa lalu menetapkan dana pembelian panser bisa cair. Namun, pemerintah harus mengikuti syarat dari Komisi Pertahanan.
Komisi Pertahanan akan membentuk tim kecil yang mengawasi pengadaan panser. Pemerintah harus bisa membuktikan bahwa pembelian langsung bisa menekan harga. Tapi yakinkan tim kecil dengan argumen tepat, kata Sembiring.
Dua hari lalu, Juwono mengaku mendapat izin membeli panser Prancis dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selasa lalu, sebelum berangkat ke Helsinki, Finlandia, Presiden telah meneken keputusan tentang pemberangkatan pasukan ke Libanon, yang juga mengatur pembelian panser dari Prancis. Penunjukan langsung, kata Juwono, sesuai dengan aturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah serta keputusan soal pengadaan barang dan jasa militer. RIEKA | RADEN RACHMADI | DIMAS ADITYO
Sumber: Kompas, 15 September 2006