Pasca Praperadilan SDA, Momentum KPK dan MA Beri Kepastian Hukum

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Agung (MA) harus menyatakan sikap pasca putusan praperadilan perkara Suryadharma Ali. Hal ini penting, guna memberi kepastian hukum dalam penetapan tersangka bukan obyek praperadilan.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho mengatakan, pasca putusan praperadilan pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan melalui Hakim Tati Hadiati pada Rabu (8/4/2015). Seyogianya, KPK serta MA dapat mengambil langkah hukum.

Dalam hal ini, KPK sebaiknya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan praperadilan yang diputuskan oleh Hakim Rizaldi. Terlebih dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2014 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksana Tugas Bagi Pengadilan.

"Dalam putusan hakim Sarpin  yang mengabulkan gugatan praperadilan Budi Gunawan dan menetapkan tersangka sebagai obyek yang tidak diatur dalam (Undang-Undang Hukum Acara Pidana) KUHAP dapat disebut penyelundupan hukum," tegas Emerson.

Selain itu, MA harus membuat Surat Edaran (SE) terkait pembatasan lembaga praperadilan yang memiliki wewenang liminatif sesuai Pasal 77 KUHAP. Akibat dari putusan praperadilan yang diputus oleh hakim Sarpin, munculah gelombang permohonan praperadilan yang diajukan tersangka korupsi.

"Jika ini dibiarkan akan menghambat proses hukum yang berjalan dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya.

Sebelumnya, Mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK terkait dengan dugaan kasus korupsi penyelenggaraan haji di Kemenang tahun 2012-2013. Pada 23 Februari 2015, SDA melayangkan permohonan praperadilan ke PN Jaksel dengan menggugat KPK atas penetapnya sebagai tersangka.

Dalam pertimbanganya hakim PN Jakarta Selatan, Tati Hadiati menyatakan penetapan tersangka SDA oleh KPK bukan merupakan upaya paksa. Penetapan tersangka merupakan syarat untuk melakukan upaya paksa lainya seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan. Hakim juga berpendapat, lembaga praperadilan memiliki wewenang limitatif. keputusan tersebut diatur dalam Pasal 77 Kitab  KUHAP. Dengan demikian, sah atau tidaknya penetapan tersangka bukan obyek praperadilan. Maka, permohonan SDA ditolak seluruhnya.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan