Pasal Status Terdakwa pada Undang-Undang KPK Digugat

Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto, dua pemimpin nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, meminta Mahkamah Konstitusi mencabut pasal pemberhentian tetap jika menjadi terdakwa dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Bambang Widjojanto, salah satu pengacara Chandra dan Bibit, mengatakan kliennya meminta agar Pasal 32 ayat (1) angka 3 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal tersebut mengatur bahwa pemimpin KPK diberhentikan secara tetap bila menjadi terdakwa.

”Pasal ini diskriminatif dan melanggar asas praduga tak bersalah,” kata Bambang saat mendaftarkan permohonan hak uji di Mahkamah Konstitusi kemarin. Permohonan itu diajukan Bambang tanpa kehadiran Chandra dan Bibit.

Menurut Bambang, tidak ada undang-undang lain yang mengatur bahwa pemimpin lembaga negara harus berhenti tetap bila menjadi terdakwa. Umumnya, kata dia, pemberhentian tetap berlaku jika divonis bersalah sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Seorang terdakwa, Bambang melanjutkan, belum tentu divonis bersalah oleh pengadilan. "Bagaimana kalau pimpinan KPK divonis bebas?" ujarnya. Karena itu, ketentuan itu dinilai melanggar asas praduga tak bersalah.

Bambang juga menilai pemberhentian secara tetap setelah menjadi terdakwa dimanfaatkan untuk mengintervensi KPK. Polisi telah menetapkan Chandra dan Bibit sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang. Mereka juga dituduh menerima suap dari Anggoro.

Di tempat terpisah, Ahmad Rivai, juga pengacara Bibit dan Chandra, mengatakan akan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu ini. Mereka akan membeberkan rekayasa kasus yang menimpa kliennya. “Presiden selalu mengatakan, siapa pun yang terlibat harus diproses secara hukum. Itu yang kami pegang,” ujar Rivai.

Menurut dia, dokumen yang berisi kronologi kasus suap dari bos PT Masaro, Anggoro Widjojo, kepada kliennya sengaja direkayasa. Dia mengaku memiliki bukti bahwa dokumen disusun dari kesaksian palsu. Dokumen itulah, menurut Ahmad, yang menjadi dasar polisi menetapkan kliennya sebagai tersangka. SUTARTO | ANTON SEPTIAN

Sumber: Koran Tempo, 14 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan