Partai Politik Memburu Rente

Partai politik di Indonesia tidak memiliki sistem penggalangan dana yang inovatif. Pendanaan yang masih mengandalkan subsidi negara, iuran kader dan sumbangan pihak ketiga, membuka peluang patronase bisnis dan politik yang korup.

Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengkritisi sumber pendanaan parpol yang berbasis sumbangan, karena pengelolaannya tidak transparan. Hingga saat ini, tranparansi dan akuntabilitas belum diterapkan dalam laporan keuangan parpol. Revisi UU no 2 tahun 2008 tentang Partai Politik hanya mengatur perlunya transparansi anggaran dari negara. "Utamanya dana yang bersumber dari pihak ketiga, tidak cukup jelas dan terukur," ujar Abdullah dalam konferensi pers "Perburuan Rente Pendanaan Parpol" di Sekretariat ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Jumat (20/5).

Minimnya tranparansi, menurut Abdullah, juga memuluskan upaya pencarian dana dari sumber-sumber yang tidak benar, termasuk melalui korupsi anggaran negara. Pola pengerukan uang negara untuk kepentingan parpol ini terlihat dalam sejumlah kasus korupsi yang berhasil dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet di Palembang, misalnya, keterlibatan petinggi partai terbaca jelas. Abdullah menilai, korupsi yang menjerat Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam dan disebut-sebut menyeret Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazarudin serta anggota Badan Anggaran DPR Angelina Sondakh, telah didesain sejak awal. "Ada upaya mengegolkan proyek melalui lobi di DPR guna meloloskan anggaran. Sementara di ranah bisnis, "pemenang tender" sudah siap menjalankan," tutur Abdullah.

Ketika kasus korupsi terkuak, partai politik cenderung berada di posisi melindungi kadernya, karena memiliki kepentingan untuk keberlangsungan sumber dana. Dukungan itu biasanya berupa klarifikasi bahwa kader tidak terlibat kasus dan penyediaan fasilitas pengacara.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Ade Irawan mengatakan, partai membutuhkan pendanaan yang begitu besar, sementara sumbernya terbatas. "Akibatnya, terjadi rente kebijakan dan anggaran negara," pungkas Ade. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan