Parpol Tidak Serius Melaporkan Dana Kampanye

Partai politik tidak serius menyajikan laporan dana kampanye. Parpol dinilai masih sekadar memenuhi formalitas ketimbang bersungguh-sungguh melaporkan setiap rupiah yang mengalir masuk ke kasnya. KPU harus lebih tegas menindak partai politik bandel. Sebab, bahaya dana haram yang dijadikan ongkos kampanye, masih mengintai Pemilu 2014 .

“Kalau dana-dana gelap ini masuk, rekening kandidat pemilu ini akan jadi tempat masuk sangat empuk. Hasil korupsi, bisnis gelap, sangat mungkin masuk lewat rekening kandidat,” tukas Ibrahim Fahmy dari Transparansi Internasional Indonesia pada konferensi pers di ICW, Senin (31/12) lalu. Menurutnya, laporan dana kampanye parpol sekarang ini tidak bisa mendeskripsikan keuangan partai politik yang sebenarnya.

Peneliti ICW Donal Fariz menilai parpol peserta pemilu tidak serius dalam menyajikan laporan dana kampanye. “Tidak ada rekening khusus yang dicantumkan. Misalnya catatan aset-aset parpol. Di Nasdem, catatan kandidat tidak ada,” jelas Donal.

Menurut Donal, ini bisa dilacak dari laporan penyumbang tidak rinci dan tidak sesuai format yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lewat Peraturan KPU (PKPU) No. 17 Tahun 2013.

Donal menekankan, “Jangan sampai pelaporan dana kampanye triwulan ini hanya sebagai persyaratan administratif belaka. Ibarat benih, parpol sebagai penyebar benih, kalau ada benih busuk di situ, maka busuklah pemilu,” ungkapnya.

Menurut Donal, mengawal dana kampanye parpol adalah bentuk menjaga pemerintah dan demokrasi agar tidak dibajak cukong politik. Bila dana ilegal menyusup sebagai ongkos kampanye, para donatur “murah hati” ini boleh jadi akan mendapatkan balas jasa seperti proyek-proyek APBN. “Kita nanti bisa melihat keuntungan-keuntungan dan kemudahan-kemudahan yang diberikan ke penyumbang,” kata Donal.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti ICW Abdullah Dahlan menegaskan, “Sumber dana kampanye harus dipastikan sah secara hukum. Bukan dari tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pencucian uang. Fenomena 2013, kasus korupsi yang sulit tidak dikatakan beririsan dengan pendanaan politik.”

“Derajat demokrasi kita harus meningkat. Integritas modal-modal politik kontestan pemilu harus adil,” kata Abdullah.

Fahmy menjelaskan pemilu tahun ini adalah perubahan konfigurasi politik dan ekonomi. “Yang di belakang parpol tidak mau muncul ke permukaan, tapi pengaruhnya muncul lewat dana kampanye. Dari sinilah terjadi konfigurasi baru itu,” tuturnya.

Korupsi politik, lanjut Fahmy, diawali karena tidak adanya pembatasan praktek-praktek “investasi”. “Korupsinya memengaruhi kebijakan. Memberi uang dengan melanggar hukum. Ini harus jadi perhatian kita semua,” ia memperingatkan.

Komisi Pemilihan Umum, nilai Fahmy, belum menyentuh wilayah ini. Padahal, Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sudah getol meminta nomor rekening partai politik dan para calon legislatif yang akan bertarung di Pemilu April mendatang.

Laporan dana kampanye parpol masih buruk

“Semua parpol tidak paham bagaimana cara bikin laporan. Laporan ini terkesan seadanya, sekadar mengagalkan kewajban dan formalitas administrasi saja,” tutur Fahmy.

Walaupun semua sumbangan kandidat dicantumkan, tapi tidak mengikuti persyaratan pasal 19 PKPU 17/2013. “Semua sumbangan ditaruh di kolom jasa. Jasa ini tidak ada standarnya,” keluh Fahmy.

Fahmy menuturkan, ada banyak komponen yang harus dilaporkan, baik terkait penyumbang perseorangan dan juga kelompok. “Selain identitas dan NPWP, mereka harus menyertakan data yang membuktikan bahwa dana sumbangan berasal dari sumber yang halal,” kata Fahmy. Kewajiban mencantumkan identitas ini diatur kelas di pasal 19 PKPU No. 17 Tahun 2013.

“Selain asal-asalan, ada empat kolom yang hilang dari formulir laporan dana kampanye partai politik, yaitu: kolom NPWP, identitas jelas, verifikasi kewajaran penyumbangan dan verifikasi latar belakang penyumbang.” jelas Fahmy.

Walaupun demikian, Fahmy mengakui PKPU ini cukup baik. “Mungkin masalah timbul karena bisa jadi KPU tidak memberi sosialisasi untuk mengisi tabel-tabel ini. Selain itu, tidak ada partai politik yang mencantumkan rekening khusus dana kampanye. Padahal, UU No. 8Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif mensyaratkan peserta pemilu menyerahkan laporan rekening dana kampanye. Hal ini juga menciderai persyaratan verifikasi pemilu, di mana rekening dana kampanye harus sudah tercatat ketika KPU memverifikasi parpol jelang pemilu. “

Sejak dulu, secara formil ICW sudah mendorong KPU untuk meminta partai politik peserta pemilu memenuhi kewajiban ini. “Namun, KPU seolah-olah menganggap itu bukan persoalan dia. Ini sangat mengecewakan,” ungkap Fahmy prihatin.

“Padahal, maksud dasar pengaturan dana kampanye adalah agar pemilu tidak dipengaruhi sumber-sumbe dana gelap yang nantinya bikin gelap demokrasi juga,” kata Fahmy.

Sebaiknya, saran Fahmy, KPU jangan menganggap ini sekadar pelaksanaan tahapan formalitas, tetapi memerhatikan kualitasnya juga.

“Penyerahan laporan awal dana kampanye tahap pertama ini buruk,” nilai Fahmy. KPU, lanjutnya, dapat bersikap tegas dan lebih ‘galak’ dengan memberi penilaian terhadap laporan parpol. “Apakah sudah sesuai dengan PKPU. Kalau masih jelek, kembalikan ke parpol untuk diperbaiki. Kalau tidak diperbaiki, publik bisa menilai, laporan ini tidak bisa diterima,” ujarnya mantap.

Laporan dana kampanye Pemilu 2014 menunjukkan ada peningkatan jumlah penerimaan parpol dibandingkan dengan Pemilu 2009. Berikut perbandingannya:

No.

Partai Politik

Dana Kampanye 

Pemilu 2009

Dana Kampanye Pemilu Legislatif 2014

Laporan Awal Periodik 3 Bulanan (Per Desember 2013 )

1.

PARTAI GERINDRA

308.770.923.325

144.000.000.000

2.

PARTAI DEMOKRAT

234.632.119.225

135.000.000.000

3.

PARTAI GOLKAR

142.906.032.921

75.037.763.861

4.

PKS

36.258.788.361

32.000.000.000

5.

PARTAI HANURA

19.197.263.575

135.528.000.000

6.

PAN

17.858.157.150

86.342.968.557,-

7.

PDIP

38.944.436.113

130.000.000.000

8

PKB

3.609.500.000

54.204.938.236

9.

PPP

18.338.239.000

45.000.000.000

10.

PBB

10.953.625.927

29.600.000.000

11.

PKPI

 

19.000.000.000

12.

Nasdem

 

41.186.935.500

Tabel 1. Perbandingan dana kampanye Pemilu 2009 dengan Pemilu 2014

Menurut Abdullah, ini menunjukkan tren biaya demokrasi yang mahal terus bertahan. “Demokrasi berbiaya mahal ini terkonfirmasi. Partai lebih mengandalkan faktor uang dibanding citra dalam kontestasi,” jelasnya.

“Rekening calon yang terpisah dari rekening parpol adalah ini cacat prosedural, sebab ini syarat mutlak verifikasi parpol peserta pemilu. Di sinilah publik bisa menilai, apakah parpol dan KPU sebagai penyelenggara pemilu menempatkan dana kampanye sebagai masalah inti,” ungkap Abdullah.

Abdullah menekankan, “Kalau KPU coba menutupi soal rekening khusus dan parpol, dan dana kampanye, saya kira ini kompromi terhadap perintah undang-undang. Jika KPU tidak membuka juga, ini ada persoalan serius.”

Selain itu, laporan rutin dana kampanye parpol per tiga bulan ini juga terlambat. Jatuh temponya Oktober lalu, namun baru diumumkan 27 Desember 2013 lalu. Menurut Abdullah, celah-celah keterlambatan ini memungkinkan penerimaan tidak tercatat, dan membuka ruang uang terlarang masuk sebagai ongkos kampanye.

Sebagai negara yang menganut sistem pemilu proporsional terbuka, seharusnya laporan dana kampanye calon legislatif juga diumumkan ke masyarakat. Sesungguhnya, hal ini sudah dimandatkan PKPU, bahwa seluruh caleg wajib mencatat dan melaporkan dana kampanye mereka. Sehingga publik juga mengetahui caleg mana yang konsisten dan mematuhi peraturan dana kampanye.

“Membeli” kandidat

Pemilu 2014 juga masih diwarnai fenomena “membeli kandidat” atau candidacy buying, di mana caleg menyetor ke partainya, namun setoran ini tidak dimasukkan sebagai sumber penerimaan parpol.

Abdullah menceritakan, ada caleg-caleg yang mengakui diminta parpol untuk menyumbang ala kadarnya tapi dalam bentuk tunai.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga dinilai lambat mengawasi. Menurut Abdullah, Bawaslu harus berkomitmen untuk mengawasi dana kampanye. Hingga kini, peraturan Bawaslu tentang dana kampanye juga belum disahkan. “Apakah Bawaslu hanya tur ke luar negeri, untuk verifikasi pemilih luar negeri?” tanya Abdullah.

Inisiatif soal pengawasan dana kampanye justru malah datang dari luar penyelenggara pemilu, yaitu PPATK. PPATK meminta nomor rekening dana kampanye peserta pemilu pada KPU. “Harusnya inisiatif ini lahir dari Bawaslu dan KPU. Serahkan saja compact disc (CD) berisi data ini ke PPATK, untuk memantau transaksi dana,” saran Abdullah.

Bantuan sosial (bansos) adalah salah satu lumbung haram dana kampanye yang harus dicermati. Peraturan pemilu dengan tegas melarang dana pemerintah dipakai untuk modal kampanye. Di beberapa kementerian, jumlah dana bansos tahun anggaran 2013 meningkat dibanding tahun sebelumnya.

Fenomena ini juga nyata dalam beberapa pemilihan kepala daerah, di mana dana bansos meningkat tajam di daerah yang kepala daerah incumbent (petahana)-nya maju lagi sebagai calon kepala daerah.

“Pegaturan dana kampanye dan kepatuhan parpol harus dimaknai sebagai upaya membangun integritas pemilu. Pemilu harus dibangun dengan bersih, sehingga kompetisi berjalan adil dari berbagai aspek, terutama soal pendanaan kampanye,” tutup Abdullah.

Unduh laporan ICW terkait dana kampanye partai politik dalam Pemilu 2014.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan