Pansus Pilih KPK Usut Kasus Bailout Bank Century

Pansus Angket Bank Century menanggapi dingin rencana Mabes Polri untuk menindaklanjuti hasil akhir. Anggota Pansus Angket Century Andi Rahmat menyatakan, pansus tidak akan memberikan banyak rekomendasi kepada polisi.

''Kami berusaha keras untuk tidak melibatkan polisi. Polisi kan di bawah presiden,'' katanya di gedung DPR, Jakarta, kemarin (22/2).

Menurut Andi, dengan meminimalkan keterlibatan polisi, bukan berarti pansus tak percaya kepada korps baju cokelat itu. Pertimbangannya adalah temuan data dan fakta yang sesuai untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ''Ranahnya (temuan pansus) lebih cocok di KPK. Bukan hanya itu, KPK juga lebih independen,'' ujarnya.

Sementara itu, Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi kemarin menegaskan bakal menangkap siapa pun yang disebut bersalah dalam kasus Century. Syaratnya, pansus harus menyebut pihak yang mesti bertanggung jawab dalam kasus pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun tersebut.

"Siapa pun (nama yang disebut pansus, Red), kami akan menindaknya. Kami bakal menindaklanjuti. Sebab, itu sudah diatur dalam pasal 27 ayat 1 UUD '45. Yakni, equality before the law," tutur Ito setelah rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi III (bidang hukum) di gedung DPR kemarin (22/2).

Namun, papar Ito, tetap harus ada proses atas tindakan tersebut. Kalau harus meminta izin presiden, Polri akan taat terhadap prosedur itu. "Seperti memanggil bupati, kepala daerah, kami harus meminta izin presiden," ucap mantan Kapolda Sumatera Selatan itu.

Ito menegaskan komitmennya dalam pengusutan kasus Bank Century. Menurut dia, pra-bailout murni menjadi urusan polisi. Selain itu, Polri menerima laporan sejumlah nasabah yang merasa dirugikan. "Kami akan meminta pertanggungjawaban kepada Century, kok uang nasabah hilang. Padahal, mereka tidak tahu apa itu Antaboga," jelas dia.

Terkait dengan penyebutan nama dalam hasil akhir pansus, Andi Rahmat menyatakan PKS masih tetap pada jalur itu. Penyebutan nama dalam hasil akhir panitia angket juga bukan hal baru. Sebab, angket-angket sebelumnya juga menyebutkan nama pejabat yang melanggar.

''Menyebutkan nama itu justru merupakan inti temuan panitia angket karena tujuan panitia angket ini membuka terang benderang,'' katanya.

Contohnya, panitia angket daftar pemilih tetap (DPT) yang menyebutkan seluruh anggota KPU terlibat. Panitia angket VLCC sebelumnya juga menyebut Laksamana Sukardi sebagai orang yang bertanggung jawab.

Andi menambahkan, memberikan data nama-nama pejabat merupakan esensi pansus. Dengan begitu, pertanggungjawaban akuntabilitas itu benar-benar diuji. ''Kalau nama pejabat publik tidak disebutkan, bukan panitia angket itu namanya. Namanya teka-teki silang,'' terangnya.

Lantas, siapa saja nama yang disebut PKS? Andi menuturkan, setidaknya ada 30 nama yang akan disebut bertanggung jawab dalam penyelamatan Century. ''Sudah diidentifikasi. Misalnya FPJP, pelanggaran apa, siapa orang yang berada pada posisi penanggung jawab saat itu,'' jelasnya.

Andi menyebutkan 10 di antara sekitar 30 nama itu. Mereka yang diduga bertanggung jawab adalah mantan Gubernur BI Boediono, Ketua KSSK Sri Mulyani, Sekretaris KSSK Raden Pardede, serta Ketua Dewan Komisioner LPS Rudjito. Mereka bertanggung jawab atas keputusan penyelamatan Century melalui bailout Rp 6,7 triliun.

Dalam hal merger dan akuisisi, PKS menyebut mantan Deputi Pengawasan BI Aulia Pohan, mantan Direktur Pengawasan Sabar Anton Tarihoran, mantan Direktur Pengawasan Rusli Simandjuntak, Deputi Gubernur BI Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur BI Siti Fadjriyah, dan mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom.

Mendefinisikan nama-nama pejabat tersebut tentu harus hati-hati. Andi mengingatkan, semua nama itu baru berstatus patut diduga melanggar. Sebab, penetapan nama-nama itu apakah menjadi tersangka atau tidak merupakan ranah lembaga hukum. ''Kita pegang teguh asas praduga tidak bersalah,'' tegas Andi.

Sementara itu, terdapat rumor bahwa Fraksi Partai Golkar juga telah mengumumkan nama-nama pejabat yang terlibat. Terdapat 61 nama pejabat dari berbagai lembaga yang diduga terlibat. Menariknya, tiga pejabat Bank Mutiara juga disebut bertanggung jawab dalam penyelamatan Century.

Mereka adalah Direktur Utama Bank Mutiara Maryono, Direktur Treasury Ahmad Fajar, dan Komisaris Bank Mutiara Pontas Siahaan. Mereka dianggap terlibat karena mencairkan dana nasabah kepada pihak-pihak terkait. Hal itu melanggar aturan saat bank masih dalam penyelamatan.

Nama-nama lain yang juga disebut adalah pejabat yang dinilai bertanggung jawab atas penyelamatan Century. Sri Mulyani dan Boediono disebut lebih dari sekali. Sri Mulyani dianggap bertanggung jawab dalam posisinya sebagai pimpinan KSSK dan KK. Sementara itu, Boediono dianggap bertanggung jawab dalam posisinya sebagai gubernur BI, pejabat KSSK, dan KK.

Saat dikonfirmasi, Ketua Pansus Angket Century dari FPG Idrus Marham membantah data tersebut. Menurut dia, Golkar baru akan menyampaikan kesimpulan akhir pada pleno pansus hari ini. ''Enam puluh satu nama, dari mana itu?'' ujarnya balik bertanya.

Menurut dia, keterlibatan Sri Mulyani dan Boediono memang sangat nyata dalam penyelamatan Century. Namun, dia membantah penyebutan nama pejabat Bank Mutiara itu berasal dari Golkar. ''Kalau yang baru, tidak lah. Kami belum sampai ke situ,'' tegasnya sambil meminta wartawan koran ini mengakhiri wawancara.

Anggota Pansus Century Bambang Soesatyo mengungkapkan hal yang sama. ''Bukan (data Golkar),'' ungkapnya dalam pesan singkat.
Masih Alot
Hingga tadi malam, fraksi-fraksi masih belum menemukan kata sepakat apakah penyebutan nama akan dimasukkan dalam kesimpulan akhir Pansus. Dalam rapat yang masih berlangsung hingga pukul 22.30 tadi malam, soal penyebutan nama dikemukakan oleh anggota pansus dari FPDIP Eva Kusuma Sundari.

Menurut dia, penyebutan nama pejabat yang dinilai bertanggung jawab merupakan konsekuensi logis. "Sebab, dalam pengadilan pun, yang diadili adalah orang, bukan lembaga," ujarnya.

Pernyataan itu berbeda dengan pandangan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufik Kiemas. Menurut Taufik, pansus tidak perlu menyebut nama dalam hasil akhir.

Pernyataan Eva tersebut kemudian ditanggapi oleh anggota pansus dari Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman. Menurut dia, tidak ada urusan apakah kesimpulan akhir pansus nanti menyebut nama atau tidak. "Sebab, kita hanya mempermasalahkan kebijakan, apakah itu dilakukan sesuai aturan perundang-undangan," katanya.

Benny melanjutkan, jika memang dalam kebijakan tersebut ditemukan kesalahan dan ada indikasi pelanggaran, kasusnya harus diserahkan ke penegak hukum, yakni polisi, kejaksaan, maupun KPK. "Nanti biar penegak hukum yang kemudian menelusuri siapa dalam kebijakan itu yang salah. Jadi, kita tidak perlu menyebut nama," ujarnya.

Menurut Benny, Pansus Hak Angket DPR pernah memiliki pengalaman dengan menyebut nama, bahkan pernah memberikan rekomendasi kepada jaksa agung untuk menangkap salah seorang nama yang disebut. Namun, saat itu komisi III justru menyatakan tidak setuju dengan rekomendasi pansus. "Jadi, ada alasan logis kita menolak penyebutan nama," jelasnya.

Pernyataan Benny kemudian ditanggapi anggota pansus dari Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin. Menurut dia, memang pernah ada preseden saat Pansus Hak Angket Kenaikan Harga BBM menyebut nama yang kemudian setelah melalui pengadilan, orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.

''Karena itu, hal seperti itu akan kita perbaiki. Jadi, kalau nanti kita sebut nama, maka harus disertai dengan data dan dugaan tindak pidana dalam hal apa. Jadi, disebutkan juga nama dan jabatannya. Sebab, sebagai pejabat, maka secara in officio, dialah yang bertanggung jawab," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Aziz, pihaknya mengusulkan pembuatan laporan hasil akhir nanti mengakomodasi perbedaan pandangan apakah perlu menyebut nama atau tidak. "Jadi, diserahkan saja ke fraksi-fraksi. Memang, seperti inilah konsekuensi demokrasi," katanya.

Wakil Ketua Pansus Mahfudz Siddiq menyebut, perbedaan soal perlu tidaknya penyebutan nama memang sulit disatukan. (owi/bay/aga/agm/iro)
Sumber: Jawa Pos, 23 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan