Pansus Century Tidak Akan Berpengaruh Terhadap Kondisi Perekonomian

Jaminan Menko Hatta Rajasa Terkait Skandal Bank Century

Cepat atau lambat, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akan dipanggil Panitia Khusus (Pansus) Angket Skandal Bank Century di DPR RI. Dia akan dimintai penjelasan terkait skema pengucuran bailout Rp 6,7 triliun ke bank tersebut. Meski Menkeu berurusan dengan pansus, pemerintah menjamin tidak akan berpengaruh terhadap tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.

Persoalan itu juga tidak akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian tanah air. Hal itu ditegaskan Menko Perekonomian Hatta Rajasa kepada wartawan. "Tentu tim ekonomi solid," kata Hatta seusai menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma, Jakarta, kemarin (20/12).

Dalam kesempatan itu Hatta juga sangat mendukung Sri Mulyani agar tidak terpengaruh oleh proses politik di DPR. "Menkeu sangat diperlukan untuk menyelesaikan agenda-agenda pembangunan ekonomi nasional kita," katanya.

Di bagian lain, Pansus Bank Century terus melaksanakan satu per satu agendanya. Sebelum kelak memanggil Sri Mulyani, hari ini pansus menghadirkan para mantan petinggi Bank Indonesia. Mereka dianggap terlibat dalam proses merger sejumlah bank pada 2004, yang akhirnya melahirkan Bank Century.

''Agenda tetap sesuai rencana, tidak ada perubahan,'' kata Wakil Ketua Pansus Gayus Lumbuun saat dihubungi kemarin (20/12). Jajaran petinggi BI yang akan diperiksa adalah Burhanuddin Abdullah, Anwar Nasution, Miranda S. Goeltom, Aulia Pohan, dan Anton S. Tarihoran. Pemeriksaan mereka akan dilakukan secara terbuka mulai pukul 10.00 WIB.

Meski undangan dilayangkan DPR sejak 15 Desember lalu, menurut Gayus, belum satu pun yang memastikan kehadirannya. ''Belum ada konfirmasi,'' ujar legislator PDIP itu.

Gayus menyampaikan, bila dalam panggilan pertama tersebut mereka tidak hadir, pansus akan mengundangnya kembali. ''Bila undangan kedua juga tidak diindahkan, pansus dapat menggunakan upaya paksa,'' ujar Gayus. Ini sesuai UU No 6 Tahun 1956 tentang Panitia Angket dan UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Anggota Pansus Bambang Soesatyo mengatakan, pansus memang ingin mulai menyelidiki dari awal perjalanan Bank Century. Karena itu, pemeriksaan dimulai dari proses merger. Dia mengakui, pemeriksaan kali ini memang bukan yang utama. Tapi, pemeriksaan itu tetap bernilai strategis.

''Bank ini sudah diyakini bobrok sejak lahirnya. Tapi, mengapa ditolong sedemikian rupa sejak proses merger sampai terus dilakukan bailout,'' kata legislator Partai Golkar itu.

Bank Century merupakan hasil merger tiga bank yang disebut-sebut bermasalah, yaitu Bank CIC International, Bank Pikko, dan Bank Danpac. Persetujuan merger ketiga bank tersebut diperoleh dari Bank Indonesia pada 6 Desember 2004 dengan Surat Keputusan Gubernur BI No.6/87/Kep.GBI/ 2004. Bank Century resmi beroperasi pada 15 Desember 2005.

''Ini hanya pintu masuk dalam proses penyelidikan pansus,'' tandas Bambang.

Selasa besok, pansus melanjutkan pemanggilan terhadap jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia terkait perubahan Peraturan Bank Indonesia No.10/26/PBI/2008 secara mendadak pada 14 November 2008. Peraturan itu mengatur nilai rasio kecukupan modal (CAR) suatu bank untuk menerima fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dari BI. Saat keputusan itu dibuat, Boediono menjabat gubernur BI.

Melalui keputusan itu, nilai CAR minimal 8 persen diubah menjadi CAR positif. Salah satu konsekuensinya, Bank Century yang hanya memiliki CAR 2,35 persen pada 30 September 2008 bisa mendapat FPJP dari BI dua kali. Pertama, pada 14 November Rp 502,07 miliar. Kedua, pada 18 November Rp 187,32 miliar.

Tak hanya Boediono, semua jajaran deputi saat itu juga diundang. Mereka adalah Miranda S. Goeltom, Siti Fajriah, Hartadi A. Sarwono, Budi Rohadi, Budi Mulya, dan Mulyaman Hadad.

Anggota pansus dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) Ruhut Sitompul memastikan Boediono akan datang memenuhi undangan pansus. Begitu juga Menkeu Sri Mulyani yang mungkin baru diundang pada Januari 2010. Sebab, selain DPR tengah reses, beberapa hari ke depan memasuki rangkaian Natal dan tahun baru.

''Kalau nanti waktu dipanggil Pak Boediono dan Sri Mulyani tidak datang, kawan-kawan tunggu di luar. Langsung rajam saja aku, ambil nyawaku. Aku siap untuk itu,'' kata Ruhut dalam diskusi Quo Vadis Pansus Angket Bank Century di Kantor PB HMI, Jalan Diponegoro, kemarin.

Secara terpisah, pemanggilan Men­keu Sri Mulyani maupun Wa­pres Boediono oleh Pansus Hak Angket Century diyakini pengamat tidak akan berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia. Bahkan tidak akan menimbulkan gejolak ekonomi.

Menurut pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, pemanggilan tersebut justru menjadi ujian bagi jaminan investasi di Indonesia. ''Jaminan investasi itu sangat dipengaruhi oleh kepastian hukum. Kalau kepastian hukumnya rendah, jaminan investasi juga rendah,'' katanya di Jakarta kemarin (20/12).

Apalagi, tutur dia, di dunia internasional, Badan Pemeriksa Ke­uang­an (BPK) lebih dipercaya daripada eksekutif. BPK biasa disebut supreme auditor. Karena itulah, kredibilitas hasil audit BPK ter­hadap dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun yang menembak dua pejabat terkait saat itu, Sri Mulyani (Menkeu) dan Boediono (gubernur Bank Indonesia), lebih dipercaya. Hasil audit BPK juga mencermin­kan kredibilitas para eksekutif.

Nah, kata Ichsanuddin, pemanggilan Sri Mulyani dan Boediono untuk mempertanggungjawabkan bailout itu justru akan mampu mencitrakan kepastian hukum di Indonesia. ''Sesungguhnya, saat ini para investor tersebut sedang menakar bagaimana kebijakan para pejabat itu,'' tuturnya.

Sementara itu, pengamat hukum tata negara dari Centre for Electoral Reform (Cetro) Refly Harun menyatakan bahwa sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas imbauan Pansus Hak Angket Century sudah sesuai dengan rel hukum tata negara (HTN).

Menurut dia, penonaktifan menteri keuangan merupakan hak presiden. Namun, hingga kini belum ada alasan yang patut untuk melaksanakan imbauan pansus DPR tersebut. ''Alasannya apa? Seharusnya pansus itu bekerja mengungkap skandal dulu sedetail dan segamblang-gamblangnya. Janganlah kemudian menjadi wadah menjatuhkan seseorang,'' tegasnya.

Bila dalam penelusurannya pansus hak angket menemukan unprofessional conduct dalam pe­ngam­bilan kebijakan bailout, kata dia, rekomendasi bisa diteruskan kepada presiden.

Begitu juga bila penegak hukum, yakni KPK, dalam penyelidikan menemukan indikasi korupsi, me­netapkan tersangka, dan kemudian terdakwa. Kondisi itu, kata Refly, bisa disikapi oleh presiden dengan menonaktifkan yang bersangkutan. ''Kalau acuannya demikian, penonaktifan bisa dilakukan,'' terangnya.

Bagaimana halnya wakil presiden? Menurut Refly, kedudukan presiden dan wakil presiden dalam konstitusi sederajat. Keduanya dipilih langsung oleh rakyat. ''Presi­den tidak bisa menonaktifkan Wapres karena konstitusi tak mengatur soal itu,'' ucapnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) atau MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) juga tak bisa membikin aturan hukum yang memungkinkan menonaktifkan wakil presiden. ''Tidak bisa diatur karena alasan hukumnya sudah diatur undang-undang dasar,'' ujarnya.

Wapres, tambah dia, juga tak bisa menonaktifkan diri. ''Kalau sikap menonaktifkan diri diambil, itu justru bahaya,'' ujarnya. Persoalannya, bagaimana halnya setelah Wapres nonaktif, kemudian presiden berhalangan tetap? ''Itu justru tidak boleh terjadi,'' tegasnya.

KPK Undang Lagi Polri dan Kejagung
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakinkan bahwa pena­nganan kasus Century hingga kini tetap bergulir. Tim KPK juga tetap bekerja sebagaimana biasa.

Menurut Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, penanganan kasus itu mengacu kepada unsur korupsi dan alat bukti yang didapat tim. "Penanganannya mengacu dua hal tersebut," jelas Bibit kemarin. KPK juga akan mematangkan penanganan kasus Century dengan kembali mengundang Polri dan Keja­gung. "Minggu depan kami mengundang lagi mereka," ucapnya. Pertemuan pekan lalu urung dilaksanakan karena Kapolri Bambang Hendarso dan Jaksa Agung Hendarman Soepandji tidak datang.

Rapat koordinasi dengan penegak hukum itu diharapkan mengerucut kepada bagian yang akan ditangani KPK. Berdasar audit BPK, se­­tidaknya lembaga itu bisa mengusut lemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) terkait pelanggaran-pelanggaran Bank Century. (sof/pri/git/aga/dwi/kum)

Sumber: Jawa Pos, 21 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan