Pansel KPK Tak Dengarkan Suara Masyarakat

Presiden Harus Evaluasi Pansel KPK

Masa depan pemberantasan korupsi terancam. Kondisi ini disebabkan proses seleksi Pimpinan KPK yang menyisakan berbagai persoalan serius. Mulai dari tindakan atau pernyataan Pansel, proses seleksi, hingga calon-calon yang tersisa sampai sejauh ini.

Koalisi setidaknya mencatat dua hal utama yang patut dicatat selama proses pemilihan calon pimpinan.

*Pertama*, Pansel seakan tidak menghiraukan masukan dari berbagai elemen masyarakat. Respon yang diberikan oleh Pansel acapkali negatif dan defensif; padahal penyikapan atas langkah-langkah Pansel dalam penjaringan pimpinan KPK bukan hanya oleh kalangan masyarakat sipil antikorupsi namun sudah mencakup perwakilan organisasi agama hingga mantan pimpinan KPK

Berikut adalah respon masyarakat sipil dan berbagai kalangan atas langkah Pansel KPK

1. Isu Radikalisme

Pada 25 Juni 2019 Pansel menghembuskan isu radikalisme pada proses pemilihan Pimpinan KPK. Hal ini sama sekali tidak relevan, karena seharusnya yang disuarakan oleh Pansel adalah aspek integritas. Posisi ini memperlihatkan keterbatasan pemahaman Pansel akan konteks dan mandat KPK sebagai penegak hukum;

2. Penegak Hukum Aktif menjadi Pimpinan KPK

Pada tanggal 26 Juni 2019 Pansel menyebutkan bahwa lebih baik Pimpinan KPK ke depan berasal dari unsur penegak hukum. Alasan Pansel lantaran penegak hukum dipandang lebih berpengalaman dalam isu pemberantasan korupsi. Logika ini keliru, karena seakan Pansel tidak paham dengan original intens pembentukan KPK. Sejarahnya KPK dibentuk karena lembaga penegak hukum konvensional tidak maksimal dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan lebih jauh: Apa saat ini penegak hukum lain telah baik dalam pemberantasan korupsi? Berbagai penelitian dan survei masih menempatkan penegak hukum dalam peringkat bawah untuk penilaian masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Pansel KPK juga gagal memperhitungkan potensi konflik kepentingan jika kelak penegak hukum aktif terpilih menjadi Pimpinan KPK;

3. Kepatuhan LHKPN

Dalam berbagai kesempatan Pansel kerap menyebutkan bahwa isu kepatuhan LHKPN tidak dijadikan faktor yang menentukan dalam proses seleksi Pimpinan KPK. Ada 2 (dua) poin penting pada isu ini. *Pertama*, Pansel tidak memahami bahwa untuk mengukur integritas seorang penyelenggara negara ataupun penegak hukum salah satu indikator yang digunakan adalah kepatuhan LHKPN. *Kedua*, LHKPN merupakan perintah undang-undang kepada setiap penyelenggara negara maupun penegak hukum. Ini sesuai dengan mandat dari UU No 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK No 07 Tahun 2016. Sederhananya, bagaimana mungkin seorang Pimpinan KPK yang kelak akan terpilih justru figur-figur yang tidak patuh dalam melaporkan LHKPN?

4. Keppres Pembentukan Pansel Tidak Dapat Diakses Publik

Pada tanggal 10 Juli 2019 LBH Jakarta mengirimkan surat permintaan salinan Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2019. Namun sayangnya pihak Sekretariat Negara tidak memberikan dengan alasan bahwa hanya diperuntukan untuk masing-masing anggota Pansel saja. Padahal berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Informasi Publik, Kepres Pansel KPK merupakan informasi publik dan bukan termasuk informasi yang dikecualikan.

5. Waktu Proses Seleksi yang Tidak Jelas

Sejak awal pembentukan Pansel tidak ada sama sekali pemberitahuan bagi publik terkait jadwal pasti proses seleksi Pimpinan KPK. Hal ini tentu merugikan para calon serta masyarakat sebagai fungsi control. Alhasil dapat dikatakan Pansel telah gagal dalam mendesain agenda besar seleksi Pimpinan KPK 2019-2023;

6. Pansel Ingin Agar KPK Fokus pada Isu Pencegahan

Pernyataan ini dilontarkan oleh Pansel ketika merespon pidato dari Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Saat itu salah seorang anggota Pansel menyebutkan agar KPK ke depan lebih baik pada aspek pencegahan. Seharusnya bagaimana politik penegakan hukum dilakukan oleh KPK bukan menjadi bagian Pansel KPK untuk menerjemahkan.

Logika keliru, karena bagaimanapun di tengah praktik korupsi yang masih massif dan indeks persepsi korupsi yang juga tidak merangkak naik signifikan maka pencegahan juga harus diikuti dengan langkah penindakan;

Keenam poin di atas direspon dengan defensif oleh Pansel KPK. Hal ini seolah menyangkal salah satu esensi tugas mereka sendiri yaitu menerima masukan publik atas proses penjaringan pimpinan yang mereka lakukan.

Catatan berikutnya dari Koalisi adalah *Kedua*, Lolosnya 20 calon yang pada tahapan ini tidak menggambarkan masa depan cerah bagi KPK ke depan. Masih ada calon diantara 20 nama tersebut yang tidak patuh dalam melaporkan LHKPN. Ada juga beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi mempunyai catatan kelam pada masa lalu. Ini mengartikan bahwa Pansel tidak mempertimbangkan isu rekam jejak dengan baik. Patut dicatat apabila calon-calon dengan rekam jejak bermasalah lolos berarti Pansel KPK memiliki andilnya sendiri dalam lemahnya agenda pemberantasan korupsi ke depan.

Lepas dari poin atas Pansel, yang terpenting adalah peran Presiden Joko Widodo sebagai pemegang mandat tertinggi dalam proses seleksi ini.

Pansel seharusnya mafhum bahwa setiap pernyataan, langkah, dan tindakan yang dijalankan mewakili sikap dari Presiden. Menjadi pertanyaan bagi publik, apakah sebenarnya Presiden setuju dengan 20 nama yang menyisakan banyak persoalan seperti saat ini? Apakah Presiden sepakat ketika kelak Pimpinan KPK terpilih justru figur yang tidak patuh melaporkan LHKPN? Presiden sependapat jika kelak nantinya Pimpinan KPK yang terpilih justru mempunyai rekam jejak bermasalah pada masa lalunya? Dan beresiko melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi di Negeri ini? Seharusnya Presiden bisa berlaku tegas dengan tidak menyerahkan semua hal pada Pansel karena dalam menjalankan kerjanya karena buruknya pilihan Pansel merefleksikan komitmen Presiden terhadap agenda pemberantasan korupsi nasional.

Maka dari itu kami - Koalisi Kawal Capim KPK - menununtut:

1. Presiden Joko Widodo memanggil serta mengevaluasi Panitia Seleksi Pimpinan KPK 2019-2023;

2. Pansel Pimpinan KPK agar lebih peka dan responsive terhadap masukan masyarakat serta mencoret nama-nama yang tidak patuh melaporkan LHKPN dan mempunyai rekam jejak bermasalah;

Jakarta, 23 Agustus 2019

Koalisi Kawal Capim KPK
1. Indonesia Corruption Watch
2. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
3. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
4. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
5. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
6. Pusat Studi Konstitusi FH UNAND
7. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi

CP:
1. Kurnia Ramadhana (ICW)
2. Asfinawati (YLBHI)
3. Feri Amsari (Pusako FH UNAND)
4. Gita Putri (PSHK)
5. Fadli Ramadhanil (Perludem)
6. Arif Maulana (LBH Jakarta)
7. Putri (KontraS)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan