Pansel KPK Harus Waspadai ‘Kegiatan’ Capim KPK

(Jakarta-antikorupsi.org) Rekam jejak terkait latar belakang pekerjaan dan kegiatan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi indikator utama yang wajib diperhatikan oleh panitia seleksi capim KPK. Karenanya indikator tersebut menjadi komponen utama dalam proses seleksi pimpinan KPK. Penelusuran rekam jejak atau tracking adalah cara untuk melihat fenomena tersebut. Sedangkan tujuan melakukan penelusuran rekam jejak adalah untuk mempersiapkan pimpinan KPK yang memiliki integritas dan pada akhirnya tidak menimbulkan masalah dalam gerakan pemberantasan korupsi oleh KPK.

Pengamat hukum Abdul Fickhar mengatakan, pansel harus lebih teliti terutama memeriksa pengaduan masyarakat terkait rekam jejak pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan calon pimpinan KPK. Menurutnya, indikator tersebut menjadi sangat relevan untuk menguji calon pimpinan KPK tersebut kedepan.

Sekalipun dengan jarak waktu yang minim serta sumberdaya manusia yang tidak banyak, diharapkan tidak menyurutkan pansel untuk terus melakukan kroscek terhadap laporan yang diterima. Oleh karena itu, pansel harus memiliki kemampuan lebih untuk membaca latar belakang capim  dengan meminta dokumen pelengkap untuk menguatkan kesimpulan. Hal itu bisa didapat dari individu orang-orang di sekelilingnya  maupun institusi tempat capim tersebut bekerja.

Berbeda dengan pendapat Abdul Fickar, mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua, menekankan bahwa bukan hanya terkait kegiatan dan pekerjaan saja yang harus diteliti, melainkan pendidikan formalnya juga apakah sesuai dengan kompetensi dan profesionalismenya sebagai bentuk prestasi sebelum mendaftar sebagai capim KPK. Capim juga tidak diperbolehkan melakukan perbuatan tercela. Hal ini lagi-lagi dapat dilihat dari rekam jejak semasa kuliah dan bekerja. Apakah pernah melakukan kegiatan suap untuk mencapai kelulusan atau mendapatkan pekerjaan atau tidak?

Sementara untuk melihat aspek kepemimpinanya, pansel harus menelaah apakah capim tersebut aktif saat bersekolah dan dan berkegiatan organisasi di bangku kuliah maupun di ruang lingkup yang lebih kecil. Sebagai contoh misalnya kepala seksi yang hanya memimpin 2-3 orang, tentu berbeda dengan mereka yang pernah memimpin organisasi mahasiswa. Hal ini menjadi penting, karena ke depan kandidat tersebut akan memimpin KPK dalam memberantas korupsi dan berhadapan dengan kasus kakap korupsi.

Abdullah menegaskan, seorang pimpinan KPK bukan hanya harus  memiliki nyali dalam upaya pemberantasan korupsi, melainkan juga pimpinan yang sudah ‘selesai’ pada dirinya.

Pansel harus menggunakan waktu yang pendek ini sebaik mungkin untuk dapat memaksimalkan dalam menghasilkan pimpinan KPK seperti yang diharapkan dengan meneliti benar-benar rekam jejak atau informasi yang disampaikan masyarakat. Jangan hanya mengandalkan aduan masyarakat yang hanya tertuang dalam website.

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan