Panitera MK Tersangka Kasus Pemalsuan Surat

Setelah diterpa isu tak sedap berkaitan dengan dugaan adanya permainan uang saat berperkara di Mahkamah Konstitusi, kini lembaga pengawal konstitusi ini kembali dihadang persoalan. Zainal Arifin Hoesein, panitera MK periode 2008-September 2010, ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Rabu (19/5), Zainal seharusnya menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka. Namun, yang bersangkutan tidak hadir di Bareskrim Mabes Polri. Kuasa hukum Zainal, Andi M Asrun, menjelaskan, kliennya tidak memenuhi panggilan polisi karena belum mengetahui dasar hukum penetapan tersangka. ”Saya tadi (kemarin) datang ke sana (Bareskrim) untuk meminta penjelasan,” ujar Asrun.

Menurut Asrun, Zainal ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Usman M Tokan, calon anggota legislatif (caleg) Partai Persatuan Pembangunan dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I. Usman mempersoalkan surat Zainal ke Komisi Pemilihan Umum yang menegaskan perolehan suara caleg PPP lainnya, Ahmad Yani (saat ini anggota Komisi III DPR). MK memang menambah perolehan suara PPP di Sumsel I (seperti terungkap dalam putusan sengketa pemilu legislatif 2009 untuk PPP).

Surat itu dikirim pada 27 Agustus 2009 dengan nomor 121/PAN.MK/VIII/2009. Dalam surat itu, Zainal menjelaskan penambahan suara 10.417 suara untuk PPP adalah Ahmad Yani. Perolehan suara Ahmad Yani yang semula 68.061 meningkat menjadi 78.478 suara. Surat itu merupakan jawaban atas pertanyaan KPU yang tertuang dalam surat 26 Agustus 2009.

Asrun menjelaskan, Zainal hanya menjelaskan isi amar putusan MK dan sama sekali tidak berbeda dengan putusan. Zainal hanya melaksanakan tugas kepaniteraan. Polisi seharusnya memeriksa terlebih dahulu atasan Panitera MK, yaitu Ketua MK Mahfud MD. Pasalnya dalam surat yang dikirimkan ke KPU, Zainal menyebutkan bahwa isi surat itu atas arahan Ketua MK. ”Tidak ada hal baru yang ditulis di suratnya,” kata Asrun.

Ketua MK Mahfud MD menyerahkan kasus tersebut ke Mabes Polri. Ia hanya menegaskan bahwa kasus itu tak ada hubungannya dengan suap-menyuap. Menurut dia, hal itu hanya salah sangka dari orang yang kalah dalam berperkara. (ana)
Sumber: Kompas, 20 ktober 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan