Panglima TNI Persilakan BPK Lakukan Audit

Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit dana darurat militer di Aceh. Kami menyambut baik keinginan itu, katanya seusai acara gladi bersih peringatan hari ulang tahun TNI di Markas Besar TNI Cilangkap kemarin.

Selama berlangsung darurat militer pada 2003, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Ro 3 triliun.

Gagasan melakukan audit dana darurat militer itu sebelumnya dilontarkan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo. Tjahjo meminta BPK melakukan audit terbuka terhadap penggunaan dana darurat militer di Aceh.

Audit terbuka dinilainya akan lebih bermakna untuk memberikan kesan keterbukaan terhadap dunia luar, khususnya yang memperhatikan Indonesia, seperti Amerika Serikat dan sekutunya. Tjahjo mendengar dari dana darurat itu ada sebagian digunakan untuk membeli senjata ilegal.

Audit terbuka itu juga harus dilakukan secara menyeluruh terhadap lima operasi yang ada di Aceh dari pemulihan keamanan, termasuk soal pembelian senjata, ujarnya.

Menurut Tjahjo, pada masa pemerintahan Megawati, laporan penggunaan dana tersebut sebenarnya sudah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, yang mengesahkan anggarannya. Namun, laporan tersebut tidak pernah dibuka kepada masyarakat. Seharusnya laporan itu terbuka saja biar tidak menjadi opini negatif institusi TNI, ujarnya.

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan saat darurat militer di Aceh adalah Susilo Bambang Yudhoyono, yang saat ini menjadi Presiden Republik Indonesia. Kala itu pemerintah menggunakan dana sebesar Rp 3 triliun untuk kepentingan darurat militer. Belakangan diketahui dana darurat militer tersebut ada yang dipergunakan untuk pembelian senjata ilegal.

Audit yang terbuka itu diharapkan juga bisa menguak tabir kemungkinan adanya keterkaitan penemuan senjata belakangan ini dan pembelian senjata ilegal yang diyakini terjadi. Saya yakin Panglima TNI setuju untuk membuka semuanya karena ini demi kredibilitas TNI juga, ujarnya. dian y | imron rosyid

Sumber: Koran Tempo, 4 Oktober 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan