Pangkas Tunjangan Pejabat; Pejabat Negara Seharusnya Merasakan Penderitaan Rakyat
Di tengah kondisi rakyat sedang ditimpa kesulitan, pejabat negara harus merasakan penderitaan rakyat. Karena itu, kendati tunjangan pejabat negara tidak terlalu besar, pejabat negara harus merelakan untuk tidak menerimanya guna mengurangi beban penderitaan rakyat.
Kalau dulu di masa Orde Baru ada operasi petrus (penembakan misterius) yang diarahkan ke penjahat, sekarang pejabat yang harusnya beraksi. Kalau mendapatkan tunjangan, umumkan berapa dan tunjukkan solidaritas. Yang repot, sekarang ini, gerakan tidak ada, komunikasi juga tidak ada, kata pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat, Rabu (5/10).
Rasa solidaritas pejabat ini penting karena dampak yang diterima rakyat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat besar bahkan beberapa kali lipat dari bom Bali. Pada satu sisi, rakyat diteror kenaikan harga. Pada sisi lain, mal menawarkan konsumerisme menjelang hari raya.
Komaruddin mengimbau seluruh pejabat negara menumbuhkan etos kerja rela menderita demi rakyat, bukan sebaliknya dengan jabatan yang dimiliki mengeruk keuntungan dari rakyat, padahal harta sudah melimpah.
Sosiolog Kastorius Sinaga mendukung usulan pemangkasan tunjangan pejabat negara sebagai tindak lanjut dari Bulan Solidaritas Nasional yang sudah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau hanya pencanangan Bulan Solidaritas Nasional, mungkin akan dilihat sebagai buffer social saja, untuk meredam amarah rakyat akibat kenaikan harga BBM. Tapi, kalau ditindaklanjuti dengan pemangkasan tunjangan pejabat, misalnya, saya pikir akan lebih baik, katanya.
Jadi alternatif
Anggota Panitia Anggaran DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad Wibowo, menilai pengurangan tunjangan pejabat negara bisa menjadi alternatif untuk mengurangi beban rakyat, terutama secara psikologis. Masyarakat akan merasakan bahwa pejabat negara pun turut merasakan penderitaan rakyat.
Meski demikian, secara finansial, langkah itu tidak terlalu berdampak besar karena hanya akan bisa menghemat anggaran negara hanya sekitar ratusan miliar. Apabila dilakukan dalam waktu yang panjang, birokrat dan pejabat pun dapat diisi orang kualitas kelas dua. Karena, banyak yang enggan menjadi pejabat publik, tetapi lebih memilih terjun di swasta.
Menurut Dradjad, pengorbanan yang lebih besar untuk mengurangi beban rakyat adalah memangkas anggaran proyek departemen yang belum terpakai yang besarnya Rp 121 triliun.
Kalau anggaran proyek ini dipotong 25 persen, pemerintah tidak harus menaikkan harga BBM. Tapi, langkah ini tidak disukai Panitia Anggaran, Departemen Keuangan, dan departemen teknis karena mengurangi proyek, ujarnya.
Langkah ini juga mencegah penghamburan anggaran negara. Ia yakin apabila anggaran proyek dipaksakan, akan terjadi penyimpangan karena waktu untuk menghabiskan sudah sempit, sementara uang yang dihabiskan sangat besar. (sut/bdm)
Sumber: Kompas, 6 Oktober 2005