Pangkas Anggaran Dana Kampanye Golkar Rp 120 M

Akibat Krisis, Hanya 40 Persen dari Target

Krisis keuangan berimbas ke kantong partai-partai politik. Parpol peserta Pemilu 2009 kesulitan mencari dana kampanye karena banyak pengusaha simpatisan yang bisnisnya kembang-kempis akibat badai ekonomi global itu.

Golkar termasuk salah satu partai yang terpukul. Maklum, partai beringin tersebut dikenal dekat dengan sejumlah pengusaha nasional. Kini partai yang dikenal kuat pendanaannya itu berencana memangkas anggaran dana kampanye karena kesulitan mengumpulkan dana kampanye dari anggota dan simpatisannya.

''Pasti (ada imbasnya pada persiapan pemilu). Karena itu, kita lakukan kampanye secara sederhana," ujar Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla setelah memberikan pengarahan dalam Diklat Juru Kampanye Nasional Partai Golkar Tahun 2009 di Hotel Mercure, Ancol, Minggu malam (23/11).

Akibat komitmen sumbangan dana kampanye dari simpatisannya tidak terealisasi, Kalla mengakui belanja kampanye partainya mungkin hanya akan terealisasi 30-40 persen dari rencana awal. ''Dengan kondisi pengusaha yang sedang prihatin seperti saat ini, tentu tidak mungkin ada jor-joran. Karena itu, harus sederhana, sekitar 30-40 persen dari rencana," ujar Kalla.

Sebelumnya, terbetik kabar bahwa kader-kader dan simpatisan Golkar telah berkomitmen menyumbang dana kampanye hingga Rp 200-300 miliar. Itu hanya dana kampanye yang akan digunakan DPP Partai Golkar, belum termasuk dana kampanye masing-masing calon anggota legislatif.

Kalla mengakui pihaknya masih mengandalkan sumbangan dari simpatisan dan iuran dari kader-kadernya untuk mendanai kampanye. Dia tidak menjelaskan persentase sumbangan dari pengusaha dan iuran kader. Namun, bila nanti dana kampanye Golkar hanya terealisasi Rp 120 miliar, jumlah itu tetap lebih besar daripada dana kampanye pada Pemilu 2004 yang berkisar Rp 100 miliar.

Mantan pengusaha tersebut mengakui, DPP Golkar baru akan mengevaluasi kemampuan keuangan partai serta kapasitas penggalian dana kampanye dalam rapat fungsionaris DPP Partai Golkar Selasa (25/11) hari ini. Rapat juga akan membahas strategi agar dampak krisis tidak banyak berpengaruh kepada penggalian dana kampanye. ''Kalau ada masalah, tentu harus kita selesaikan. Saya yakin kita mampu memperbaiki,'' tegas Kalla.

Meski dana kampanye tahun depan tidak sebesar harapan, Kalla yakin partainya akan tetap mampu meraih 30 persen suara seperti yang ditargetkan semula. Pasalnya, Golkar tidak hanya mengandalkan dana kampanye untuk mengatrol popularitas melalui iklan. Golkar juga mengandalkan upaya caleg-caleg yang bertarung merebut kursi akibat pemberlakuan sistem suara terbanyak di seluruh daerah pemilihan. ''Golkar akan melakukan kampanye secara gotong royong bersama 20 ribu caleg Golkar se-Indonesia," katanya. (noe)

 

Sumber: Jawa Pos, 25 November 2008

-------------

Proses Audit Dana Kampanye Parpol Diragukan

 

Kualitas proses audit dana kampanye parpol peserta Pemilu Legislatif 2009 diragukan. Dengan tidak transparannya aliran sumbangan dana kepada rekening kampanye parpol, tidak tertutup kemungkinan adanya sejumlah dana yang disalurkan melalui rekening pribadi petinggi parpol.

Sejak masa kampanye bergulir 12 Juli lalu, tidak ada jaminan bahwa seluruh parpol peserta pemilu akan mencatatkan segala pemasukan dan pengeluaran mereka untuk kampanye. Anggota Bawaslu Wahidah Suaib menyatakan itu merupakan kesulitan yang dihadapi KPU. Sebab, UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 hanya mengatur audit dana yang dicatat rekening kampanye parpol.

''Publik tidak akan pernah tahu apakah dana kampanye tersebut benar-benar dilaporkan sepenuhnya atau tidak. Karena, bisa jadi, ada dana yang masuk melalui pentolan-pentolan partai, bukan rekening kampanye,'' ujar Wahidah Suaib, anggota Bawaslu, kepada wartawan koran ini di Jakarta kemarin (24/11). Bawaslu kemarin menerima Wakil Koordinator ICW Ibrahim Fahmi Badoh yang memberikan rekomendasi terkait laporan dana kampanye.

Menurut Wahidah, setiap parpol bisa saja menyiasati untuk tidak memasukkan sumbangan dana dalam jumlah besar ke dalam rekening kampanyenya. Ironisnya, kelemahan di UU Pemilu tersebut belum dikover oleh usaha KPU. Itu disebabkan KPU belum mengatur secara jelas pedoman dan ruang lingkup pelaporan dana kampanye kepada parpol.

Dalam hal ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa saja melacak aliran dana tersebut. Yakni, dengan memeriksa aliran dana yang masuk sebelum dan sesudah masa kampanye di setiap petinggi parpol. ''Namun, hal itu bergantung political will KPU, apakah bersedia menyikapi serius audit dana kampanye ini,'' kata Wahidah.

Wakil Koordinator ICW Ibrahim Fahmi Badoh menambahkan, pengalaman 2004 menunjukkan, sejumlah rekening petinggi parpol diduga menerima sumbangan dana asing untuk kampanye. Namun, hasil temuan PPATK tersebut tidak bisa ditindaklanjuti karena penggunaannya tidak bisa dibuktikan. ''Ada temuan aliran dana, namun kebanyakan sumbernya anonim,'' jelas Fahmi. Dia mencontohkan, sumbangan Aburizal Bakrie kepada pasangan SBY-JK juga tak pernah tercatat dalam hasil audit Pilpres 2004.

Selain itu, sejumlah keganjilan muncul dalam audit dana kampanye Pemilihan Presiden 2004. Banyak temuan alamat warga kurang mampu yang mampu menyumbangkan dana kampanye lebih dari Rp 50 juta. Mengantisipasi hal tersebut, KPU disarankan menerapkan mekanisme yang lebih ketat terhadap setiap penyumbang. ''Untuk sumbangan dana melebihi Rp 5 juta, KPU sebaiknya mewajibkan penyumbang menyampaikan identitas lengkap, termasuk NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak),'' saran Fahmi. (bay/owi)

 

Sumber: Jawa Pos, 25 November 2008

---------------

PPATK Awasi Uang Sumbangan ke Parpol

 

Makin dekat perhelatan Pemilu 2009, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun makin intens memelototi aliran dana kampanye.

Ketua PPATK Yunus Hussein mengatakan, saat ini pihaknya tengah menjalin kerja sama intens dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). ''Satu hal yang menjadi concern kami, sumbangan pribadi yang maksimal Rp 1 miliar kami nilai terlalu besar,'' ujarnya kemarin (24/11).

Sesuai dengan Undang-Undang Pemilu, sumbangan maksimal ke parpol oleh perorangan Rp 1 miliar, sedangkan sumbangan dari kelompok atau perusahaan, maksimal Rp 5 miliar. ''Memangnya duit orang Indonesia banyak sekali. Ini harus diawasi,'' katanya.

Saat ini, lanjutnya, PPATK tengah mengumpulkan data dari Bawaslu terkait data 44 parpol dan seluruh daftar calon legislatif (caleg), baik di tingkat DPR maupun DPRD. ''Ini untuk mengawasi, barangkali ada sumbangan dari uang hasil kejahatan,'' terangnya. (bay/owi)

 

Sumber: Jawa Pos, 25 November 2008

------------------------

KPU Akan Masukkan Syarat Nomor Pajak

”Jangan hanya janji tapi tak dimasukkan.”

Komisi Pemilihan Umum menyatakan akan memasukkan syarat nomor pokok wajib pajak dalam ketentuan sumbangan dana kampanye. Menurut Ketua Komisi Pemilihan Abdul Hafiz Anshary, ketentuan itu bisa dimasukkan jika Direktur Jenderal Pajak meminta. ”Jika mereka (Direktorat Jenderal Pajak) meminta nomor pajak, kami akan merevisinya,” kata Hafiz di kantornya kemarin.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak meminta Komisi Pemilihan Umum memasukkan syarat penyertaan nomor wajib pajak dalam peraturan Pedoman Pelaporan Dana Kampanye. Alasannya, nomor pajak bisa mencegah terjadinya dugaan praktek pencucian uang.

Menurut Hafiz, ketentuan penyertaan nomor pajak dalam aturan tersebut untuk sementara tak dimasukkan karena jumlah sumbangan belum tentu besar. Bahkan ada partai yang meminta sumbangan dari masyarakat hanya Rp 10 ribu per orang. ”Jika pakai nomor pajak, nantinya tetap harus diatur jumlah sumbangannya,” ujarnya.

Anggota Komisi Pemilihan, Syamsulbahri, mendukung penggunaan nomor pokok wajib pajak. ”Kalau untuk transparansi, kenapa tidak?” ujarnya. Tapi, kata Syamsul, lembaganya harus mengkaji persyaratan itu apakah memberatkan atau tidak, terutama dari sisi penyumbang dana kampanye.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Nur Hidayat Sardini mendukung langkah Ketua Komisi Pemilihan. Nomor pajak, kata Nur, bisa digunakan untuk mencegah timbulnya aliran uang yang diduga ilegal dalam dana kampanye. Nomor pajak juga bisa menunjukkan ketaatan penyumbang membayar pajak. "Jika syarat nomor pajak masuk aturan Komisi, ini langkah maju,” kata dia.

Menurut Nur, kartu tanda penduduk untuk mengetahui asal penyumbang dinilai tak cukup mencegah aliran uang yang diduga ilegal. Apalagi, kartu penduduk mudah diperoleh dan dipalsukan. Nomor pokok wajib pajak, kata dia, akan menunjukkan identitas penyumbang yang lengkap dan sah.

Komisi Pemilihan, kata Nur, berwenang mewajibkan penggunaan nomor pokok wajib pajak. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif pun memberikan kewenangan kepada Komisi Pemilihan mengatur soal teknis pelaporan dana kampanye. Nur menegaskan, Komisi Pemilihan tak perlu takut terhadap tekanan berbagai pihak yang tak menyetujui persyaratan nomor pajak. ”Kami akan mendukung, termasuk risikonya.”

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Ibrahim Fahmi Badoh juga mendukung langkah ini. Tapi ia meminta Komisi Pemilihan benar-benar merealisasi ketentuan tersebut. ”Jangan hanya janji tapi tak dimasukkan,” katanya.

Nomor pajak, kata Fahmi, bisa mencegah dugaan praktek pencucian uang. Menurut dia, penyertaan nomor pajak tak akan memberatkan para penyumbang. Komisi cukup mengatur penggunaan nomor pajak untuk sumbangan di atas Rp 5 juta. ”Jadi tak akan memberatkan penyumbang,” ujarnya. PRAMONO

Sumber: Koran Tempo, 25 November 2008

---------------------------------

Sejumlah Partai Pangkas Dana Kampanye

Sejumlah partai politik memangkas penggunaan dana kampanye. Pemangkasan ini merupakan dampak krisis keuangan global. Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarifuddin Hasan mengatakan partainya mengurangi pencetakan atribut kampanye untuk menyiasati dana yang kurang. Syarifuddin mengatakan krisis keuangan global berdampak pada persiapan dana kampanye. "Ini situasi yang sulit. Dana donatur kemungkinan berkurang,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya kemarin. Namun, dia tidak memerinci jumlah dana yang dianggarkan untuk kampanye.

Menurut dia, partai akan menerapkan strategi dengan juru kampanye langsung mendatangi konstituen. ”Justru sistem door to door (dari pintu ke pintu) lebih efektif dibanding atribut,” ujarnya. Partai, kata dia, juga mengurangi kampanye massal. Dengan cara ini, dia optimistis jumlah penyumbang dana lebih banyak. Kendati begitu, Partai Demokrat tetap mempertahankan iklan di media massa.

Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla mengatakan dana kampanye Partai Golkar direvisi sebesar 30-40 persen. Partai Golkar, kata dia, tidak bisa berharap terlalu banyak memperoleh dana kampanye dari pengusaha. Namun, ia tetap mengharapkan perolehan dana kampanye dari masyarakat. Kalla mengakui revisi dana kampanye akan mempengaruhi perolehan suara.

Kalla menilai, hampir semua partai mengalami hal yang sama, terkena imbas krisis global. "Saya yakin tidak ada partai yang jorjoran," ujar Kalla setelah membuka acara pendidikan dan pelatihan juru kampanye Partai Golkar di Hotel Mercure, Ancol, dua hari lalu.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Firman Jaya Daeli mengakui krisis ekonomi global mempengaruhi kondisi ekonomi partainya. PDI Perjuangan, kata Firman, akan menekankan kampanye dengan mendatangi langsung pemilih. Menurut dia, partainya tak menekankan kampanye rapat umum dengan mengerahkan massa. Sebab, kampanye ini kurang efektif menjaring pemilih. ”Kami tak jorjoran mengadakan kampanye rapat umum. Baru menjelang pemilihan kami menggelar rapat umum,” ujarnya.

PDI Perjuangan, kata Firman, akan menyesuaikan bentuk kampanye dengan kondisi keuangan. “Tentu saja ada perubahan. Tapi, untuk yang sudah terikat kontrak, tetap kami jalankan,” katanya.

Bagi pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, partai politik bisa memanfaatkan kampanye door to door untuk menyiasati kesulitan anggaran. "Bersosialisasi dengan rakyat justru lebih efektif," ujarnya. EKO ARI WIBOWO | PRAMONO | NININ DAMAYANTI

Sumber: Koran Tempo, 25 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan