Pandangan Akhir Fraksi Pansus Pojokkan Boediono
Teka-teki Pansus Hak Angket Bank Century akan menyebut nama pejabat yang dianggap bertanggung jawab dalam kasus Bank Century akhirnya terjawab. Dalam rapat pleno tadi malam, mayoritas fraksi di pansus menyebut nama Wapres Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Fraksi yang menunjuk langsung pejabat yang harus bertanggung jawab adalah Fraksi PDIP, Fraksi PKS, dan Fraksi Partai Golkar. Sementara Fraksi Partai Demokrat kukuh dengan pendirian sebelumnya bahwa Boediono dan Sri Mulyani sudah mengambil tindakan tepat dalam proses bailout Bank Century.
Juru bicara Fraksi Partai Demokrat Achsanul Qosasi yang mendapat giliran pertama memaparkan pandangan fraksi yang kurang lebih sama dengan yang disampaikan dalam pandangan awal sebelumnya. Namun, Achsanul memberikan beberapa poin penting. ''Pertama, tindakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK sudah tepat,'' ujarnya.
Poin lain yang disampaikan Achsanul berkaitan dengan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) BI senilai Rp 689 miliar kepada Bank Century. ''Pemberian FPJP sudah sesuai dengan perundang-undangan,'' katanya.
Achsanul juga menegaskan bahwa berdasar penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tidak ditemukan aliran dana bailout dari Bank Century kepada Partai Demokrat, pasangan SBY-Boediono, dan tim kampanye sebagaimana yang disebutkan oleh LSM Bendera. ''Isu ini penting dijelaskan agar masyarakat mengetahui apakah tuduhan tersebut benar atau hanya fitnah belaka,'' ucapnya.
Setelah Fraksi Partai Demokrat, giliran selanjutnya adalah Fraksi Partai Golkar. Namun, anggota pansus dari Golkar Ade Komaruddin yang akan membacakan pandangan akhir belum datang karena masih menghadiri acara ulang tahun Fraksi Partai Golkar. Karena itu, Ketua Pansus Idrus Marham mempersilakan Fraksi PDIP mengambil giliran kedua membacakan pandangan akhir.
Tawaran itu sempat ditolak Fraksi PDIP. Alasannya, pembacaan bisa juga dilakukan anggota pansus yang lain dari Fraksi Golkar. Namun, Idrus Marham buru-buru mengatakan bahwa pembacaan pandangan Fraksi Partai Golkar ditunda semata-mata karena fraksi sudah menentukan bahwa yang membacakan pandangan akhir adalah Ade Komaruddin, sedangkan yang bersangkutan belum hadir. ''Jadi, ini bukan karena apa-apa. Tidak ada maksud apa pun. Tidak mungkin juga materi pandangan akhir bisa berubah dalam 30 menit,'' ujarnya.
Selama ini isu-isu lobi politik menjelang pembacaan pandangan akhir memang kencang beredar. Karena itu, tidak mengherankan jika penundaan pembacaan pandangan akhir dikait-kaitkan dengan mengulur-ulur waktu untuk lobi politik.
Pandangan akhir Fraksi PDIP dibacakan Maruarar Sirait. Pandangan akhir tersebut relatif sama dengan pandangan awal yang dibacakan pada kesempatan sebelumnya. Namun, yang berbeda, kali ini Fraksi PDIP menunjuk langsung para pejabat yang dianggap bertanggung jawab dalam berbagai periode, mulai dari akuisisi, merger, pemberian FPJP, PMS, hingga aliran dana. ''Karena itu, Fraksi PDIP menyatakan agar dilakukan proses hukum secara terbuka pada para pejabat yang memegang posisi kunci pada masing-masing periode,'' ujarnya.
Di akhir kesimpulan, Maruarar menyebut beberapa nama yang selama ini memang santer disebut sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. ''Pertama, mantan Gubernur BI Doktor Boediono, mantan Ketua KSSK Doktor Sri Mulyani Indrawati, mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom, mantan Direktur Pengawasan Bank 1 Sabar Anton Tarihoran, mantan Deputi Gubernur Senior BI Anwar Nasution, mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan, dan mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah,'' sebutnya. Saat nama Boediono dan Sri Mulyani disebut, tepuk tangan terdengar kencang di ruang rapat pansus.
Bahkan, bukan hanya nama, kesimpulan akhir Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menyebut pasal-pasal tindak pidana yang bisa dikenakan, sekaligus ancaman hukuman yang menyertainya. "Kesimpulan kami ini bukanlah untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu," ujar Juru Bicara FPKS Andi Rahmat saat membacakan kesimpulan fraksinya di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin (23/2).
Misalnya, dalam proses pemberian FPJP (fasilitas pendanaan jangka pendek) yang menyeret sejumlah nama dalam dewan gubernur BI, antara lain, mantan Gubernur BI Boediono dan mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom. Pihak-pihak tersebut dianggap memenuhi unsur kejahatan sebagaimana diatur dalam UU Perbankan. "Yang dapat merugikan keuangan negara," ujarnya.
Sejumlah ketentuan dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi disebutkan secara terbuka. Misalnya, ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) di UU tersebut. Di sana disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup. Atau, pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Bukan hanya BI yang diduga bertanggung jawab. Pihak pemerintah juga tak luput dari sasaran PKS. Seperti mantan Ketua KSSK yang sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Sekretaris KSSK Raden Pardede. Mereka dianggap bertanggung jawab dalam proses PMS. "Juga diduga melakukan pembiaran terhadap kesalahan perbankan dan dugaan tindak pidana korupsi lainnya," papar Andi.
Terhadap semua hal tersebut, dalam kesimpulannya, PKS merekomendasikan beberapa hal. Yaitu, menyerahkan kepada aparat penegak hukum, semisal KPK, Kejaksaan Agung, dan kepolisian untuk menindaklanjuti temuan dugaan tindak pidana korupsi oleh fraksinya. Juga melakukan penyempurnaan UU yang berhubungan dengan masalah perbankan. "Kesimpulan fraksi kami ini didasarkan pada data dan fakta, bukan yang lain," tambah Andi.
Sementara itu, Fraksi Partai Golkar juga menjawab teka-teki dengan menyebut langsung pihak-pihak yang bertanggung jawab. Juru Bicara F-Partai Golkar Ade Komarudin membutuhkan waktu 1 jam 20 menit untuk membacakan pandangan akhir. Isi pandangan akhir relatif sama dengan pandangan awal yang disampaikan sebelumnya, yakni menyebut berbagai tindak pelanggaran dalam kasus Bank Century. Bedanya, kali ini, Ade menyebut inisial nama-nama pejabat yang harus bertanggung jawab. ''Ketua KSSK Saudari SMI, Gubernur BI Saudara BO, Ketua Dewan Komisioner LPS RJT,'' ujarnya.
Yang menarik, sebelum mengakhiri penyampaian pandangan akhirnya, Ade menyatakan perlu untuk memberikan keterangan atas inisial nama-nama pejabat yang sudah disebut. ''BO adalah Profesor Boediono, SMI adalah Doktor Sri Mulyani Indrawati, dan RJT adalah Saudara Rudjito,'' katanya. Tepuk tangan kembali menggema di ruang pansus saat nama Boediono dan Sri Mulyani Indrawati disebut.
Demokrat Kecewa
Kesimpulan akhir fraksi terkait dengan Pansus Hak Angket Bank Century yang disampaikan Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) membuat kecewa petinggi Partai Demokrat. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman meminta partai anggota koalisi itu menarik menteri mereka di kabinet.
Selain itu, Hayono mendesak mereka agar menyatakan keluar dari koalisi. "Secara kesatria nyatakan keluar dari koalisi. Sekalian tarik menteri dari kabinet," tegas mantan Menpora itu, di gedung DPR, Senayan Jakarta, kemarin (23/2).
Menurut dia, dengan menyatakan kesimpulan yang bertentangan dengan Partai Demokrat, mereka telah berseberangan dengan koalisi SBY-Boediono. Bisa diartikan pula mereka telah keluar dari perjanjian koalisi yang disusun di awal. "Sudah berpihak pada oposisi," tambahnya.
Dengan lepas dari koalisi dan menarik menteri, lanjut Hayono, beban koalisi tidak lagi hanya berada pada SBY. Menurut dia, sangat tidak adil kalau sudah bertentangan dengan koalisi, tapi tetap berada di dalam dengan memiliki anggota di kabinet. "Beban itu juga harus ada di anggota koalisi yang mangkir atau membatalkan perjanjian. Semua pembatalan perjanjian itu ada konsekuensinya," tegasnya.
Hayono menyatakan, koalisi itu juga harus tecermin di dalam pansus. Sebab, menurut Hayono, koalisi itu harus mendukung pemerintahan SBY-Boediono, baik di kabinet maupun di parlemen. "Harus diingat pula bahwa ini koalisi SBY-Boediono, bukan koalisi SBY saja," tandasnya.
Hayono menjelaskan, pernyataan bahwa Boediono dan Sri Mulyani bersalah oleh anggota koalisi sangat tidak tepat. Kecuali, lanjut dia, ada proses hukum sebagai kelanjutan pansus. "Katakanlah, dalam proses hukum, pengadilan menyatakan Boediono dan Sri Mulyani bersalah, tidak usah disuruh, Partai Demokrat akan memberhentikan Sri Mulyani sebagai menteri dan akan memproses turunnya Pak Boediono, tapi melalui koridor yang konstitusional," paparnya.
Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan siap menindaklanjuti hasil pansus. Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi mengatakan, siapa pun nama yang disampaikan pansus, kepolisian akan melihat bukti permulaan dan fakta yang ada. ''Setelah itu, masuk proses penyidikan. Jika terkait dengan perbuatan pidana, baru kami umumkan sebagai apa, apakah tersangka atau saksi," ujarnya seusai penandatanganan MoU antara Polri dan Ditjen Pajak di Kantor Ditjen Pajak kemarin (23/2).
Menurut Ito, mekanisme penyelidikan pansus berbeda dengan polisi. Karena itu, jika pansus menyebut ada indikasi tindak pelanggaran tertentu, perlu dibuktikan dahulu secara hukum. "Tentu kita harus mengedepankan asas praduga tidak bersalah," katanya.
Saat ditanya tentang testimoni mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji yang menyebut polisi sengaja tidak memeriksa mantan Gubernur BI Boediono karena yang bersangkutan terpilih sebagai Wapres, Ito enggan menjawab. "Soal itu, lebih baik tanyakan ke Pak Susno," jawabnya. (owi/dyn/iro)
Sumber: Jawa Pos, 24 Februari 2010