Orasi Wakil Penerima Bung Hatta Anti Corruption Award 2003

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat malam.Yang kami hormati Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak para pendiri Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award;

Yang kami hormati Ibu-Ibu para Pengurus Harian Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award,

Yang kami hormati Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak para juri Anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award ;

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak para hadirin yang kami hormati pula ;

Pertama-tama perkenankan kami atas nama para penerima Anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award menyampaikan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas rakhmat, karunia dan perkenan-NYA jualah, sehingga kami dapat memenuhi undangan untuk menerima Anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award malam ini.

Selain dari pada itu kami tentunya harus menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award yang telah menjatuhkan pilihannya kepada kami sebagai pemenang dari sejumlah calon yang dinominasikan.

Bagi Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award apa yang diberikan malam ini kepada kami merupakan dorongan (encouragement), pemberdayaan (empowerment) dan perlindungan (protection) bagi orang-orang yang dianggap telah berjuang melawan praktek-praktek korupsi. Lebih dari pada itu bagi kami penerima anugerah ini, akan memotivasi kami lebih memperteguh commitment untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui bidang tugas kami masing-masing.

Para hadirin yang kami hormati.
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan telah menjadi .suatu kejahatan luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut caracara yang luar biasa.

Bagi kami para penerima Anugerah Bung Hatta Anti Corruption Award, statement tersebut akan selalu menjiwai gerak langkah kami dalam melakukan segala usaha yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Hadirin yang kami hormati.
Perkenankan kami pada kesempatan yang berbahagia ini mengemukakan satu sisi dari permasalahan yang ada dalam usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selama ini yang banyak diketahui masyarakat sebagai suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana korupsi adalah manipulasi uang negara yang menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara. Dari 475 perkara korupsi dari seluruh Indonesia yang dilimpahkan Kejaksaan ke Pengadilan dalam tahun 2002, yang merupakan perkara suap dapat dihitung dengan jari. Padahal sesungguhnya tindak pidana korupsi yang terjadi bila perkara korupsi dalam bentuk suap baik suap aktif (si pemberi) maupun suap pasif (penerima), dapat diungkap dan diajukan ke Pengadilan, maka iumlah perkara tindak pidana korupsi tersebut akan berlipat ganda beribu-ribu kali. Bukankah praktek suap misainya saja dalam bentuk uang pelicin yang terjadi di semua sektor kehidupan masyarakat dewasa ini seolah-olah merupakan hal yang biasa saja dan barangkali tidak berlebihan kalau kami mengatakan ini sudah membudaya di dalam masyarakat.

Sebuah ijin dari petugas pelayanan publik tidak akan keluar tanpa uang pelicin. Anggaran proyek tidak akan cair tanpa uang pelicin, dan lain-lain dan lainlain. Si pemberi uang pelicin maupun penerima telah melakukan perbuatan korupsi.

Hal ini penting mengingat kasus suap (korupsi) adalah merupakan bentuk korupsi yang paling sulit dibuktikan secara hukum tetapi diyakini yang paling banyak terjadi di dalam masyarakat Indonesia.

Laporan Political Economy Risk Consultancy Ltd. (PERC) yang dikutip Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam buku Menyingkap Tabir Mafia Peradilan cetakan pertama 2002, menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia.

Seperti dikatakan oleh seorang konsultan dagang dari Amerika Serikat dalam suatu wawancara interaktif Kamis pagi melalui siaran sebuah TV. Swasta, bahwa salah satu penyebab enggannya investor dari Amerika menanamkan modalnya di Indonesia adalah karena praktek suap yang sulit dihindari, sementara pemerintah Amerika akan tetap menuntut warga negaranya yang ineiakukan suap walaupun itu dilakukan di luar negeri.

Meminimalkan praktek suap ini hanya dapat dilakukan bila masyarakat aktif melaporkan terjadinya suap, sebagai suatu rasa tanggung jawab dan secara hukum mendapat perlindungan.

Bahwa kesulitan mengungkap terjadinya suatu tindak pidana korupsi dengan modus suap adalah karena baik si pemberl maupun si penerima, sama-sama akan merahasiakan perbuatan mereka.

Undang-undang mengancam pidana bagi pemberi suap demikian juga terhadap si penerima suap.
Oleh karena itu pads pasal 26 A Undangundang No. 20/2001 tentang Perubahan UndangUndang No. 31 Thn. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain yang ditetapkan dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP, undang-undang memperluas alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk khusus untuk tindak pidana korupsi, yaitu

a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu;
b. dan dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, hurul, tun da, an gka, atau per forasi yang memiliki makna.

Sesungguhnya bila para penyidik atau penuntut umum cukup memahami ketentuan dari pasal 18 ayat (3) undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 atau pasal 37 A undang-un dang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pada pokoknya menyatakan bahwa dalam hal terdakvra tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya yang syah, maka hal itu dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

Perluasan alat bukti petunjuk tersebut tidak akan berarti banyak tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat untuk memberantas korupsi dalam bentuk suap ini.

Bagaimana masyarakat memberi perannya secara sadar tanpa rasa takut akan resiko hukum yang timbul dari niat baik untuk ikut mencegah dan memberantas korupsi, menurut hemat kami perlu disosialisasikan. Akan lebih baik lagi bila kegiatan memotivasi partisipasi masyarakat tersebut dilengkapi dengan pengetahuan dasar mengenai apa yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi, utamanya suap.

Untuk itu barangkali sudah saatnya kita melakukan Kampanye Nasional Anti Korupsi.
Sekian yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini, semoga ada manfaatnya. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Sekali lagi terima kasih.

Wabillahi Taufieq Wal Hidayah,
Wassalamu Alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh.
Jakarta, 30 September 2003 An. Penerima Anugerah,

Muh Yamin

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan