Ombudsman Diminta Awasi Reformasi Birokrasi

Presiden meminta departemen melanjutkan setiap rekomendasi Ombudsman.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Ombudsman Indonesia membantu menurunkan indeks persepsi korupsi di Indonesia dengan mengawasi dan membantu upaya reformasi birokrasi yang tengah digulirkan pemerintah. Presiden menilai, Ombudsman punya peran strategis dalam pembenahan pelayanan birokrasi.

"Presiden sudah meminta Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara mengawal serta menindaklanjuti hal ini," kata Ketua Ombudsman Indonesia Anton Sujata di kantor Presiden setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin. Kepada Presiden, Ombudsman melaporkan perubahan nama dari sebelumnya Komisi Ombudsman Nasional menjadi Ombudsman Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008.

Ketika dia bertemu dengan Presiden, saat itu juga ada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S., Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Bambang Hendarso Danuri, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Taufiq Effendi, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata.

Menurut Anton, Presiden mendukung penuh institusinya, yang bertugas sebagai lembaga negara yang mengawasi penyelenggaraan negara yang menggunakan anggaran negara. Presiden meminta setiap departemen memberikan respons atas masukan terkait dengan pengawasan dari lembaga ini. "Presiden juga meminta departemen terkait melanjutkan setiap rekomendasi Ombudsman," kata Anton.

Dari hasil pengawasan Ombudsman selama ini, ujar Anton, pihak yang paling banyak dilaporkan karena buruk dalam melakukan pelayanan dan penyelenggaraan tugasnya adalah Kepolisian Republik Indonesia. Namun, menurut Anton, yang paling lamban merespons adalah Mahkamah Agung. "Ini terkait dengan lamanya perkara yang ada di Mahkamah Agung.

Menurut Anton, rekomendasi Ombudsman memang bersifat tidak mengikat, namun pihak terkait wajib melaporkan respons atas rekomendasi yang sudah diberikan Ombudsman dalam waktu cepat. Jika rekomendasi itu tidak dilakukan, ujar Anton, Ombudsman menyampaikan kepada Presiden agar pemerintah memberikan sanksi administrasi supaya ada efek jera. "Kami sudah sampaikan hal itu kepada Presiden," kata Anton.

Komisioner Ombudsman, Teten Masduki, menyatakan lembaganya memantau pelayanan birokrasi yang sifatnya menunda secara berlarut-larut dan menimbulkan efek lanjutan timbulnya korupsi. Teten mencontohkan adanya pelayanan pihak kepolisian yang cenderung berlarut-larut dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. "Namun, setelah kami beri rekomendasi, pihak kepolisian tergolong yang paling cepat memberikan respons," kata Teten.

Dalam laporan akhir tahun 2008, Ombudsman menerima 1.244 laporan. Laporan itu datang dari masyarakat maupun hasil investigasi inisiatif Ombudsman. Perinciannya: 523 laporan melalui surat, 461 laporan langsung, 219 laporan telepon, 30 laporan lewat Internet, dan 11 berdasarkan inisiatif Ombudsman.

Dari laporan itu, kepolisian dan pemerintah daerah menjadi dua instansi pemerintah yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman. Sebanyak 30,73 persen laporan masyarakat terkait dengan kinerja kepolisian, sebanyak 28,43 persen tentang pemerintah daerah. Paling banyak berupa laporan soal penundaan pelayanan. ABDUL MANAN | ANTON APRIANTO

Sumber: Koran Tempo, 9 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan