OJK Masih Banyak Bolongnya

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat ternyata masih banyak bolongnya. Penilaian itu disampaikan ekonom yang juga dosen economics of crime Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo, di kantor Indonesia Corruption Watch kemarin.

Menurut dia, undang-undang yang mengatur lembaga pengawas industri keuangan nasional itu memiliki kelebihan dalam perlindungan nasabah yang diatur secara eksplisit. Selain itu, diatur tentang koordinasi antarlembaga, seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Namun, kata Rimawan, banyak pula kekurangan yang belum diatur dengan baik. Antara lain, terbatasnya cakupan pengawasan OJK pada bank dan lembaga keuangan nonbank. Sedangkan lembaga keuangan mikro, seperti koperasi dan baitul mall wa tamwil (BMT), belum masuk. Padahal jumlah koperasi mencapai 90 ribu unit.

Rimawan juga mengkritik susunan Dewan Komisioner OJK yang rawan disusupi kepentingan korporasi dan politik. "Ini membuka potensi OJK tidak independen."

Kekhawatiran Rimawan merujuk pada unsur tujuh calon komisioner yang berasal dari praktisi keuangan. Mereka berasal dari unsur independen, tapi syaratnya harus memiliki pengalaman di lembaga keuangan.

"Kalau orang itu dibesarkan bank X atau asuransi X, pertanyaannya bisa enggak dia obyektif terhadap lembaga keuangan yang membesarkannya?" kata Rimawan. Seluruh anggota OJK, kata dia, seharusnya ex-officio Bank Indonesia dan pemerintah.

Kekurangan lainnya adalah pembiayaan OJK yang didasari iuran pelaku jasa keuangan. Hal itu pastinya membebani nasabah. "Apa ada bank yang mau sukarela membayar iuran OJK sendiri demi bangsa dan negara?" ujarnya.

Namun semua kelemahan itu sulit terakomodasi lagi karena undang-undang telah disahkan. Untuk menutupinya, Rimawan mengharapkan pengawasan terhadap OJK benar-benar dilakukan. Termasuk lembaga-lembaga swadaya masyarakat, seperti ICW.

Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis membantah bahwa susunan komisioner akan membuat OJK tak independen. Justru, kata dia, jika berisi pejabat yang merangkap jabatan lain, bisa dipastikan OJK tidak independen. Proses politik, seperti pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga tinggi negara lainnya, bertujuan memastikan independensi itu.

Menjawab tak masuknya pengawasan koperasi, Harry beralasan itu karena pemerintah menolaknya. Dia mengaku mendukung koperasi, termasuk yang diawasi OJK. "Menteri Koperasi tidak setuju karena merasa sudah ada undang-undang yang mengatur koperasi."

Perihal biaya operasional OJK, Harry mengatakan akan dipungut biaya dari industri. Namun OJK dipastikan tidak boleh mengelola dana itu untuk mengambil keuntungan.EKA UTAMI APRILIA | AGUSSUP

Sumber: Koran Tempo, 3 November 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan