Obligor BLBI Bandel Dipaksa Badan

Pemerintah mendahulukan opsi pidana dengan menyusun petunjuk pelaksanaan Paksa Badan.

PEMERINTAH akan bersikap tegas terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang membandel membayar utang-utangnya kepada negara. Upaya paksa badan atau gijzeling menjadi opsi bagi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Departemen Keuangan (Depkeu) untuk mengembalikan kerughian negara.

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Edwin Pamimpin Situmorang mengatakan telah dibuat tim bersama yang terdiri dari Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

"Tim telah merumuskan dua gagasan penyelesaian kasus-kasus BLBI," katanya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/5). Yakni, seluruhnya diselesaikan melalui PUPN Depkeu. "Dalam Undang-Undang (UU) 49 PRP tahun 1960 tentang PUPN, ada gijzeling. Maka, tak segan-segan diberlakukan lembaga gijzeling," kata Edwin.

Karena belum ada petunjuk pelaksanaan paksa badan tersebut, maka tim
besama telah merumuskan langkah yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Juklak Paksa Badan dalam rangka Pengawasan Piutang Negara oleh PUPN tersebut. Ketentuan paksa badan tersebut mengacu pada UU PUPN.

Selain itu, dalam SKB juga disebutkan, soal gijzeling atau paksa badan menjadi wewenang Menteri Keuangan. "Namun dalam prakteknya, ada rambu-rambu yang harus dipenuhi. Di antaranya, harus ada izin Jaksa Agung," kata Edwin.

Kalau upaya melalui PUPN Depkeu tersebut tidak berhasil, maka dilakukan gagasan alternatif kedua. Yakni, dilakukan gugatan perdata oleh Kejaksaan Agung. Dengan begitu, kasus obligor BLBI yang pernah diserahkan ke Menkeu, baik sejumlah delapan obligor yang dulu diserahkan kejaksaan ke Menteri Keuangan maupun sejumlah obligor lainnya yang dulu diserahkan Markas Besar Polri, masih bisa kembali ke kejaksaan.

"Tapi kembalinya ke perdata, dengan syarat tak dapat diselesaikan melalui
PUPN," ia menambahkan. Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung mendorong Menteri Keuangan mengambil opsi perdata.

Langkah perdata dinilai lebih efektf, sebab bisa mengejar kerugian negara sampai ke anak cucu obligor.[by : Abdul Razak]

Sumber: Jurnal nasional, 20 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan