Nuriana & Danny Setiawan tidak Bisa Lepas Tangan; Dudung,

Mantan Gubernur Jabar R. Nuriana dan mantan Sekda Danny Setiawan tidak bisa lepas tangan dan harus ikut bertanggung jawab dalam pencairan dana kaveling. Nuriana sebagai otorisator anggaran dan Danny Setiawan sebagai pelaksana otorisasi tahu betul penggunaan dana pos 2.14 bantuan instansi vertikal, tidak boleh dialokasikan untuk bantuan dewan.

Pemegang dan pelaksana otoritas yakni gubernur dan sekda tahu betul kalau dana pos 2.14 tidak boleh untuk dana bantuan dewan tetapi malah memerintahkan untuk mencairkannya, ungkap Endang Rachmat dalam kesaksiannya saat sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana kaveling yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Rabu (22/12).

Selain kedua nama tersebut, Endang juga menyatakan pimpinan dewan dan seluruh anggota DPRD Jabar yang ikut menerima kucuran dana tersebut, harus bertanggungjawab.

Sidang lanjutan perkara kaveling gate kemarin, mendengarkan keterangan dua saksi yakni Endang Rachmat, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Peduli Reformasi (Kompres) yang telah melakukan kajian ilmiah atas kasus dugaan korupsi tersebut.

Saksi lainnya adalah mantan Ketua Bappeda Dudung Sumahdumin yang saat pembahasan dan pencairan dana kaveling adalah Wakil Ketua Tim Penyusunan Anggaran (TPA) eksekutif.

Pernyataan tersebut dilontarkan Endang menjawab pertanyaan Rudi Gunawan, penasihat hukum terdakwa Kurdi Moekri, tentang siapa yang lebih bertanggung jawab atas kasus tersebut. Sementara, saksi Dudung Sumahdumin menolak menjawab pertanyaan itu.

Pengunjung sidang yang memenuhi ruang sidang berkali-kali memberikan applaus saat Endang Rachmat menyebutkan keterlibatan eksekutif yang sangat jelas dalam perkara ini.

Endang bahkan menyatakan, munculnya kasus dana kaveling patut diduga merupakan upaya eksekutif untuk membungkam legislatif agar tidak mengutak-atik kasus dugaan korupsi senilai Rp 224 miliar.

Berhak menolak
Sebelumnya, saksi Dudung menyebut dua nama yakni Amin Suparmin Wakil Ketua Panitia Anggaran (Panggar) dan Gatot Cahyono anggota Panggar sebagai pihak yang juga mengetahui persoalan tersebut. Namun, Dudung menolak menjawab pertanyaan penasehat hukum terdakwa tentang siapa yang paling bertanggungjawab dalam kasus itu.

Saksi Dudung sebelumnya minta izin majelis hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa, S.H., untuk tidak memberikan jawaban atas pertanyaan penasihat hukum terdakwa. Setelah majelis hakim menyatakan boleh-boleh saja karena hak saksi, Dudung menyatakan keberatan untuk menjawab pertanyaan itu.

Namun Dudung mengakui, kalau gubernur berhak menolak permintaan termasuk permintaan anggota dewan kalau tidak sesuai dengan aturan. Gubernur punya otoritas untuk mempertimbangkan diterima atau tidaknya permohonan dewan, kata Dudung dalam kesaksiannya.

Meski demikian, menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum, Dudung menyatakan, dana tersebut tidak akan cair kalau legislatif tidak memohon.

Dudung juga menyatakan kalau penggunaan dana pos 2.14 yang dialokasikan untuk bantuan dewan tidak dibenarkan, karena dewan sudah memiliki pos anggaran sendiri.

Sesi tanya jawab antara dua orang saksi dengan majelis hakim, jaksa, maupun penasehat hukum berkisar kepada boleh tidaknya pos anggaran 2.14 untuk bantuan dewan, pembahasan sampai kepada prosedur pencairan dana kaveling dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus itu.

Sementara terdakwa Kurdi Moekri yang dimintai pendapatnya tentang keterangan saksi oleh majelis hakim mengungkapkan, keinginannya agar majelis hakim bisa memberikan keputusan seadil-adilnya dalam kasus tersebut.

Forum pengadilan kan untuk mencari keadilan. Saya merasa dalam kasus ini bukannya diadili tetapi dizalimi karena hanya saya sendiri yang duduk sebagai terdakwa, katanya.

Sidang lanjutan dengan jadwal mendengarkan keterangan saksi-saksi, akan kembali digelar Selasa (28/12) mendatang. (A-92)

Sumber: Pikiran Rakyat, 23 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan