Nuriana akan Dipanggil sebagai Saksi; Eka Santosa Tersangka Kasus Kaveling-gate
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat periode 1999-2004 yang kini menjadi anggota DPR RI asal Jabar Eka Santosa ditetapkan sebagai tersangka baru oleh Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat dalam kasus dugaan korupsi uang kadeudeuh, APBD Jabar yang lebih dikenal dengan nama kaveling-gate senilai Rp 33,4 miliar.
Penetapan Eka Santosa sebagai tersangka disampaikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jabar Halius Hosen, S.H., dalam jumpa pers Rabu (1/6) di Kantor Kejati Jalan R.E. Martadinata Bandung.
Menurutnya, Eka ditetapkan sebagai tersangka setelah Kejati mengadakan beberapa kali ekspos dan evaluasi akhir termasuk di dalamnya melihat hasil perkembangan persidangan terdakwa Kurdi Moekri (mantan Wakil Ketua DPRD-red).
Setelah kita pelajari berkasnya, ternyata memang Eka Santosa memiliki peran cukup penting dalam kasus kaveling-gate itu. Namun sejauhmana perannya dalam kasus tersebut, untuk sementara bukan untuk konsumsi publik, karena kami mengedepankan ada asas praduga tak bersalah, kata Kajati.
Berkaitan dengan telah ditetapkannya Eka sebagai tersangka, pihak Kejati, papar Halius akan memeriksa dan memanggil para saksi yang jumlahnya sekira 40 orang. Diantara 40 saksi yang akan diperiksa itu termasuk mantan Gubenur Jawa Barat Periode 1998-2003 R. Nuriana, saksi dari pihak eksekutif dan legislatif.
Pokoknya kita akan usahakan untuk memanggil para saksi tersebut secepatnya. Untuk keperluan itu, saya telah menerbitkan surat perintah penyidikan baik untuk tersangka maupun untuk para saksi, ujar mantan Kajati Sumatera Barat (Sumbar) ini yang berhasil menggiring 45 anggota DPRD Sumbar ke penjara dalam kasus korupsi APBD.
Ketika ditanya wartawan, apakah tersangka Eka Santosa akan ditahan pihak kejaksaan menyangkut kepentingan pemeriksaan, Halius mengatakan, masalah penahan tersebut sudah ada aturanya. Hal itu dilihat dari pertimbangan-pertimbangan yang sangat spesifik. Apakah orang itu perlu ditahan atau tidak. Pada prinsipnya hingga saat ini saya belum berpikir kearah itu dan kita sekarang sedang melakukan pemberkasan, dan pemeriksaan-pemeriksaan, baik itu untuk para saksi maupun tersangka, ujarnya.
Menjawab pertanyaan wartawan, apakah kejaksaan juga akan meminta keterangan dari mantan Sekda Danny Setiawan yang kini menjadi Gubernur, kata Halius, setelah pihaknya melakukan pengecekan, ternyata sudah diperiksa pada saat pemberkasan Kurdi Moekri dulu. Bila diperlukan, kita akan lihat lagi nanti apakah perlu dimintai keterangan lagi atau sudah dianggap cukup, ujarnya.
Minta Dukungan
Selain menetapkan Eka sebagai tersangka, Kajati juga meminta dan berharap kepada berbagai pihak untuk tidak mengganggu atau menghambat penyidikan masalah dugaan korupsi yang sedang ditangani oleh pihak kejaksaan. Dan sebaliknya Kajati berharap kepada masyarakat untuk mendukung penyidikan masalah ini.
Apabila ada informasi yang dianggap lebih baik, lebih akurat, saya sangat terima kasih untuk menerimanya dan perlu diingat pula tidak hanya kasus ini saja, bila ada kasus lainpun saya siap untuk menindak lanjuti atau melaksanakan tugas itu dengan cacatan laporan tersebut harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, ujar Halius.
Kasus dana kaveling mencuat pada tahun 2002 lalu. Seluruh anggota DPRD periode 1999-2004 menerima dana dari APBD masing-masing Rp 250 juta. Pencairan dana tersebut melalui tiga tahapan dari tiga tahun anggaran, yakni tahun anggaran tahun 2000, anggaran 2001 dan anggaran 2002.
Dalam kasus senilai Rp 33,4 miliar itu, selain Eka, sebelumnya kejaksaan telah menetapkan tiga tersangka, yakni H. Kurdi Moekri, S.H., mantan wakil Ketua DPRD Jabar yang kini menjadi anggota DPR RI asal Jawa Barat. Berkas perkara Kurdi sedang dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Informasi yang diperoleh, persidangan akan memasuki tahap penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang direncanakan 16 Juni mendatang.
Tersangka lain adalah Suyaman yang juga mantan wakil ketua DPRD periode 1999-2004. Berkas tersangka Suyaman, seperti dijelaskan Halius sudah selesai 90 persen dan akan segera dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan tersangka Suparno, mantan wakil ketua DPRD, karena berasal dari TNI, maka penyidikan diserahkan ke pihak Denpom.
Aliran dana
Berdasarkan keterangan yang dihimpun PR dari surat dakwaan Kejati Jabar terhadap Drs. H.A Kurdi Moekri tertanggal 8 November 2004, pada awal tahun 2001 DPRD Jabar mengajukan permohonan bantuan dana peningkatan kinerja berupa dana perumahan untuk anggota dewan periode 1999-2004.
Ajuan itu disampaikan kepada Gubernur Jabar dengan dalih untuk peningkatan kinerja anggota DPRD Jabar, dan karena adanya beberapa anggota dewan yang akan pindah akibat adanya pemekaran Provinsi Jabar. Keinginan untuk mengajukan bantuan dana peningkatan kinerja atau bantuan dana perumahan bagi anggota DPRD Jabar, mula-mula dibahas di tingkat panitia khusus (pansus).
Dalam rapat pansus dikemukakan, berdasarkan aspirasi dalam rapat panitia musyawarah/panmus (rapat pimpinan dewan dan pimpinan fraksi), perlu dialokasikan anggaran untuk para anggota dewan. Aspirasi itu mengemuka, karena dewan telah mampu melakukan fungsi kontrol sehingga pendapatan daerah tahun 2000 meningkat hingga Rp 200 miliar. Dana itu juga dimaksudkan sebagai biaya pindah untuk sejumlah anggota dewan yang akan pindah menjadi anggota DPRD Banten, sebagai dampak pemekaran provinsi.
Dalam proses berikutnya, Ketua DPRD Jabar Eka Santosa mengajukan surat kepada Gubernur Jabar pada bulan Mei 2001, bulan November 2001 dan Maret 2002. Setelah dana bantuan sebesar Rp 33,375 miliar ditetapkan dan masuk dalam Perda APBD Jabar No. 2 tahun 2001 dan Nomor 3 tahun 2002, selanjutnya dicairkan melalui tiga tahap.
Pada tanggal 23 April 2001, Eka Santosa melalui surat No. 160/453-Setwan perihal peningkatan kinerja DPRD Jabar, berkirim surat kepada Sekda Jabar Danny Setiawan. Isinya, sesuai aspirasi 14 fraksi DPRD Jabar diharapkan agar dana peningkatan kinerja dewan segera direalisasikan.
Sehari kemudian Sekda Jabar (waktu itu) Danny Setiawan mengeluarkan memo untuk Kepala Biro Keuangan dan Bendaharawan Pos 2.14, berisi persetujuan yang menyatakan, Acc realisir sesuai dengan index dan hasil rapat dengan pimpinan DPRD dan fraksi yang lalu. Selesaikan.
Kirim memo
Kurdi Moekri pada tanggal 25 April 2001 juga mengirim memo kepada Sekretaris DPRD Jabar (Sekwan), Dadang Sukria, agar segera menyurati Sekda Jabar. Kurdi meminta agar dana ditransfer ke rekening No. 01.03.20.015151.1 Bank Jabar atas nama Drs. H.A. Kurdi Moekri.
Sekwan pun berkirim surat bernomor 160/485-Set DPRD perihal peningkatan kinerja DPRD Jabar, ditujukan kepada Sekda Jabar melalui Karo Keuangan Setda Jabar. Tanggal 2 Mei 2001 Sekda Jabar mengeluarkan memo kepada Karo Keuangan dan cc (tembusan) kepada Bendaharawan 2.14, Acc direalisir sesuai dengan ketentuan dan kemampuan likuiditas. Selesaikan.
Hari itu Bendaharawan Suharsono membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) Beban Tetap Anggaran Rutin yang ditujukan kepada Kepala Biro Keuangan Provinsi Jabar tentang bantuan biaya Rp 15 miliar. SPP ditandatangani Suharsono dan mengetahui/menyetujui Danny Setiawan.
Setelah SPP dan kuitansi dilengkapi, diterbitkanlah Surat Perintah Membayar Utang (SPMU) Rutin dengan No. 931.594/R.I. tanggal 2 Mei 2001, ditandatangani atas nama Gubernur Jabar Sekda Ub. Kasubbag Perbendaharaan Anggaran Rutin yaitu Tb. Dudi. Dalam SPMU dinyatakan: untuk dipindahbukukan pada rekening Bank Jabar atas nama Kurdi Moekri. Besarnya Rp 15 miliar.
Hal itu ditindaklanjuti dengan surat Kurdi Moekri No. 581a/965-Setwan perihal pemindahan nomor rekening ditujukan kepada pimpinan PT Bank Jabar. Kurdi meminta supaya dana sebesar Rp 15 miliar itu ditransfer ke rekening masing-masing anggota DPRD Jabar yang berjumlah 99 orang. Rinciannya Rp 100 juta x 99 orang = Rp 9.900.000.000,00. Sisanya sebesar Rp 5.100.000.000,00 disimpan menunggu keputusan pimpinan.
Pencairan kedua
Pada pencairan tahap kedua, prosesnya sama seperti tahap pertama. Eka Santosa mengirim surat tanggal 12 November 2001. Kali ini terdapat rincian kebutuhan dan penggunaan bantuan biaya untuk peningkatan kinerja dewan: Dana pengadaan kavling 110 unit x Rp 50 juta = Rp 5,5 miliar. Pajak 15% x Rp 5,5 miliar = Rp 825 juta. Biaya administrasi kavling 110 unit x Rp 2,5 juta = Rp 275 juta.
Biaya operasional/dana taktis pimpinan dewan mengantisipasi berbagai aspirasi masyarakat = Rp 300 juta. Jumlah total Rp 6.900.000.000,00.
Sekda Jabar menyetujuinya, acc direalisir sebesar Rp 6.875.000.000,00. Selesaikan. Seperti pada tahap pertama, pencairan kali ini pun ditransfer ke rekening 99 anggota dewan yang masing-masing mendapatkan sebesar Rp 50.000.000,00. Sedangkan sisanya tersimpan.
Untuk tahap ketiga, Eka Santosa berkirim surat ke Sekda Jabar tanggal 5 Maret 2002. Jumlah yang diajukan saat itu sebesar Rp 13.800.000.000,00. Rinciannya, untuk pengadaan kaveling 120 unit x 120.000.000,00 = Rp 12.000.000.000,00. Pajak 15% x Rp 12.000.000.000,00 = 1.800.000.000,00. Total Rp 13.800.000.000,00.
Danny Setiawan mengeluarkan memo untuk Karo Keuangan dan Bendaharawan 2.14 isinya, sesuai dengan perintah Bp. Gub, acc u/ peningkatan kinerja DPRD tersebut, direalisir Rp 11.500.000.000,00. Selesaikan.(A-72)
Sumber: Pikiran Rakyat, 2 Juni 2005