Nurdin Halid dan Waris Halid Diancam Penjara Seumur Hidup
Nurdin Halid dan Abdul Waris Halid, kemarin, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam importasi gula ilegal. Penuntut umum mengancam kedua kakak beradik itu dengan penjara seumur hidup.
Persidangan Nurdin dan Waris dilakukan secara terpisah, namun dengan majelis hakim sama yaitu dipimpin hakim Humantan Pane dan penuntut umum yang berbeda. Penuntut umum Nurdin adalah jaksa Susanto. Sedangkan Waris didakwa oleh jaksa Budi Utarto. Meski penuntut umum berbeda, tetapi keduanya sama-sama didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Korupsi yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP.
Sidang diawali dengan pembacaan dakwaan terhadap Abdul Waris Halid oleh jaksa Budi Utarto. Setelah itu dilanjutkan dengan eksepsi dari kuasa hukum Waris Halid. Sekitar pukul 14.45 WIB, majelis hakim menggelar sidang terdakwa Nurdin Halid. Baik surat dakwaan Nurdin maupun Waris terdiri dari 18 halaman dengan substansi yang sama.
Menurut kedua penuntut umum, Nurdin Halid, selaku Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) dan Waris Halid, Kepala Divisi Perdagangan Umum Inkud, secara bersama-sama dengan Jack Tanim dan Andi Bahdar Saleh (keduanya belum tertangkap) antara Februari 2004 sampai Mei 2004 telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Saat itu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X mendapat kuota impor gula pasir kristal putih sebanyak 108.000 metrik ton (MT) dengan masa berlaku sampai dengan 30 April 2004.
Pada Februari 2004, Nurdin, Waris, dan Jack Tanim mengadakan perundingan dengan PTPN X yang dihadiri oleh Dirut PTPN X, Duduh Sudarachmat, Direktur Produksi Adi Prasongko, Direktur Pemasaran, Irwan Basri, Direktur Keuangan Himawan Kresno Warsoyo, dan Adi Santoso staf pemasaran PTPN X untuk membicarakan kerja sama importasi gula pasir kristal putih.
Dalam pertemuan tersebut, para terdakwa menawarkan fee sebesar Rp85 per kilogram dan langsung disetujui oleh PTPN X. Selanjutnya dibuatlah perjanjian kerja sama impor gula kristal putih antara PTPN X dengan Inkud yang ditandatangani Waris Halid dan Duduh Sudarachmat.
Sebelum 30 April 2004, kata penuntut umum, Inkud telah mengimpor 39.920 MT gula kristal putih dari Thailand dan telah diterima oleh PTPN X. Dengan demikian, masih tersisa 68.080 MT yang belum dapat dipenuhi Inkud dari kuota yang dimiliki PTPN X sebanyak 108.000 MT. Dari sisa impor yang harus dipenuhi Inkud itulah, tutur penuntut umum, akhirnya terjadi pelanggaran yang dilakukan terdakwa Nurdin Halid.
Dari sini akhirnya tercipta kerja sama impor gula pasir antara Inkud dengan PT Phoenix, selaku eksportir gula dari Thailand ke Indonesia, katanya.
Tata niaga
Kesepakatan ini dinilai penuntut umum melanggar tata niaga impor gula sebagaimana disebutkan dalam surat keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, karena Inkud bukan sebagai importir terdaftar. Dalam kesepakatan ini, surat-surat kontrak pembelian gula dilakukan dengan cara memalsukan tanda tangan Irwan Basri, Direktur Pemasaran PTPN X. Hingga akhirnya terkumpullah 72.438 MT gula pasir kristal putih yang diimpor oleh Inkud dan disimpan di empat gudang yaitu di gudang BGR Kelapa Gading, gudang PT Lautan Jaya Kumala (LJK) Cilincing, gudang PT Multi Sejahtera Abadi (MSA) Cilincing, dan di lapangan Jakarta International Container Terminal (JICT). Dan sebanyak 7.000 MT masuk melalui pelabuhan Makassar dan disimpan di gudang Sutami.
Selain melanggar tata niaga impor, impor gula yang dilakukan kedua terdakwa juga dinilai telah melewati batas waktu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 30 April 2004. Hal ini jelas dapat mengakibatkan kelebihan stok serta mengacaukan penjadwalan kebutuhan gula nasional yang dapat mengakibatkan kerugian perekonomian negara. Selain itu, dapat mengurangi penghasilan petani tebu di Indonesia.
Sayangnya, dalam dakwaan itu, penuntut umum tidak menyebutkan berapa besar nilai kerugian yang dialami negara akibat perbuatan kedua terdakwa. Untuk itu, Nurdin Halid mengaku bingung dengan dakwaan penuntut umum karena sebagian besar isi dakwaan berupa kronologi importasi gula. Dimana kejadian dan bagaimana korupsi itu dilakukan tidak dijelaskan di surat dakwaan. Jelas saja saya keberatan dengan dakwaan jaksa, tandas Nurdin.
Waris Halid menilai dakwaan penuntut umum tidak mendasar dan tidak jelas karena substansi dakwaan sama dengan kasus pelanggaran kepabeanan. (Ray/J-3)
Sumber: Media Indonesia, 18 Februari 2005