NU : Pemberian uang untuk diterima sebagai PNS haram
Muktamar NU ke-31 menyatakan praktik pemberian uang oleh calon pegawai negeri sipil (PNS) agar bisa diterima sebagai PNS tergolong sebagai risywah sehingga hukumnya haram, baik bagi yang memberi maupun yang menerima. Keputusan tersebut dihasilkan dalam sidang Komisi Masail Diniyah Waqi'yah (komisi yang meninjau persoalan kekinian dari sudut hukum agama-red) Muktamar NU ke-31 di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Selasa.
Sidang pembahasan masalah tersebut yang dipimpin Dr Mashuri Naim berjalan cukup alot karena pendapat terpecah dua antara yang menganggap praktik pemberian uang itu sebagai suap atau uang pelicin dengan yang pendapat yang tidak sepenuhnya setuju. Pihak yang tidak sepenuhnya setuju berpendapat, jika yang memberi uang itu adalah orang yang memang berhak menjadi PNS atau tidak merugikan sesama muslim yang juga berhak maka hukum bagi orang yang memberi itu adalah mubah, namun haram bagi penerimanya.
Menurut kelompok ini, pemberian uang itu baru bisa disebut suap sehingga hukumnya haram bagi orang yang memberi maupun yang menerima apabila pemberian itu semata-mata dimaksudkan agar hajatnya tercapai padahal orang yang memberi uang itu bukan ahlinya. Sementara itu, pihak yang menyebut praktik itu sebagai suap berpendapat pemberian uang yang mengiringi tes penerimaan calon PNS tidak dapat dibenarkan karena tujuannya pasti untuk melicinkan jalan agar lolos dan diterima sebagai PNS.
Sebagai organisasi sosial keagamaan NU harus tegas terhadap praktik-praktik tidak terpuji atau memberi peluang bagi praktik tersebut, kata seorang peserta dari kelompok yang setuju dan disambut tepuk tangan meriah. Setelah lebih dari satu jam akhirnya forum itu sepakat menghukumi pemberian uang yang mengiringi tes calon PNS sebagai suap dan haram dilakukan.
Sebelumnya saat menyampaikan deskripsi masalah, Mashuri menyebutkan, dalam tes penerimaan calon PNS di beberapa daerah memang dialkukan tes tulis dan lisa namun apabila ingin diterima harus membayar sejumlah uang. Disebutkannya, jumlah uang yang harus disetor calon PNS tersebut bervariasi yakni Rp45 juta hingga Rp60 juta bagi yang berijazah SLTA dan Rp75 juta hingga Rp90 juta bagi yang berijazah sarjana strata 1.
Lebih parah lagi praktik ini melibatkan sebagian anggota DPRD yang ada di daerah tersebut dan hal itu telah menjadi rahasia umum di daerah itu, katanya.
Sumber: Wawasan, 2 Desember 2004