Ngotot Bukan Korupsi; Dokter Indah Akui Khilaf [16/07/04]

Dokter Indah Wulaningsih, terdakwa kasus korupsi di UTDC (unit transfusi darah cabang) PMI Kabupaten Madiun, melalui penasehat hukumnya Ibrahim A Achmad SH ngotot bahwa perbuatan yang dilakukannya bukan tindak pidana korupsi. Alasannya, uang PMI itu, dikumpulkan dari masyarakat, bukan keuangan negara. Itu uang masyarakat. Kalau dikatakan negara dirugikan, itu namanya negara otoriter dengan mencaplok hak milik masyarakat, tegas Ibrahim, usai persidangan membacakan pledoi atau pembelaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kota Madiun, kemarin.

Menurut Ibrahim, unsur-unsur tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan Jakwa Penuntut Umum (JPU) tidak terpenuhi. Yakni, unsur merugikan keuangan atau perekonomian negara. JPU Sri Lestari SH menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang tidak pidana korupsi. Karena, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 365,5 juta. Kalau toh ada bantuan dari pemerintah, dalam hal ini bupati, adalah wajar sebagai kepala daerah. Tetapi, bantuan itu tidak terus menerus. Hanya Rp 4 juta dan peralatan dari pemerintah pusat. Jadi harus dibuktikan, mana yang merugikan negara, tambahnya.

Tetapi, unsur-unsur lainnya dalam pasal tindak pidana korupsi seperti barang siapa, melakukan perbuatan melawan hukum dan untuk tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, diakui Ibrahim terpenuhi. Menurutnya, dr Indah Wulaningsih, Kepala UTDC PMI Kabupaten sekaligus Kepala Puskesmas Tiron, telah melakukan kesalahan dengan menggunakan uang kas instansinya untuk kegiatan bisnis. Hal itu, bertentangan dengan aturan internal. Sehingga, bukan korupsi, tetapi penggelapan, kata Ibrahim.

Penggelapan, sesuai dengan Pasal 372 dan 378 KUHP, diancam hukuman maksimal 4 tahun. Sedangkan berdasarkan tuntutan jaksa, sesuai UU Korupsi, terdakwa dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan dan membayar ganti kerugian sebesar Rp 266 juta atau diganti dengan 1 tahun penjara. Itu kan berlebihan. Padahal, banyak hal meringankan dari terdakwa, seperti selalu kooperatif, tidak berbelit-belit, terus terang dan mengaku khilaf, jelasnya.

Dalam pledoi yang disampaikan di depan majelis hakim yang diketuai Fransiscus Loppi SH itu, Ibrahim meminta agar majelis hakim membebaskan kliennya. Tetapi, apabila tidak, dia berharap vonis atau putusan hakim dijatuhkan dengan seadil-adilnya. Mengingat, klien saya itu masih punya anak yang butuh bimbingan. Anaknya, dua orang masih SMP dan SMA. Dan dia tidak pernah menikmati uang itu, karena dipakai suami dan teman-temannya, papar Ibrahim.

Sementara itu, JPU Sri Lestari saat dikonfirmasi usai sidang mengaku, dirinya menjalankan proses penuntutan sesuai dengan aturan. Memang dia mengaku khilaf, tetapi kan saya menjalankan aturan, katanya. Sidang akan digelar Rabu pekan depan dengan agenda pembacaan vonis hakim. (irw)

Sumber: Radar Madiun, 16 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan