Negara Rugi 20 Juta Dollar AS; Akibat Persekongkolan Penjualan Tanker Pertamina

Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai penjualan dua tanker raksasa (very large crude carriers/VLCC) milik PT Pertamina, yang berlangsung Juni 2004, merugikan negara mulai 20 juta dollar AS hingga 56 juta dollar AS. Hal itu akibat dari persekongkolan antara Pertamina dan Goldman Sachs sebagai pengatur (arranger) tender penjualan yang ingin memenangkan Frontline Ltd dari Swedia, sebagai pembeli.

Demikian kesimpulan dari pemeriksaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Komisi Kasus Penjualan Tanker Pertamina Pande Radja Silalahi bersama dua anggota majelis Sutrisno Iwantono dan Tadjuddin Noer Said, Kamis (3/3) di Jakarta. Seharusnya tanker dapat dijual dengan harga 204 juta dollar AS hingga 240 juta dollar AS sesuai dengan harga pasar saat itu, tetapi ternyata hanya dijual dengan harga 184 juta dollar AS kepada Frontline.

Pemeriksaan perkara di KPPU diawali dari laporan bulan Juni 2004 yang menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 dalam penjualan dua tanker VLCC Pertamina. Hasil pemeriksaan Majelis Komisi menemukan fakta bahwa November 2002 Pertamina telah membangun dua tanker VLCC yang dilaksanakan oleh Hyundai Heavy Industries di Ulsan, Korea Selatan.

Setelah meminta keterangan dari 26 orang dan memeriksa 291 dokumen, KPPU memperoleh bukti persekongkolan bahwa Frontline melalui brokernya, PT Equinox, diberikan kesempatan memasukkan penawaran ketiga, saat batas waktu pengajuan penawaran telah ditutup 7 Juni 2004, melalui korespondensi e-mail Equinox dengan Frontline pada 9 Juni 2004. Penawaran Frontline berbeda tipis dengan calon pembeli lainnya, Essar. Selain itu, pembukaan sampul penawaran ketiga Frontline tidak dilakukan di hadapan notaris sebagaimana diatur oleh Goldman Sachs.

Dalam pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan bukti bahwa Pertamina melakukan diskriminasi dengan menunjuk langsung Goldman Sachs sebagai penasihat keuangan (financial advisor) dan arranger untuk proses penjualan tanker tersebut. Proses penunjukan ini tidak lazim mengingat dilakukan dalam waktu singkat serta tanpa melalui beauty contest sebagaimana lazimnya dijalankan Pertamina dalam upaya mencari jasa konsultan.

Majelis Komisi juga menemukan fakta bahwa Frontline belum melakukan pembayaran secara penuh kepada Pertamina atas pembelian dua kapal tanker raksasa (VLCC) Pertamina, sebagaimana telah diperjanjikan sebelumnya dalam sale and purchase agreement (SPA) antara Pertamina dan Frontline, yakni sebesar 184 juta dollar AS. Frontline membayar kepada Pertamina hanya 170,863 juta dollar AS sehingga masih ada sekitar 13,13 juta dollar AS yang belum dilunasi.

Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh KPPU, Pertamina melanggar Pasal 19 UU No 5/1999 karena melakukan diskriminasi, dengan penunjukan secara langsung kepada Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger. Pertamina dan Goldman Sachs juga melanggar pasal yang sama karena terkait dengan penerimaan penawaran ketiga dari Frontline.

Berikan sanksi
Akibat persekongkolan yang merugikan negara 20 juta dollar AS itu, KPPU meminta Pertamina memberikan laporan secara tertulis kepada rapat umum pemegang saham (RUPS) paling lambat satu bulan setelah putusan KPPU dibuat, atas kesalahan yang dilakukan seluruh komisaris utama bersama anggota komisaris dan direktur utama bersama anggota direksi Pertamina yang menyetujui penjualan VLCC tanpa izin Menteri Keuangan. KPPU juga meminta Pertamina agar secara tertulis meminta kepada RUPS mengambil tindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap komisaris dan direksi yang menyetujui penjualan VLCC.

Jajaran direksi Pertamina saat VLCC dijual adalah Direktur Utama Ariffi Nawawi, Direktur Pengembangan dan Sumber Daya Mineral Eteng A Salam, Direktur Hulu Bambang Nugroho, Direktur Hilir Hari Purnomo, dan Direktur Keuangan Alfred H Rohimone.

Dewan komisaris, antara lain, Komisaris Utama Laksamana Sukardi, dengan anggota Roes Aryawijaya, Iin Arifin Takhyan, Syafruddin Temenggung, dan Anshari Ritongga.

Pejabat direksi yang masih tetap menjabat adalah Alfred Rohimone dengan posisi direktur keuangan.

Pertamina juga diperintahkan untuk melaporkan secara tertulis kepada RUPS paling lambat satu bulan atas kesalahan yang dilakukan direktur utama dan masing-masing anggota direksi yang telah melakukan persekongkolan dalam penjualan VLCC.

KPPU juga meminta Pertamina mengumumkan laporan dan permintaan tertulis sesuai dengan permintaan kepada RUPS mengenai sanksi yang diminta. Pengumuman dimuat pada surat kabar berskala nasional, dengan ukuran minimal seperdelapan halaman.

KPPU juga memerintahkan Pertamina paling lambat dua bulan setelah putusan ini melarang Direktur Keuangan Pertamina melakukan semua kegiatan yang terkait dengan transaksi komersial, termasuk transaksi keuangan untuk dan atas nama Pertamina, baik secara internal maupun eksternal. Perintah KPPU itu berlaku selama direktur keuangan dijabat oleh direktur keuangan pada saat penjualan dua unit VLCC.

Goldman Sachs dihukum membayar denda Rp 19,71 miliar, Frontline Ltd membayar denda Rp 25 miliar, dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox membayar denda Rp 16,56 miliar.

Sebagai ganti rugi, KPPU meminta Goldman Sachs membayar Rp 60 miliar dan Frontline membayar Rp 120 miliar.

Denda itu harus disetorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Jika pihak yang dikenai denda tak membayar, Pertamina dihukum tidak melakukan hubungan usaha dalam bentuk apa pun dan atau menghentikan hubungan usaha yang terjalin.

Tanpa tender
Direksi baru Pertamina yang diangkat 17 September 2003 memutuskan pada April 2004 untuk menjual secara putus dua VLCC di Korea itu. Pertamina dinilai belum pantas memiliki dua tanker raksasa tersebut dan juga kesulitan dana untuk membayarnya.

Mereka membentuk tim divestasi internal dan menunjuk Goldman Sachs sebagai financial advisor serta arranger untuk keperluan tersebut, tanpa melalui tender. Dalam prosesnya, Goldman Sachs juga tidak melaporkan harga penawaran dari pihak lainnya kepada direksi Pertamina, selain penawaran dari Frontline diajukan setelah batas waktu.

Direktur Utama Pertamina saat itu mengaku tidak pernah menerima faksimile dari penawar yang lain, bahkan terkejut sewaktu faksimile dari penawar yang lain ditunjukkan oleh Majelis Komisi di muka persidangan. Hal ini dilakukan Goldman Sachs hanya agar Frontline menang. (TAV/BOY)

Sumber: Kompas, 4 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan